Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

💞 Kamu pilihan Allah 💞 11 - 15

sebelum ganti judul
💞 Menikah Dengan Ustadz 💞
Part 11 by Resi Oktariani

Di luar sinar mentari begitu terik, membuat siapa saja yang ada di luar ruangan merasakan kepanasan. Tak jauh beda dengan keadaan di dalam cafe ini. Mulai dari jam 8 pagi tadi Nabila dan para pegawai barunya tengah mendekor ulang Cafe yang ia beli.
"Tok, kamu beli makan gih di rumah makan atau warung terserah deh. Buat makan siang." perintah Nabila Kepada seorang pegawai.
"Baik bu, uangnya? "
"Oh iya. " Nabila mengeluarkan sesuatu dari saku gamisnya.
"Ni." ucapnya seraya memberikan uang.
"Banyak banget bu? "
"Kan sekalian beli minuman juga Antok. "
"Oh, oke bu laksakan. "

Setelah perginya Antok, Nabila mulai merapikan kembali beberapa barang yang di jadikan aksesoris cafenya. Cafe yang di dekornya menjadi dua gaya yaitu Feminim dan Maskulin. Dua perpaduan antara gaya pria dan wanita menjadi satu dalam satu ruangan.
Saat sedang merapikan boneka-boneka kecil di rak kayu, salah satu pegawai wanitanya datang menghampiri.
"Bu Nabila di luar ada yang nyariin. "
"Siapa? "
"Enggak tahu, cowok bu. "
"Ya udah makasih ya. "
Nabila tersenyum saat pegawainya bilang ada cowok yang mencarinya. Ia berfikir bahwa itu adalah Mas Nuganya.
Ia melihat pria itu memunggunginya, sedikit ide keluar dari otaknya. Ia berjalan mengendap-ngendap agar tak ketahuan oleh suaminya. Saat sudah tepat berada di belakang pria itu, ia menutup mata pria itu dari belakang.
"Eh, siapa ni. Nabila ya? "
Nabila terkejut saat mendengar suara itu. Ini bukan suara Mas Nuga. Ini seperti suara ...
Nabila melepaskan tangannya dari mata pria itu.

"Nabila, kamu enggak berubah ya. Selalu saja buat aku kaget kayak gitu. " Ucap pria itu.
Nabila terkejut, sangat terkejut. Ini, ini adalah Rio. Bagaimana bisa ia mengira Rio adalah Mas Nuganya.
"Kamu ngapain ke sini? "
"Ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama kamu. Bisa? "
"Maaf aku sibuk. Sangat sibuk malahan dan nggak bisa di ganggu. "
"Please Nabila, hanya sebentar. Aku enggak mau kalau ini jadi beban fikiranku. " pinta Rio memohon.
Nabila menatap wajah Rio malas. Entah kenapa, dari dulu ia sangat sulit jika harus menolak permintaan dari Rio.
"Oke, 5 menit. Waktu kamu cuma lima menit. "
Suara alunan musik bergema di ruangan ini. Suara riuh para pengunjung yang berbincangpun ikut bergema. Saat Nabila menyetujui permintaan dari Rio, ia diajak pergi ke tempat di mana mereka sering melakukan pertemuan.

"Aku mau minta maaf sama kamu bil. "
"Udah aku maafin. " jawab Nabila cepat.
"Aku tahu aku salah. "
"Bagus kalau kamu sadar. "
"Waktu kejadian itu, aku khilaf bil. Aku enggak sadar. Waktu itu aku lagi mabuk, kita habis ngerayain Party karena waktu itu dua hari lagi kita bakal tunangan. Kamu inget kan aku pernah ngajak kamu tapi kamu enggak mau. "
Nabila mengingat kejadian itu. "Ya jelas aku enggak mau lah. Aku bukan pemabuk dan enggak mau minum-minuman kayak gitu. "

"Oke, iya aku ngertiin. Kamu tahu, dalam keadaan mabuk aku enggak bisa berjalan dengan lurus. Waktu itu ada Syella, dia yang bawa aku ke apartemen. Dan di sana aku kehilangan kendali. Aku melakukannya dan jujur saat itu aku baru sadar bahwa kamu lagi mergoki perbuatan aku dan syella. "
Tanpa sengaja air matanya keluar daru tempat penampungannya.



