Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

RINDU AKSARA AISYAH 1 - 5

#RINDU_AKSARA_AISYAH
Part 1 author : Khayzuran

"Calon suamimu dan orang tuanya akan datang nanti sore, kalian akan menikah malam ini, setelah Maghrib pakailah gaun yang sudah disiapkan ibumu."
"Aku tidak mau, Ayah. Aku hamil oleh Dito, bukan laki-laki udik itu."
"Lantas dimana sekarang laki-laki brengsek yang sudah menghamili kamu itu? Kabur melarikan diri dari tanggungjawab?"

"Dito belum bisa pulang ke Indonesia sekarang, Ayah. Dia sedang sibuk untuk persiapan ujian akhir untuk masternya, setelah semua urusan kuliahnya selsesai dia pasti pulang untuk menikahiku dan mempertanggungjawabkan semuanya."


"Kapan? Nunggu sampai kamu hamil besar dan melahirkan? Mau disimpan dimana muka Ayah dan Ibu kalau kamu sampai melahirkan tanpa seorang suami? Kamu hamil di luar nikah saja itu sudah tamparan keras bagi Ayah dan Ibu, kami sebagai orang tua merasa gagal mendidikmu."
Rindu terdiam, laki-laki yang selama dua puluh lima tahun ini ia panggil Ayah, matanya tampak berkaca-kaca dan merah, ada amarah yang tertahan, ada luka menganga yang telah Rindu torehkan di hati Ayah dan Ibu karena kekhilafannya.

"Maafkan Rindu, Ayah. Rindu menyesal, tapi Rindu akan tetap menunggu Dito, tidak mau menikah dengan lelaki udik yang gak Rindu kenal sama sekali dan tidak Rindu cintai."
"Persetan dengan cinta, sekarang tugas kamu cuma satu, menuruti Ayah dan Ibu demi nama baik keluarga yang sudah terlanjur kamu coreng karena kelakuanmu yang menimpakan aib besar pada keluarga. Beruntung ada Aksara yang bersedia menikahimu meski dia tahu kamu sedang hamil di luar nikah. Kamu harusnya bersyukur, ada laki-laki baik yang mau menikahi perempuan yang hamil karena laki-laki lain."

"Itu namanya laki-laki bodoh, Ayah, dan aku tidak mau hidup dengan laki-laki bodoh itu."
"Menikahlah dengan dia meski tidak cinta, setidaknya sampai kamu melahirkan, setelah melahirkan kalian bercerai lagi juga tidak apa-apa." Nada suara Ayah meninggi, ia meninggalkan Rindu yang berderai air mata di kamarnya.
Di tempat lain, tampak Aksa bersimpuh di hadapan umi dan abah.
"Abah, Umi, tidak adakah jalan lain untuk membalas utang budi dan utang jasa kepada Pak Ridwan selain dengan menikahi putrinya yang sedang hamil itu?" Aksa mencoba meminta pengertian kedua orang tuanya.
Abah menggeleng.

"Utang harta bisa kita bayar dengan harta, tapi utang budi tidak bisa dibayar dengan apapun. Selama ini keluarga Pak Ridwan tidak pernah meminta apapun pada keluarga kita, ini adalah satu-satunya permintaan yang Pak Ridwan minta setelah begitu banyak kebaikannya pada keluarga kita."
"Tapi Aksa tidak mau menikahi perempuan yang sedang hamil di luar nikah yang dihamili laki-laki lain. Bukankah haram hukumnya menikahi perempuan yang sedang hamil?" Aksa masih bersikukuh mencari alasan.

"Aksa, para ulama memiliki pendapat yang berbeda sesuai dengan mazhab yang dianutnya dalam menghukumi menikahi perempuan yang sedang hamil. Menurut para ulama Syafi'iyah, pernikahan tersebut diperbolehkan selama memenuhi syarat nikah, jadi hukum menikahi perempuan yang sedang hamil itu sah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Ulama Hanafiyah juga mempunyai pendapat yang senada dengan para ulama Syafi'iyah. Coba kamu baca lagi surat An Nisa ayat 23 tentang perempuan-perempuan yang haram dinikahi, perempuan yang sedang hamil bukanlah salah satu perempuan yang haram dinikahi menurut ayat itu. Memang para ulama Hanabilah dan Malikiyah memiliki pendapat yang berbeda dengan ulama Syafi'iyah dan Hanafiyah, ulama Hanabilah dan Malikiyah berpendapat bahwa tidak sah menikah dengan perempuan yang sedang hamil dan perempuan itu baru boleh menikah setelah melahirkan bayinya. Aksa, kita ini kan kan bermazhab Syafi'iyah, jadi kita mengambil pendapat itu karena kita menganggap dalil yang digunakannya lebih kuat."

Aksa terdiam, umi merengkuh pundak Aksa.
"Ayo Nak kita siap-siap, Umi sudah siapkan pakaian untuk pernikahanmu. Bersikaplah seperti seorang kesatria yang bertanggungjawab, jadilah suami yang baik untuk Rindu, bimbing dia setelah jadi istrimu, Umi percaya kamu mampu, Nak."
"Bagaimana dengan Aisyah, Umi? Aksa sudah melamarnya, Abah dan Umi juga sudah setuju, apa yang harus Aksa katakan pada Aisyah?"
Abah dan Umi saling melempar pandang.
"Telepon Aisyah sekarang, minta maaf padanya dan batalkan lamaranmu."

----
#RINDU_AKSARA_AISYAH
Part 2

"Saya terima nikah dan kawinnya Rindu Kisah Ridwan binti Ridwan Malik dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."
"Sah ... "
Dan setelah itu doa-doa terlantun dari bibir beberapa orang yang hadir di majelis aqad kecuali dari bibir Rindu, ia masih membisu dengan menatap Aksa penuh kebencian, laki-laki yang beberapa detik lalu telah mengucapkan kata qabul atas ijab yang diucapka ayahnya. "Maafkan aku, Dito." Bisik hati Rindu sambil mengelus perutnya. Rindu merasa telah mengkhianati Dito, laki-laki yang dicintainya.
Acara aqad nikah berlangsung sangat sederhana, hanya dihadiri keluarga inti Rindu, keluarga inti Aksara, penghulu dan beberapa orang saksi. Setelah acara selesai semua langsung bubar, meninggalkan rumah Pak Ridwan yang kembali sepi.

Aksara duduk di sofa dan Rindu duduk di ujung tempat tidur, keduanya masih saling membisu.
"Dua orang asing yang tidak pernah bertemu sebelumnya tiba-tiba menikah dan sekarang harus tidur bersama dalam satu kamar, lelucon macam apa ini? Dibayar berapa kamu sama Ayah untuk jadi stuntman?"

Rindu menggerutu dengan senyum sinis tersungging, tatapannya kosong menatap jendela kamar yang dibiarkan terbuka, memberi celah pada angin malam untuk masuk, sedikit melerai kecanggungan suasana.
"Tidurlah, sudah malam, anggap saja aku tidak ada, aku tidak akan mengganggumu."

Aksara bangkit dari sofa, menutup jendela, lalu masuk ke toilet, tidak menghiraukan ocehan Rindu.
Selang beberapa lama Aksara sudah kembali dari toilet dengan rambut sedikit basah. Rindu mengintip laki-laki jangkung berkulit putih itu dari balik selimut. Aksara membuka tas ransel yang tadi dibawanya, mengeluarkan beberapa isinya lalu membentangkan sajadah. Entah sholat apa yang sedang Aksa dirikan, namun Rindu melihat laki-laki bermata teduh itu terisak dalam sujud dan doanya. Ada doa panjang yang lamat-lamat bisa Rindu dengar lirihnya meski tidak jelas, Aksa begitu khusyuk bermunajat pada Tuhan-Nya.

Rindu merapatkan selimutnya saat melihat Aksa bangkit dan melipat sajadah. Aksa mendekati Rindu yang terbaring berbalut selimut tebal, ia menempelkan telapak tangannya di kepala Rindu sambil melantunkan doa yang sama sekali tidak dimengerti Rindu. Rindu hampir loncat saat Aksa mendekatkan kepalanya pada kepala Rindu. Ada suara lembut yang ia bisikkan, doa Nabi Ibrahim yang mustajab.
"Rabbana hablana min azwajina wa zurriyatina qurrata a’yunin, waj’alna lil muttaqiina imaama. Aamiin."

Aksa mengulang doa itu sampai tiga kali. Rindu menekan dadanya, khawatir Aksa bisa mendengar detak jantungnya yang seperti berloncatan. Doa Aksa begitu menyejukkan, saking dekatnya Rindu bisa mencium wangi tubuh Aksa yang beraroma lembut.
Aksa keluar kamar dengan membawa tas ranselnya, namun sebagian isinya ditinggalkan begitu saja di sofa.

Malam itu Rindu sama sekali tidak bisa tidur, Aksa juga tidak masuk kamar lagi sampai pagi, entah kemana laki-laki itu bahkan saat sarapan pagi juga tidak terlihat batang hidungnya.
Ayah, ibu dan Rindu menikmati sarapan dengan tidak banyak bicara. Ayah bergegas ke kantor dan ibu kembali sibuk di dapur bersama Bi Mimin. Ayah dan ibu sama sekali tidak menanyakan keberadaan Aksa.
Menjelang pukul sepuluh pagi Aksa kembali, ia mencium tangan ibu takzim, lalu melirik pada Rindu yang sedang membaca majalah di dekat perpustakaan mini di sudut ruangan. Aksa mendekat pada Rindu.
"Ayo siap-siap, kita pindah rumah hari ini."
"Pindah rumah? Kemana? Ke rumahmu yang di kampung itu? Ogah!"
Rindu melempar majalahnya lalu berjalan cepat menaiki anak tangga menuju kamar, Aksa membuntutinya dari belakang.

"Sekarang aku suamimu dan kamu istriku, kamu wajib patuh sama aku dan aku wajib memenuhi semua kebutuhanmu termasuk tempat tinggal."
"Cuma di atas kertas, ingat ya pernikahan kita cuma di atas kertas dan akan segera berakhir begitu aku melahirkan."
"Baik, kita bicarakan itu nanti. Sekarang berkemaslah, bawa barang-barangmu seperlunya saja. Kalau kamu tidak ingin orang tuamu khawatir karena sering melihat kita ribut terus, sebaiknya kamu turuti perintahku untuk pindah rumah."
"Siapa kamu berani-beraninya memerintahku? Kamu tidak lebih dari seorang anak petani penggarap sawah-sawah Ayahku, anak kampung yang tumbuh dan besar atas belas kasihan keluargaku, kamu tidak akan bisa hidup tanpa bantuan keluargaku."

Aksa menarik nafas dalam.
"Iya, aku tahu itu, aku anak pegawai Ayahmu. Aku tunggu dibawah, setengah jam lagi kita berangkat. Kalau kita pindah rumah, setidaknya kamu akan lebih bebas memarahi dan mencaci maki aku sesukamu tanpa khawatir akan didengar orang tuamu."

Aksa berlalu, Rindu berfikir keras, ada benarnya juga apa kata Aksa. Kalau tinggal terpisah dengan ayah dan ibu, Rindu akan lebih bebas melakukan apapun termasuk bertemu Dito jika suatu hari nanti Dito kembali.
_________________
___________________
Ayah dan ibu tidak mengantar kepindahan Aksa dan Rindu, kata ibu nanti akan menyusul kalau ayah sudah pulang kantor.
Mobil yang disewa Aksa berhenti di sebuah rumah minimalis yang asri, rumah bergaya Eropa klasik itu berukuran cukup besar dengan taman yang luas.
"Ini salah satu upah dari Ayah karena kamu sudah bersedia menikahiku? Ayahku menjanjikan apa saja sama kamu?"
Rindu menyelidik penuh curiga, Aksa tak berniat menimpali. Ia membawakan barang-barang milik Rindu lalu masuk ke rumah, dengan malas Rindu mengikuti.
Rindu mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru rumah, pantesan Aksa hanya memintanya membawa barang-barang seperlunya karena rumah ini sudah terisi penuh dengan segala perabotannya.

"Itu kamarmu, sengaja aku pilihkan di bawah, kamu sedang hamil, tidak baik untuk kesehatan janinmu kalau banyak naik turun tangga. Kamarku di atas. Istirahatlah di kamarmu, aku sudah rapikan semuanya, kalau lapar ada banyak stok makanan di kulkas. Aku pergi dulu, mungkin pulang malam, mau aku bawakan sesuatu?"
"Bawakan saja aku surat cerai, bisa?"
Aksa menggeleng sambil menarik nafas panjang.

"Minum susu hamilmu, aku sudah belikan rasa vanila, kamu tidak suka susu rasa coklat kan? kalau hampir Maghrib nyalakan semua lampu dan tutup jenjela. Kalau perlu sesuatu pakai saja ATM ku, sudah aku simpan di meja dekat tv."
"Hahaha gak usah sok baik dan pura-pura kaya dengan memenuhi semua kebutuhanku, aku tahu semua ini fasilitas dari Ayah."
"Anggap saja begitu. Aku pergi, assalamualaikum"

_________________________________

Malam kian merambat larut, Aksa belum pulang, Rindu tak peduli, ia sedang berjuang melawan rasa mual yang hebat, entah sudah berapa kali Rindu muntah-muntah, setiap berusaha memasukkan minuman dan makanan ke mulutnya justru yang keluar lebih banyak lagi, mulut Rindu terasa kering dan pahit, ulu hatinya perih dan kepala pusing. Badan Rindu mulai demam, keringat dingin membasahi dan akhirnya Rindu ambruk di lantai saat akan mengambil air hangat di dapur, pecahan gelas berdentum berbarengan dengan badan Rindu yang limbung.

_________________________________

Perlahan Aksa membuka kunci rumah, ia tak ingin kedatangannya membangunkan Rindu yang pasti sudah terlelap tidur karena ini sudah hampir jam dua dini hari. Ada sedikit sesal yang menyapa Aksa karena harus meninggalkan istrinya di rumah baru sendirian, pasti Rindu merasa kesepian dan asing.
Langkah Aksa terhenti saat melihat Rindu yang tergeletak di lantai dalam keadaan tak sadarkan diri. Tangan Aksa langsung meraih tubuh Rindu dan membawanya ke mobil. Mobil Aksa melesat menembus jalanan malam menuju Rumah Sakit terdekat.
"Bertahan Rindu, maafkan aku."

Aksa meraba nadi karotis Ridu lalu mengusap keringat di pelipis Rindu dengan tangan kirinya, semenatara tangan kanannya memegang setir.
"Tolong brankar," pinta Aksa pada petugas portir di ruang IGD begitu sampai Rumah Sakit. Dengan cekatan Aksa memangku Rindu memindahkannya dari mobil ke brankar.
Brankar berdecit, Rindu tergolek lemah diatasnya.
_________________________________

Perlahan rindu membuka matanya yang terasa berat, mengedarkan pandangan ke sekeliling, ini bukan kamarnya, ada tulisan VVIP 1 di pintu. Sudut mata Rindu menangkap seseorang yang sedang tertidur dalam posisi duduk dengan kepala tertelungkup pada ujung tampat tidur tempat Rindu berbaring, Aksara.
"Assalamualaikum .... " Pintu kamar diketuk, tak lama pintu itu terbuka, ada beberapa orang berseragam putih yang masuk. Rindu kembali memejamkan matanya.
"Permisi Pak, dokter akan memeriksa istri Bapak."
Seorang perawat berusaha membangunkan Aksa yang sedang terlelap.
"Oh iya silakan, maaf saya ketiduran." Aksa menggosok-gosok matanya dengan punggung tangan.
"Perkenalkan saya dokter Ais .... "
"Aisyah ..." Suara Aksa tercekat.

Aksa terkesima saat melihat seorang perempuan cantik dengan memakai jas dokter, tertulis "Aisyah Shanee" di name tag yang dikenakannya, Aisyah berdiri dengan muka pucat dihadapan Aksa.
"Mas Aksa ... " Suara Aisyah terdengar parau.
"Kenalkan ini Rindu, istriku." Aksa melirik pada Rindu yang tampak tertidur, lalu kembali melirik pada Aisyah yang saat itu sedang memperhatikan Rindu dengan sorot mata yang tak biasa. Rindu yang tak memakai kerudung sangat kontras penampilannya dengan Aisyah yang berkerudung lebar.
"Boleh aku periksa dulu istri Mas Aksa?"Aisyah mengeluarkan stetoskop dari saku jasnya, dengan teliti memeriksa Rindu, tangan Aisyah sedikit bergetar, ada nyeri yang menjalari seluruh tubuhnya. Tidak ada hal yang lebih menyakitkan selain mendengar laki-laki yang kita cintai memperkenalkan perempuan lani sebagai istrinya disaat kita masih sangat mencintainya dan merindukannya.
"Kondisinya mulai stabil." Asiyah membuka stetoskop lalu meraih buku status pasien.

"Suster, tolong siapkan ruangan USG untuk pasien kamar 207."
"Baik, Dok."
Kini tinggal Aksa dan Aisyah yang berdiri kaku di dekat tempat tidur Rindu.
"Maafkan aku Aisyah." Ada sesal yang kentara dalam suara Aksa.
"Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti, tidak usah lagi membahas soal itu."
"Biar aku jelaskan ... "
"Tidak usah menjelaskan apapun padaku, Mas. Aku ini baru calon istrimu, perempuan yang baru Mas lamar, Mas tidak punya kewajiban apapun padaku. Tapi sekarang Rindu adalah istri Mas Aksa. Mas Aksa punya kewajiban dan tanggungjawab penuh pada Rindu sebagai seorang suami. Allah dan para Malaikat menjadi saksi atas janji yang sudah Mas ucapkan saat ijab qabul."

Aksa terdiam, dia tahu Aisyah adalah perempuan hebat yang tak akan rapuh hanya karena kehilangannya. Tapi justru kini hati Aksa yang terluka perih dan terasa rapuh.
Aisyah membuka-buka catatan rekam medik Rindu.
"Rindu mengalami hyperemesis gravidarum, usia kehamilannya sekarang memasuki tujuh minggu. Jadi, karena ini Mas Aksa menikahinya?"
Sorot mata Aisyah tajam menelanjangi wajah Aksa. Aksa mengangguk. Aisyah membuang muka.
"Maafkan aku Asyiah."
"Minta maaf dan bertaubat pada Allah, bukan padaku. Aku tidak pernah menyangka laki-laki yang begitu aku kagumi, laki-laki yang beberapa hari lalu membuat hatiku merasa sangat bersyukur dan bahagia karena berjanji akan menghabiskan seluruh sisa hidup bersama denganku, tapi ternyata tidak lebih dari seorang pezina. Aku jijik, Mas. Sungguh tidak pernah menyangka Mas Aksa akan melakukan perbuatan keji itu. Aku kecewa bukan karena laki-laki yang sangat aku cintai menikah dengan perempuan lain beberpaa hari setelah melamarlu, tapi aku kecewa kenapa aku jatuh cinta pada laki-laki brengsek seperti Mas Aksa."

Aisyah berbicara dengan suara rendah namun penuh tekanan, nafasnya naik turun menahan amarah.
"Aku memang brengsek dan kamu perempuan baik, jadi aku memang tak pantas untuk kamu."
Aisyah mengusap matanya yang basah.
"Ya, Mas Aksa benar, seorang pezina hanya untuk pezina. Aku permisi dulu Mas, jaga istri dan calon anakmu baik-baik, jangan sampai istrimu dehidarasi berat lagi karena itu bisa membahayakan anak kalian."
Aisyah keluar kamar perawatan Rindu dengan bahu terguncang. Aksa menyaksikannya dengan hati getir.
"Maafkan aku, Aisyah." Lirih suara Aksa yang didengar Rindu tapi tidak didengar Aisyah.

Rindu yang dari tadi berpura-pura tidur, mendengar semua percakapan Aksa dan Aisyah dengan jelas. Ada apa dengan Aksa? kenapa tidak menjelaskan semuanya pada Aisyah? Apa harta yang dijanjikan Ayah telah menyilaukan mata Aksa dan membuat hatinya membeku sehingga rela meninggalkan perempuan yang sudah dilamarnya? Dan pelet apa yang telah ditabur Aksa pada Aisyah sehingga perempuan cantik, berpendidikan tinggi dan berprofesi sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan itu bisa Aksa taklukan. Padahal Aksa hanya pemuda kampung yang hidupnya banyak dihabiskan di sawah, bertani membantu orang tuanya, apa hanya karena tampang Aksa yang ganteng dan bertubuh atletis?

Aksa mendekat pada Rindu, membetulkan selimut yang sedang dipakai Rindu.
"Cepat bangun Rindu, jangan membuat aku khawatir. Aku sudah berjanji pada Ayah dan Ibumu untuk menjagamu dengan baik, tapi aku lalai, maafkan aku, Rindu."

Entah permintaan maaf keberapa yang hari ini dilontarkan Aksa untuk perempuan yang berbeda.
Perlahan Rindu membuka matanya, ternyata Aksa sedang berdiri tepat di sampingnya.
"Alhamdulillah kamu sudah bangun, sudah merasa baikan?"
"Aku mau pulang," jawab Rindu ketus.
"Iya, nanti kita pulang, tapi tidak hari ini, kamu masih harus istirahat dan di infus beberapa botol lagi untuk memulihkan kesehatanmu dan janinmu."
"Aku mau pulang sekarang, biarkan saja janin ini mati, biar kamu bisa segera menceraikan aku dan aku bisa bebas."

Aksa diam, cara terbaik untuk menghadapi orang yang sedang marah adalah dengan cara mendiamkannya. Perubahan suasana hati yang terjadi selama kehamilan terutama pada trimester pertama memang bisa membuat perempuan menjadi mudah merasa tersinggung, menangis, dan marah-marah gak jelas. Karena saat hamil hormon estrogen dan progesteron di tubuh perempuan akan mengalami peningkatan secara signifikan. inilah yang mempengaruhi zat kimia otak (neurotransmitter) yang berfungsi mengatur suasana hati. Dan lagi, suasana hati Rindu dipengaruhi masalah lain yang memperburuk kondisinya. Stress, kelelahan, perubahan metabolisme tubuh, morning sickness, pikiran yang meresahkan adalah faktor-faktor yang bisa mempengaruhi mood seorang ibu hamil.

"Mau makan bubur hangat? Sepertinya kamu belum makan dari kemarin, aku belikan ya, ada bubur ayam yang enak di dekat sini."
Aksa masih berusaha sabar, walau bagaimanapun sekarang Rindu adalah istrinya dan sebagai seorang suami Aksa harus faham kondisi psikologis seorang perempuan yang sedang hamil.
"Kamu ini tuli atau bego, aku bilang aku mau pulang!" Rindu meraih gelas minum yang ada di meja pasien lalu melemparkannya pada Aksa bertepatan dengan daun pintu yang terbuka.
"Mas Aksa awas ... !"
"Brak ... " Gelas itu mendarat tepat di kepala Aisyah. Darah segar mewarnai kedurung peach yang sedang dikenakan Aisyah. Aisyah mendorong tubuh Aksa yang hampir terkena lemparan gelas Rindu sehingga gelas itu mendarat di kepalanya.
"Masyaa Allah, Aisyah."
"Aku tidak apa-apa, Mas. Maaf tadi stetoskop aku ketinggalan, aku cuma mau mengambil ini."
Aisyah menyambar stetoskop yang tergeletak di meja, tangan kirinya memegangi kepala, ada darah merembes dari sana.
"Aku antar kamu ke IGD, ayo ..." Aksa menarik tangan Aisyah dan setengah berlari menarik Aisyah menuju IGD.
Di koridor Rumah Sakit, Aisyah meronta berusaha melepaskan cengkraman tangan Aksa.
"Lepaskan, Mas. Aku bisa mengurusi semua ini sendiri. Mas Aksa jaga Rindu saja, dia lebih membutuhkan Mas dari pada aku, dia lebih berhak atas Mas Aksa dari pada aku."
Aksa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Aisyah.
"Maaf, tadi aku spontan menarik tanganmu, aku tidak bermaksud .... "

"Aku kira berlari ke kota ini bisa menghindari pertemuan denganmu, Mas. Tapi ternyata kamu ada disini juga, kalau kita sering bertemu, itu akan membuatku semakin sulit untuk melupakanmu."
Aisyah berlari, Aksa menatap punggung Aisyah yang ringkih.
Dengan langkah gontai, Aksa kembali ke kamar rawat Rindu, namun betapa terkejutnya Aksa saat tidak mendapati Rindu di kamarnya.

-----
#RINDU_AKSARA_AISYAH
Part 3

Dua jahitan dalam dan tiga jahitan luar di daerah kepala, luka yang dihadiahkan Rindu untuk Aisyah di hari pertama pertemuan mereka.
Asiyah mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, pikirannya melayang pada suatu sore beberapa hari yang lalu saat ada telepon dari Aksa. Betapa bahagianya hati Aisyah, karena sebelumya mereka sudah berencana untuk pergi ke WO yang akan mengurusi acara pernikahan mereka yang sudah direncanakan dua bulan pasca lamaran. Namun dunia serasa runtuh saat suara dari seberang telepon sana terdengar suara Aksa yang agak serak.

"Aisyah, maafkan aku, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikah denganmu, aku akan menarik kembali lamaranku karena aku harus menikah dengan perempuan lain malam ini."
Ponsel yang sedang digenggam Aisyah jatuh ke lantai dan setelah itu Aisyah tidak bisa mendengar apapun lagi yang dikatakan Aksa.
Dan hari ini mereka dipertemukan kembali dengan status yang sudah berbeda. Aksa bukan lagi calon suaminya, tapi suami dari pasiennya.
Hari makin senja, lembayung sudah melukis langit yang sebentar lagi akan ditinggalkan matahari. Aisyah menurunkan kaca mobilnya.

"Ada apa sih Pak, di depan kok ramai banget sampai macet begini." Tanya Aisyah pada pedagang asongan yang menawarkan kanebo padanya.
"Ada orang pingsan, tadi hampir ketabrak, untungnya ditolongin sama temen saya, itu masih pingsan lagi mau dibawa ke Puskesmas."
Aisyah meminggirkan mobilnya, menghampiri kerumunan.
"Permisi Pak, Ibu, itu teman saya, tolong bantu saya angkat dia ke mobil saya. Saya dokter." Aisyah memeprlihatkan ID cardnya untuk menepis tatapan memcurigakan orang-orang yang sedang mengerubungi orang pingsan itu, Rindu.

Setelah di tidurkan di mobil, Aisyah kembali mengecek denyut nadi dipergelangan tangan Rindu, alhamdulillah denyut nadi Rindu masih kuat, Rindu mungkin hanya kelelahan saja.
"Kabur dari Rumah Sakit dan ngerepotin orang lain di jalanan, kekanak-kanakan banget." Gerutu hati Aisyah.
Aisyah memutar arah mobilnya, dia tahu kemana harus membawa Rindu.

__________________________________
"Rindu, bangun, kita sudah sampai."
Aisyah mengguncang-guncang bahu Rindu sambil menempelkan kapas alkohol di lubang hidung Rindu. Rindu menggeliat, matanya mengerjap-ngerjap.
"Ayo turun, istirahat di rumah, jangan banyak aktivitas dulu."
Rindu menatap heran pada Aisyah yang membantunya keluar dari mobil, dimana Aisyah menemukannya?
"Kenapa kamu membawaku kesini?"
"Karena ini rumahmu, iya kan?" Aisyah tersenyum, manis. Berusaha mengurai rasa perih yang tiba-tiba saja seperti menusuk setiap sel di dalam tubuhnya.
"Aku mendengar percakapan kamu dan Aksa waktu di Rumah Sakit."
Aisyah terhenyak mendengar pengakuan Rindu namun berusaha tetap tenang, Rindu tidak boleh tahu gemuruh yang membuncah di hatinya.
"Semua itu masa lalu, sudah selesai."
"Tapi rasa di hati kalian belum selsai kan?"

"Rindu, kenapa Allah menciptakan mata di depan? agar kita hanya fokus melihat masa depan, bukan masa lalu. Ayo masuk, di luar dingin, kamu pegang kunci rumahnya kan?"
Aisyah tidak menghiraukan pertanyaan Rindu.
Rindu menggeleng. "Aku tidak punya."
Aisyah duduk di kursi taman, Rindu mengikutinya.
"Kalau begitu tunggu Mas Aksa pulang saja, boleh aku temani? Aku khawatir kamu kabur lagi, jangan bikin Mas Aksa khawatir."
"Kenapa kamu membawa aku kesini?" Rindu mengulangi pertanyaan yang sama.
"Karena aku tahu, setelah menikah Mas Aksa pasti akan mengajak istrinya tinggal di rumah impiannya ini." Aisyah menatap bagian depan rumah dengan sedikit senyum yang tersungging dari bibirnya, senyum penahan air mata yang nyaris berloncatan. Dulu Aksa pernah meminta pendapat Aisyah sebelum membeli rumah ini. Dulu mereka berencana untuk menghabiskan sisa hidup mereka bersama di rumah ini, bersama anak-anak yang akan semakin menyempurnakan rumah tangga mereka, tapi mimpi itu kini sudah pudar.
"Kenapa kamu tidak mempertahankan Aksa?"
"Aku tidak bisa mempertahankan orang yang ingin pergi untuk tetap tinggal." Aisyah bergumam.
"Kamu masih mencintai Aksa?"

"Apa wajahku wajah seorang pelakor? Bagiku pernikahan adalah janji yang sakral, bukan hanya antara dua manusia tapi antara dua manusia dengan Allah juga. Janji pernikahan harus ditepati tanpa tapi."
"Kenapa kamu menerima lamaran Aksa kalau melepaskannya begitu saja?"
"Islam kan sudah memberi tuntunan bagi kita dalam memilih calon suami, kita sebaiknya memilih laki-laki yang shaleh dan taat beragama walaupun miskin, seorang laki-laki yang lembut, penyayang dan dapat melindungi, tidak cacat dan tidak mandul. Bukankah Mas Aksa memiliki semua kriteria itu? Lantas alasan apa yang bisa aku pakai untuk menolak lamaran laki-laki sesempurna Mas Aksa? Eh itu Mas Aksa datang."

Fortuner putih memasuki halalaman rumah, bahkan hanya dengan melihat mobilnya saja Aisyah sudah tahu kalau yang datang adalah Aksa, sedangkan Rindu tidak pernah tahu apakah Aksa punya mobil atau tidak.
"Alhamdulillah, Rindu. Seharian ini aku mencarimu, ke rumah Ayah dan Ibu tapi tidak ada, aku juga mendatangi semua rumah temanmu tapi semua tidak ada yang tahu, aku hampir putus asa. Kamu baik-baik saja kan?"
Aksa memeluk Rindu, kekhawatiran Aksa memang tidak dibuat-buat, Aksa sungguh sangat mengkhawatirkan Rindu, istrinya. Rindu membiarkan Aksa memeluknya, tidak ada perlawanan, ini sentuhan pertama Aksa untuknya setelah mereka resmi berstatus sebagai suami isteri.
"Maaf, aku permisi. Rindu sudah ada di tempat yang tepat bersama orang yang tepat. Assalamualaikum." Aisyah bergegas melangkah menuju mobil, air matanya berjatuhan. Pemandangan yang baru saja dilihatnya membuat kedua tangan Aisyah terasa dingin, ada perih yang menjalari relung hatihya.

"Terimaksih banyak Aisyah sudah mengantarkan istriku pulang."
Asiyah memacu mobilnya sampai hilang ditikungan tanpa menjawab ucapan terimakasih dari Aksa.
Aksa melepaskan pelukannya pada Rindu.
"Masuklah, istirahat." Rindu menurut, Aksa duduk di kursi taman yang tadi diduduki Rindu dan Aisyah.
"Ini mungkin cara pengecut, tapi hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membuatmu sempurna melupakanku, Aisyah. Anggaplah aku hidup bahagia dengan Rindu, istriku, sehingga kamu bisa semakin menjauh dariku."

___________________________
"Itu mobil dari Ayah? Terus saja semua harta Ayahku kamu porotin sampai habis, biar setelah bercerai dariku aku jadi gembel dan kamu jadi orang kaya, jadi kamu bisa balas dendam sama aku sampai puas."
"Jangan samakan aku sepertimu yang mengukur orang lain hanya dengan harta."
"Dan jangan samakan aku dengan Aisyah yang bisa mencintaimu sepenuh hati, aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu, laki-laki miskin kampungan yang rela melakukan apapun demi harta, kenapa kamu tidak jadi gigolo aja sekalian."
"Jangan bawa-bawa nama Aisyah, dia ... "
"Dia perempuan yang kamu cintai tapi kamu tinggalkan demi menikahiku karena iming-iming harta Ayahku? Aku pura-pura tidur saat kalian berbicara, jadi aku mendengar semua yang kalian bicarakan."

"Sudah cukup, Rindu. Sekarang aku suamimu dan kamu istriku, masing-masing kita punya hak dan kewajiban yang harus sama-sama kita tunaikan, tidak usah melibatkan orang lain. Aku akan belajar jadi suami yang baik untukmu dan tolong kamu belajarlah untuk menjadi istri yang baik untukku."
"Jangan mimpi!"

Rindu membanting pintu kamarnya. Aksa mendorong pintu itu hingga terbuka.
"Rindu, sekarang ini aku adalah suamimu dan kamu adalah istriku. Seorang istri wajib taat pada suaminya terhadap segala yang diperintahkannya selama tidak termasuk perbuatan durhaka pada Allah. Ketaatan istri kepada suami telah diwajibkan Allah sebagaimana Allah mewajibkan jihad pada laki-laki. Allah menetapkan pahala mati syahid atau kemenangan di dalam jihad seperti pahala istri yang taat kepada suaminya. Hanya saja jihad itu fardhu kifayah, sedangkan ketaatan istri pada suami itu fardhu ain atas setiap istri selama terdapat ikatan perkawinan antara dia dan suaminya."

Aksa mencoba memberi pengertian pada Rindu. Aksa tahu, tidak mudah meluruskan tulang yang bengkok, kalau dipaksakan akan patah. Aksa teringat sabda Rasulullah SAW yang mengatakan, "Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Jika engkau meluruskannya (sekaligus) maka engaku akan mematahkannya. Maka bersikap lembutlah dengannya niscaya engkau dapat hidup dengannya."

Allah SWT menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki yang paling bengkok yaitu tulang rusuk yang paling atas. Itu bukan berarti kebengkokan dalam bentuk, tulang atau anggota tubuh tetapi kebengkokan dalam diri perempuan itu dalam watak atau karakternya, dalam akhlak dan cara memahami masalah.

_______________________________

Pagi yang sepi dan bisu, dua orang yang seperti orang asing duduk satu meja untuk sarapan tanpa saling bicara dan tanpa menyentuh sarapannya.
"Hari ini aku akan ke rumah Abah dan Umi, mau membantu mereka panen. Aku tidak akan mengajakmu kesana karena pasti kamu tidak mau dan tidak akan merasa nyaman disana. Istirahatlah di rumah, pulihkan kondisi kesehatanmu."

Rindu diam, ia mengamati wajah teduh Aksa yang sedang menatap jus jeruk yang dia buat sendiri. Rindu tidak pernah memasak atau menyiapkan apapun untuk Aksa.
"Dito pulang hari ini, aku akan menemuinya. Dito itu Ayah dari anakku."
"Tidak boleh, aku tidak mengijinkanmu untuk bertemu dengan laki-laki itu. Dia bukan Ayah anakmu secara hukum, anak yang nanti kamu lahirkan hanya bernasab padamu."
"Kenapa tidak boleh? kamu cemburu?"
"Cemburu itu hanya ada ketika ada rasa cinta. Apakah ada cinta diantara kita? tidak ada kan? kita menikah bukan karena cinta tapi tetap saja kita harus menghormati ikatan pernikahan yang telah mengikat kita."
"Aku tetap akan menemui Dito." Rindu bersikeras.
"Jika tidak bisa menghormatiku sebagai seorang suami, setidaknya jagalah nama baik aku dan keluargaku juga keluargamu."
Aksa berdiri lalu masuk ke kamarnya, tidak lama dia sudah keluar lagi dengan tas ransel yang selalu dibawanya.
"Aku pamit ke rumah Umi, assalamualaikum."

____________________________

Rindu mengamati rumah sederhana yang ada di depannya, rumah milik keluarga Aksa. Kalau bukan karena dipaksa Ayah dan Ibu untuk menyusul Aksa kesini sungguh Rindu tidak akan sudi menginjakan kaki di rumah ini.
"Masyaa Allah, Neng Rindu, ayo masuk, Neng."
Dengan ramah Umi menyambut kedatangan Rindu.

"Duduk dulu, Aksa sedang ke sawah membantu Abah, sebentar lagi juga pulang. Kenapa Neng Rindu kesini? kata Aksa, Neng Rindu sedang masa pemulihan jadi harus istirahat dan tidak bisa ikut kesini. Tunggu sebentar ya, Umi siapkan minum dulu."

Rindu duduk di kursi kayu yang ada di teras depan rumah Aksa. Dari kejauhan terlihat laki-laki tegap menenteng cangkul dengan baju penuh lumpur berjalan menuju rumah, mendekat pada Rindu.
"Ya Tuhan, dosa apa yang sudah aku lakukan sehingga Engkau menghukum aku dengan menghadirkan laki-laki udik ini dalam kehidupanku." Rindu bergidik, suara hatinya berkecamuk. Aksa memang sangat mirip dengan Ji Chang Wook, aktor Korea yang membintangi drama Melting Me Softly, namun jika tampilannya berlumpur seperti itu, luntur semua kegantengan dan kharismanya. Sangat berbeda dengan Dito yang tampak smart dan selalu berpenampilan fashionable.
"Sayang, kenapa nyusul kesini bukannya istirahat di rumah, kangen ya sama suamimu ini?" Aksa tersenyum manis, matanya berbinar menyapa Rindu yang sedang duduk di teras rumahnya. Sebaliknya, mata Rindu membulat, ia merasa mual dengan apa yang dikatakan Aksa.

Aksa memberi isyarat dengan ujung matanya, ada umi dengan nampan berisi beberapa gelas berisi minuman berdiri tak jauh dari mereka.

"Umi, lihat menantu Umi, baru Aksa tinggal sebentar saja sudah menyusul kesini, Rindu memang tidak bisa jauh dari Aksa Mi, katanya Aksa ngangenin." Aksa kembali tertawa renyah, dan tawanya semakin lebar saat melihat wajah Rindu tiba-tiba berwarna merah.
"Sana mandi dulu, nanti kita makan siang bareng. Abah kemana Sa?"
"Abah sedang ngasih penyuluhan dulu ke para petani, Mi."

__________________________

Aksa keluar dari kamar dengan penampilan yang sudah sangat berbeda. Rindu mencuri pandang dan saat itu Aksa juga sedang memandang ke arah Rindu.
"Umi, maaf Aksa tidak bisa makan siang bareng, Aksa harus segera pergi. Malam ini Aksa ada keperluan ke luar kota mungkin baru bisa pulang besok, Aksa titip Rindu ya Mi."
"Iya Aksa, hati-hati ya di jalan, jangan ngebut, semoga Allah memudahkan urusanmu dan melancarkan lisanmu untuk berbagi kebaikan."

"Aamiin" Aksa mencium tangan umi takzim. Doa orang tua untuk anaknya adalah doa yang mustajab, yang menjadi salah satu faktor penting untuk kesuksesan anak-anaknya.
"Sayang, aku pergi dulu ya, istirahat dan makan yang cukup, jangan bikin aku khawatir." Aksa mendekat pada Rindu lalu mencium keningnya. Rindu tidak bisa mengelak karena tangan kiri Aksa menahan kepala Rindu dari belakang saat Aksa mencium keningnya."

"Jangan kurang ajar." Desis Rindu pada telinga Aksa. Aksa hanya tersenyum lalu tangan kanannya meraih tangan kanan Rindu dan membawa tangan Aksa pada bibir Rindu, seolah-olah Rindu sedang mencium tangan Aksa, layaknya seorang istri yang mencium tangan suaminya saat akan pergi.
Wajah Rindu kembali bersemu merah, ada getar tak biasa dihatinya, entah karena apa.

"Alhamdulillah, Umi bahagia melihat kalian bisa menjadi suami istri yang baik dan saling menyayangi, semoga Allah selalu merahmati dan memberi keberkahan untuk rumah tangga kalian." Mata umi tampak berkaca-kaca.

___________________________

"Rindu, tidur sama Umi saja di kamar Umi, kamar Aksa sudah lama tidak ditempati dan Umi belum sempat membersihkan debu-debunya. Kebetulan Abah malam ini giliran ronda."
Rindu mengangguk, entah harus memanggil perempuan setengah baya itu dengan panggilan apa, memanggilnya Umi seperti Aksa memanggilnya, atau tetap memanggil Bi Fatimah, sapaannya selama ini.
"Umi tidur duluan saja, Rindu belum ngantuk." Rindu menjatuhkan tubuhnya pada kursi rotan di depan tv.
"Kalau perlu apa-apa panggil Umi saja ya, jangan sungkan. Itu sudah Umi siapkan teh jahe, jangan lupa diminum ya."
Rindu hanya menjawab dengan helaan nafas panjang. Sungguh tak nyaman berada disini. Rindu teringat Dito yang pasti cemas menunggunya dari siang. Rindu sengaja mematikan ponselnya karena Dito pasti akan terus menghubunginya. Dito belum tahu kalau Rindu sudah menikah.
Rindu meraih remot dan menyalakan tv berukuran 32 inc itu, mencari-cari chanel yang bisa menemaninya begadang malam ini karena kantuk yang tak juga datang.

"Indonesia kan lagi heboh nih Dok dengan kasus Covid-19 karena sudah ada dua orang yang positif terinfeksi virus itu dan masyarakat ramai-ramai menyerbu apotik dan toko obat untuk membeli masker. Sebenarnya seurgent apa sih masker itu untuk masyarakat, Dok?"
Rindu membesarkan volume TV, matanya fokus pada layar datar yang hanya berjarak sekitar tiga meter dari tempatnya duduk. Rindu menutup mulutnya dengan telapak tangan kiri saat seseorang menjawab pertanyaan reporter dalam acara talk show di sebuah stasiun televisi terbesar di Indonesia.
"Sebenarnya masker itu hanya diperlukan oleh mereka yang sakit, kita sebagai orang sehat tidak perlu memakai masker. Yang beresiko menularkan virus kan mereka yang terinfeksi, agar virus itu tidak tersebar melalui percikan air liur saat batuk makanya penderita wajib pakai masker. Jadi, langkah terbaik untuk kita menghadapi virus Corona saat ini bukan dengan berburu masker, tapi dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita, virus itu hanya menyerang pada mereka yang daya tahan tubuhnya lemah. Kita harus cukup makan dan minum, cukup istirahat, rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir atau pakai hand sanitizer, jangan lupa etika batuknya dan hindari bepergian ke tempat-tempat virus itu mewabah ... "

Kepala Rindu terasa berat saat membaca tulisan di layar televisi ketika laki-laki berjas putih itu berbicara, dr. Aksara Rizqy Hasyim, Sp. P (K).

----

#RINDU_AKSARA_AISYAH
Part 4

Rindu bergeliat, lalu menarik kembali selimut yang dikenakannya, hari masih terlalu pagi untuk bangun, mentari saja belum muncul dari peraduannya.
"Neng Rindu, bangun, sholat subuh dulu, itu sajadah dan mukenanya sudah Umi siapkan." Terdengar bisikan lembut suara umi di telinga Rindu. Perempuan itupun keluar sambil merapatkan kembali daun pintu kamar.

Rindu menyingkap selimut dan mengamati seluruh area kamar, tampak deretan buku tersusun rapi di rak-rak yang berjejer. Kamar ini lebih mirip perpustakaan hanya aja ada tempat tidurnya. Sepertinya ini kamar milik Aksa. Rindu bangkit, meraih beberapa buku yang semuanya adalah buku kedokteran. Rindu menggeser langkahnya mendekati rak buku lain, deretan buku tentang agama tersusun rapi.
Ada yang menarik perhatian Rindu saat membuka laci meja baca Aksa, ada sebuah kotak beludru berwarna navy di dalamnya. Rindu membuka kotak itu perlahan, ternyata isinya sebuah kalung mas putih dengan liontin berinisial A. Di dekat kotak itu ada sebuah buku yang masih bersegel dihiasi pita warna navy juga, buku berjudul 'Aisyah. Mungkin itu hadiah yang dipersiapkan Aksa untuk diberikan pada Aisyah tapi belum sempat Aksa berikan karena tiba-tiba Rindu hadir dalam hidup Aksa, kehadiran Rindu dalam hidup Aksa menjadi jurang pemisah yang terjal bagi Aksa dan Aisyah.

Rindu menutup kembali laci lalu duduk di ujung tempat tidur, ia mengingat-ingat kejadian semalam, sepertinya ia tertidur di kursi rotan depan tv setelah menonton Aksa menjelaskan tentang Covid-19 dengan begitu jelas dan rinci.
____________________________________

"Semalam Aksa pulang larut malam sehabis jadi narasumber di tv, tadinya dia tidak akan pulang karena pagi ini dia diundang oleh tv lain untuk menjadi narasumber juga. Tapi katanya dia mencemaskanmu jadi Aksa menyempatkan pulang meski sampai rumah larut malam dan dia harus berangkat lagi sebelum subuh. Aksa melihatmu tertidur di kursi jadi dia menggendong dan menidurkanmu di kamarnya setelah dia bersihkan terlebih dahulu. Bagaimana tidurmu? nyenyak?" Umi menjelaskan panjang lebar tentang kejadian semalam sambil menyiapkan sarapan pagi untuk Rindu dan Abah.
Rindu mengangguk.

"Neng Rindu tidak betah ya tinggal disini?" Umi melihat ketidaknyamanan dalam sikap Rindu, Rindu sangat sedikit sekali bicara.
Rindu jadi agak merasa bersalah pada umi, sikap Rindu yang tidak ramah pada Aksa selama ini menular juga pada sikapnya terhadap Umi.
"Rindu hanya belum bisa beradaptasi saja, Umi. Rindu Belum terlalu akrab dengan Umi dan Abah."
"Tidak apa-apa, Aksa pasti akan banyak membantumu. Itu acara Aksa sudah mulai."

Umi menghentikan aktivitasnya menata meja makan lalu menarik tangan Rindu untuk duduk di kursi rotan depan tv.
Rindu memperhatikan Aksa dibalik layar kaca yang sedang tersenyum manis saat host acara tv itu memperkenalkannya, dr. Aksara Rizqy Hasyim, seorang dokter spesialis paru dan konsultan dibidang pulmonologi juga. Dengan seksama umi dan Rindu mendengarkan penjelasan Aksa tentang enam langkah cuci tangan menurut WHO yang harus kita lakukan untuk mengurangi paparan virus Corona.
"Baiklah sekarang saya akan praktekkan enam langkah cuci tangan menurut WHO, yang di rumah bisa ikut praktek juga ya, ayo ikuti gerakan saya.

Pertama tuang sabun atau cairan antiseptik ke telapak tangan kita, lalu ratakan ke seluruh permukaan telapak tangan dengan sedikt tekanan dengan menggosok telapak tangan dengan posisi telapak pada telapak, lakukan sekitar empat detik. Langkah kedua, simpan telapak tangan kanan pada punggung telapak tangan kiri dengan jari-jari saling menjalin lalu gosok juga dengan sedikit tekanan, lakukan sekitar empat detik. Langkah ketiga, bersihkan sela-sela jari tangan dengan meletakkan telapak tangan kanan pada telapak tangan kiri dengan jari saling menjalin, karena sela-sela jari merupakan tempat bersembunyinya kuman, lakukan kurang lebih empat detik juga. Langkah ke empat, bersihkan punggung jari-jari tangan dengan tangan berlawanan dan jari-jari saling mengunci, ini juga sama lakukan selama empat detik. Langkah kelima, bersihkan ibu jari, gosok memutar dengan ibu jari mengunci pada telapak tangan kanan dan sebaliknya, lakukan selama empat detik. Ibu jari menjadi salah satu bagian jari tangan yang paling aktif beraktivitas. Langkah terakhir, bersihkan bagian ujung jari tangan dengan gerakan menguncup, gosok memutar ke arah belakang dan ke arah depan dengan gerakan tangan kanan mengunci pada telapak kanan dan sebaliknya. Lakukan selama empat detik juga.

Kalau kita mencuci tangan di air kran, jangan tutup kran dengan tangan kita secara langsung, tapi pakailah tisu atau handuk untuk menutupnya.

Sekarang kita jelaskan tehnik batuk dan bersin yang efektif karena batuk dan bersin ini bisa mengeluarkan percikan air liur atau dahak yang mengandung Corona virus juga. Begini tehnik batuk dan bersin yang benar, pertama tutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan memakai tisu, lalu buang tisu ke tempat sampah yang tertutup, jika tidak ada tempat sampah misalkan kita lagi di kereta atau angkutan umum yang lainnya bisa masukkan tisu itu ke kresek, lalu ikat kresek itu dengan erat simpan dulu di tas, nanti buang kalau ada tempat sampah. Setelah batuk atau bersin, cuci tangan dengan sabun atau antiseptik di air mengalir. Jangan lupa pakai masker saat flu atau pilek. Jika saat kita batuk atau bersin tidak ada tisu, kita bisa menggunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup mulut dan hidung saat bersin atau batuk."

"Selain itu, apa sih Dok yang harus kita lakukan dalam upaya pencegahan Covid-19 ini?"
"Hindari tempat yang ramai atau berdesakan jika tidak terpaksa, gunakan masker jika kita sedang berada di keramaian, tapi kalau sedang sendirian atau berada di tempat yang tidak terlalu banyak orang, kita sebagai orang yang sehat tidak perlu memakai makser, masker itu seharusnya dipakai oleh orang yang sakit. Cara pncegahan lainnya dengan cuci tangan setelah kontak benda dan lingkungan sekitar, cuci tangannya sebaiknya enam langkah seperti yang tadi sudah dijelaskan. Lalu hindari menyentuh mulut, hidung dan mata dengan tangan yg belum dibersihkan karena di daerah mulut, hidung dan mata itu terdapat mukosa, dan sebaiknya hindari sumber penularan (orang sakit). Perlu diingat bahwa Covid-19 belum ada obatnya dan belum ada vaksinnya, pengobatan hanya bersifat symptomatis saja, yaitu mengobati tanda dan gejala yang muncul."

Host acara tersebut manggut-manggut, lalu mengajukan pertanyaan berikutnya.
"Ada gak sih Dok tanda dan gejala yang khas dari seseorang yang sudah terinfeksi Covid-19?"
"Tanda dan gejala Covid,-19 ini sama dengan tanda-tanda umum infeksi, termasuk gejala pernapasan, demam, batuk, sesak napas dan kesulitan bernafas. Pada kasus yang lebih parah, infeksi dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian, masa inkubasi adalah 2 hari atau selama 14 hari setelah paparan. Ini didasarkan pada apa yang telah dilihat sebelumnya sebagai masa inkubasi virus MERS2. Dan perlu ditanyakan adakah riwayat berkunjung ke negara-negara atau wilayah-wilayah yang sudah ada kasus Covid-19 yang sudah terkonfirmasi."
Rindu dan umi memperhatikan Aksa dengan rasa yang berbeda, Umi merasa bangga dan bahagia melihat Aksa ilmunya bisa bermanfaat untuk orang lain sedangkan Rindu diam-diam merasa kagum pada Aksa yang pintar, low profile dan sangat care terhadap orang-orang disekitarnya.

"Umi, dulu Aksa kuliah dimana?" tanya Rindu memberanikan diri bertanya.
"Kuliah dokter umumnya di UI, spesialisnya di UGM. Ayah kamu yang banyak membantu Aksa, meski Aksa dapat beasiswa tapi banyak sekali kebutuhan keuangan yang harus dikeluarkan setiap bulannya. Kalau saja Ayahmu tidak berbaik hati untuk membantu kami mungkin Aksa tidak akan pernah merasakan bangku kuliah dan jadi orang yang bermanfaat untuk orang lain seperti sekarang ini."
Umi menggenggam tangan Rindu, kehangatan menjalari suasana hati Rindu.
Acara Aksa di tv selesai. Umi kembali dengan aktivitasnya, Rindu sesekali membantu meski tampak kaku.
"Umi, Rindu mau pamit duluan, sudah dua minggu ini Rindu tidak ke kantor, ada banyak yang harus Rindu selesaikan disana."
"Tidak menunggu Aksa pulang dulu?"
"Rindu bisa pergi sendiri, nanti naik taksi online aja dari sini."

Memang sudah dua minggu ini Rindu sama sekali tidak mengurusi semua pekerjaannya dan hari ini Rindu berencana ke butik lalu pergi ke garmen untuk memastikan semua usahanya berjalan baik ditangan pegawai-pegawai kepercayaannya.
Rindu menyalakan ponselnya yang ia matikan dari kemarin karena menghindari Dito. Rindu akan mengabari karyawannya kalau hari ini dia akan datang. Banyak pesan yang masuk.
"Rindu, kamu dimana? tolong angkat teleponku." Pesan dari Dito.
"Sayang, kamu marah? kenapa mengacuhkanku? Aku menunggumu di cafe tapi kamu tidak datang, aku datang ke rumahmu tapi secutity di rumahmu tidak mengizinkan aku masuk, aku nunggu lama berharap kamu ada tapi ternyata tidak ada. Aku juga datang ke butik tapi kata Eva kamu sudah dua minggu tidak datang ke butik, dari butik aku langsung ke garmenmu tapi sama juga, kata sekretarismu kamu sedang cuti tapi tidak tahu sampai kapan. Aku sampai bela-belain datang ke cabang butikmu yang ada di Bandung, tapi kamu tidak ada disana juga. Kamu dimana, Sayang?"
Dito ternyata mencarinya, Rindu kembali mematikan ponsel dan berfikir untuk membatalkan semua rencana hari ini untuk ke butik dan garmen karena kemungkinan besar Dito masih akan mencarinya kesana, jadi Rindu memutuskan untuk pulang ke rumah saja, istirahat disana. Rindu belum siap betemu Dito dan menjelaskan semua yang terjadi
____________________________

"Sudah sampai, Mbak. Jalan Anggrek nomor 8." Sopir taksi online dengan ramah memberi tahu Rindu yang sedang menatap kosong ke arah jendela.
"Iya Pak." Rindu hendak membuka handle pintu mobil, namun urung saat matanya melihat ada mobil milik Aisyah terparkir di halaman rumah.
"Sedang apa perempuan itu di rumah Aksa? Apa Aksa janjian dengan Aisyah untuk bertemu di rumah ini selagi Rindu tidak ada? ternyata Aksa dan Aisyah tidak sealim dan sepolos penampilannya, munafik." Tangan Rindu mengepal, rahangnya mengeras.
"Putar balik, Pak."
Rindu kembali menyalakan ponselnya, menelepon sekretarisnya untuk menanyakan apakah ada seseorang yang bernama Dito yang sedang menunggunya, jawaban sekretarisnya katanya tidak ada. Syukurlah, jadi Rindu bisa pergi ke garmen untuk mengecek semuanya setelah ia tinggalkan hampir dua minggu ini.
_________________________________

Aksara bergegas turun dari mobil lalu masuk ke dalam sebuah butik.
"Assalamualaikum. Permisi Mbak, ada istri saya?" tanya Aksa pada seorang resepsionis butik.
"Istri Bapak?"
"Iya, Rindu istri saya. Apakah ada disini?"
Resepsionis itu tampak mengernyitkan kening saat mendengar pertanyaan Aksa lalu melirik ke arah laki-laki yang sedang duduk di sofa yang saat itu sedang melihat ke arah Aksa dengan tatapan aneh. Laki-laki itu bangkit dari duduknya lalu mendekat pada Aksa.
"Kamu siapa?" tanya laki-laki itu pada Aksa dengan nada tidak ramah.
"Tadi saya mendengar kamu menyebut nama Rindu." Lanjut laki-laki itu, tatapannya menyelidik pada Aksa.
"Iya, Rindu istri saya, pemilik butik ini." Jawab Aksa ramah dan tenang.

"Jangan asal ngomong kamu, Rindu itu pacar saya." Laki-laki berkulit cokelat itu hendak mencrengkaram kerah baju Aksa, Aksa segera menepisnya.
"Mas Dito sabar." Resepsionis yang tadi tampak cemas dengan keadaan yang terjadi dan berusaha menenangkan laki-laki yang dipanggilnya dengan sebutan Mas Dito.
"Jadi, kamu yang namanya Dito?"
"Iya, calon suami Rindu, pemilik butik ini."
"Rindu sudah menikah dengan saya."
"Jangan sembarangan kalau ngomong." Dito melayangkan kepalan tangan kanannya hendak meninju muka Aksa.
"Hentikan!"
Seorang perempuan lari tergopoh-gopoh dari arah pintu masuk mendekati Dito dan Aksa, dia Rindu.
"Sayang, kamu kemana saja? dari kemarin aku menghubungi kamu tapi ponsel kamu tidak aktif terus." Dito memburu kedatangan Rindu, hendak memeluknya namun tangan kekar Aksa menarik bahu Dito dari belakang.
"Jangan sentuh istriku." Tegas Aksa membuat seluruh pasanga mata terbelalak tak terkecuali seorang perempuan yang sedang duduk di kursi yang terletak di sudut ruangan. Dari tadi perempuan itu melihat semua adegan drama yang terjadi dengan hati teriris.

"Tolong beri aku waktu untuk bicara dengan Dito." Rindu meminta pengertian Aksa.
"Dito, kita bicara di luar." Rindu melangkahkan kaki menuju taman kecil di halaman butik, Dito mengikutinya dengan segala kebingungan.
Aksa menjatuhkan tubuhnya ke sofa, matanya tidak lepas dari sosok Dito dan Rindu yang terlihat sedang berbicara dengan raut muka tegang, ia terus memperhatikan dari balik kaca.
"Mbak Aisyah maaf menunggu lama." Seorang pegawai butik melangkah menuju kursi di sudut ruangan.
"Iya tidak apa-apa."

Konsentrasi Aksa dari Dito dan Rindu buyar saat mendengar suara seseorang yang sangat dikenalnya. Mata Aksa melirik ke sumber suara, ada Aisyah disana sedang berbicara dengan pegawai butik, jarak mereka tidak terlalu jauh sehingga Aksa masih bisa mendengar semua obrolan mereka.
"Sayang sekali ya Mbak pernikahannya harus dibatalkan padahal gaun pengantinnya sudah mulai kami kerjakan, Mbak Aisyah pasti cantik banget kalau pakai gaun itu."
Aisyah tersenyum hambar.
"Sekali lagi saya mohon maaf, gaunnya akan tetap saya bayar penuh tapi silahkan Mbak kasihkan saja gaun itu ke orang yang memerlukan, tidak akan saya ambil."
"Apa mau kami refund saja? gaunnya baru sekitar 25% kami kerjakan kok."
"Tidak usah, saya bayar penuh saja. Oh iya, apa Rindu pemilik butik ini?"
"Iya, Mbak kenal sama Mbak Rindu?"
Aisyah mengangguk.
"Ngomong-ngomong, Mbak Aisyah kenapa batal menikah? calon suaminya selingkuh sama permepuan lain?"
Aksara menatap Aisyah yang sedang menunduk.
Aisyah menggeleng.
"Lalu kenapa? apa kalian di jodohkan dan tidak saling mencintai?"
Aisyah kembali menggeleng.
"Mungkin kami tidak berjodoh." Jawab Aisyah singkat.

Aksa semakin lekat menatap Aisyah yang sedang mengangkat kepalanya. Pandangan mereka beradu sesaat. Ada desir hebat yang Aisyah rasakan yang juga dirasakan Aksara. Jarak mereka cukup dekat tapi terasa begitu jauh. Keduanya seperti sedang saling bicara lewat tatapan mata masing-masing, ada gurat kerinduan yang tak bisa mereka sembunyikan. Mereka sedang berusaha saling melupakan, perlu waktu untuk bisa benar-benar menghilangkan rasa yang pernah ada diantara mereka, tidak mudah karena cinta diantara keduanya masih besar meski sama-sama saling menutupi dan meredam.

"Semuanya sudah selesai kan Mbak? Saya pamit dulu, sisa pembayaran gaunnya nanti saya transfer."
"Baik Mbak, kalau Mbak nanti berencana menikah lagi semoga Mbak masih mempercayakan pembuatan gaun pengantinnya pada butik kami."
Aisyah berdiri lalu berjalan melewati Aksa. Aisyah hanya sedikit menganggukkan kepalanya pada Aksa.
"Aisyah ... ada salam dari Umi dan Abah, kalau ada waktu luang kunjungilah mereka, mereka pasti senang."
"Insyaa Allah nanti kalau aku sudah siap."
"Aisyah, sekali lagi aku minta maaf."
"Tidak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang menyelesaikan semua sisa urusan rencana pernikahan kita kemarin."
"Ada yang bisa aku bantu?" Aksa merasa tidak adil jika hanya Aisyah yang menyelesaikan apa yang sudah mereka muali berdua.
Aisyah menggeleng.
"Aku hanya ingin Mas Aksa segera bertaubat pada Allah, aku tidak tahu pernikahan untuk menutupi aib apakah termasuk ibadah atau tidak. Yang harus kalian lakukan itu bukan menikah tapi kalian harus dijilid masing-masing 100 kali cambukan. Mungkin kalian bisa menutupi aib kalian dari mata manusia tapi tidak di mata Allah, perbuatan keji kalian tetap akan diminta pertanggungjawaban."
Aksa terdiam, Aisyah tidak perlu tahu yang sebenarnya terjadi. Biarlah Aksa tetap terlihat buruk di mata Aisyah, perempuan yang hingga kini belum mampu ia singkirkan dari hatinya. Ini salah satu kesalahan Aksa dalam posisinya sebagai seorang suami, ia belum bisa mencintai istrinya dan masih menyimpan rasa cinta untuk perempuan lain.

"Jadi kalian barengan kesini? mau beli gaun pengantin? kalian mau menikah dibelakangku? Aksa, suami macam apa kamu yang berdua-duaan di rumah dengan mantan calon istrinya disaat istrinya tidak ada di rumah? Aku kira kalian orang alim, tenryata sama bejatnya denga aku dan Dito. Akting kalian sungguh luar biasa. Berpura-pura baik padaku demi materi dari Ayahku."
Rindu bertepuk tangan sambil tersenyum sinis.

----

#RINDU_AKSARA_AISYAH
Part 5

"Apa maksud kamu?" Aksa tidak mengerti dengan semua yang dikatakan Rindu.
"Tadi aku melihat mobil Aisyah terparkir di halaman rumah, kalian sedang ada di dalam kan? seorang laki-laki dan perempuan ada di dalam rumah berduaan, you knows lah apa yang terjadi." Rindu tersenyum sinis, ujung matanya mendelik pada Aisyah yang terjebak dalam situasi yang sungguh di luar dugaan.
"Kamu salah faham, Rindu. Aku memang datang ke rumah kalian karena aku tahu Mas Aksa sedang tidak ada di rumah. Aku ada perlu sama kamu, aku datang sebagai dokter yang mengobatimu, bukan sebagai perempuan yang calon suaminya kamu rebut." Suara Aisyah bergetar, ada kemarahan yang sedang berusaha ia redam.

"Rindu, tolong jaga ucapanmu, tidak seharusnya kamu berburuk sangka pada Aisyah."
"Kamu membela Aisyah? mantan calon istrimu yang sekarang sudah berubah status menjadi selingkuhanmu? pelakor berkerudung, memalukan sekali kamu Aisyah."

Aisyah menarik nafas dalam, lalu membuang muka ke arah jendela. Lebih baik ia tidak meladeni Rindu karena hanya akan membuat kemarahannya semakin membuncah.
"Terserah kamu mau menilai aku seburuk apa. Jika ada waktu temuilah aku di Rumah Sakit, ada yang harus aku bicarakan terkait hasil pemeriksaanmu yang belum sempat aku jelaskan karena kamu keburu kabur dari Rumah Sakit."

"Kamu pikir aku mau berobat lagi sama kamu? Aku bisa mencari dokter terbaik di negeri ini, uangku bisa membayar mereka yang jauh lebih kompeten dari pada kamu. Atau kamu sengaja ingin aku menjadi pasienmu biar kamu bisa sering bertemu Aksa."
"Rindu, Aisyah tidak seburuk penilaianmu, tolong hentikan, jangan bicara lagi kalau hanya menyakitinya."
"Tidak apa-apa, Mas. Maaf aku permisi."
Setengah berlari Aisyah menuju pintu keluar.

"Kok diam saja? ayo kejar selingkuhamu, kali aja dia butuh belaianmu atau butuh bahumu untuk bersandar, pelakor kan biasanya gitu, drama queen."
Aksa mendekat pada Rindu lalu menarik tangannya.
"Ayo ikut aku, kita minta maaf pada Aisyah."
Rindu menarik tangannya.
"Untuk apa aku minta maaf sama perempuan jalang itu? aku tidak salah apa-apa jadi aku tidak mau minta maaf. Aku mau pergi sama Dito. Ayo sayang." Rindu bergelayut manja pada Dito yang dari tadi speechless menonton drama yang dipertontonkan Rindu, Aksara dan Aisyah.
"Kamu tidak boleh pergi, Rindu."
"Kenapa tidak boleh? aku ini pacar Rindu, kami masih saling mencintai."
"Aku ini suami Rindu, aku berhak penuh atas Rindu."
"Suami di atas kertas, suami bayaran yang menikahiku hanya demi harta Ayah." Rindu membela Dito.
"Kalian mau kemana?"
"Kami mau ke klinik bersalin untuk menggugurkan kandungan Rindu." Jawab Dito enteng tapi membuat mata Aksara terbelalak.

bersambung