"Besok hari pernikahan Aku dan Syella, aku akan menjadi suaminya karena perbuatanku itu. Dia sedang mengandung anak aku bil. "
"Oh, terus? "
"Aku takut bil. Aku masih cinta sama kamu. Aku nyesel bil sama perbuatan aku. Selama ini kamu selalu ada di dalam fikiranku. Dalam tidurpun kamu selalu hadir bila. "
"Lupakan aku Rio. "
"Enggak bisa bila, aku cinta banget sama kamu. "
"Aku udah nikah dan suami aku jauh lebih baik dari pada kamu. "
"Sejauh apa kamu bahagia sama suami kamu? " tanya Rio.
"Luas Samudera aja enggak bisa menggambarkannya. " jawab Nabila.
"Jangan bohong Nabila."
"Aku enggak bohong"
Nabila melirik jam tangannya. "Ini sudah lewat 5 menit. Aku pergi. "
"Nabila tunggu. "
Nabila memberhentikan langkahnya dan membalikkan badan. "Apa lagi? "
"Besok aku minta kamu dan suami kamu datang ke acara pernikahan aku. Aku mohon datanglah. Setidaknya untuk melunturkan rasa bersalahku. " ucap Rio sembari memberikan undangan.
Nabila menghela nafasnya saat melihat undangan itu. "In syaa Allah."

***
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua siang. Nuga masih setia menunggu Nabila yang tak kunjung datang. Ia membawakan nasi goreng buatannya sendiri untuk makan siang Nabila.
"Mas Nuga. " panggil Nabila.

Akhirnya orang yang tunggu sekitar satu jam yang lalu telah tiba di dalam cafe ini. Nabila menyalami Nuga.
"Mas udah lama nunggu?"
"Enggak kok baru satu jam. " jawabnya dengan senyuman.
'Satu jam kok baru sih Mas-mas. ' batin Nabila.
"Oh ya bil ni aku bawain Nasi goreng. Mungkin nggak seenak masakan kamu. Tapi coba dulu aja. "
"Mas Nuga masak sendiri? "
"Iya. "
Nabila membuka kotak Nasi tersebut dan mulai memakannya.
"Enak Mas. "
"Suka. "
"Ya. "
Nabila terus memakan nasi goreng itu dengan lahap. Tanpa mempedulikan tatapan mata saat Nuga melihatnya.

"Tadi habis kemana, kok keluarnya lama banget. "
"Tadi ada urusan terus mampir ke butiqenya iska. Biasa ngobrol-ngobrol. "
"Kata karyawan kamu, kamu tadi pergi sama cowok siapa? "
Nabila menghentikan gerakan tangannya. Mulutnya pun mengunyah dengan pelan.
"Emm, itu ... Itu ... Rio Mas. Mantan aku yang pernah aku ceritain. "
Nabila bisa melihat raut wajah Nuga yang berubah. Nampak tak suka dengan apa yang barusan ia bicarakan. Nabila merogo tasnya mengambil undangan yang di berikan oleh Rio tadi.
"Dia ngundang kita ke acara nikahan dia Mas. Acaranya besok. " ucap Nabila menyodorkan undangan pemberian Rio.
Nuga mengambil undangan tersebut dan membukanya.
"Kamu mau dateng bil? "
"Ya kalau aku terserah kamu Mas. Kalau kamu dateng ya aku juga dateng tapi kalau kamu enggak dateng ya udah, aku juga enggak dateng."
"Nanti kalau kita dateng kamu malah nangis lagi. "
"Nangis kenapa? " tanya Nabila.
"Nangis karena mantan pacarnya nikah sama orang lain. Hu ... uu..." Ucap Nuga sembari memperagakan gaya anak kecil menangis.
"Apaan si Mas. " Ucap Nabila tertawa. "Aku enggak akan nangis. " sambung Nabila.
"Oh ya? "
"Iya, kan ada kamu. Benteng pertahanan ku. "
Nuga hanya tersenyum dan merangkul Nabila agar jatuh dalam pelukaannya.
***

Suasana di tempat ini begitu ramai. Garden Party menjadi tema pernikahan ini. Nabila dengan anggun memakai pakaian syar'i pemberian dari Nuga. Semua mata memandanginya. Ia berjalan sembari mengandeng lengan Nuga. Sempat telinganya mendengar para tamu berbisik.
"Nabila. " Panggil Eriska.

Wanita yang tengah hamil delapan bulan itu menghampiri Nabila dan juga Nuga. Ia berjalan di dampingi oleh suaminya.
"Hai, gue kira lu kagak dateng bil. " Ucap Eriska.
"Ya dateng lah ka. Oh ya kenalin ni, suami gue."
"Nuga. " ucap Nuga memperkenalkan diri.
"Eriska. Sahabatnya Nabila, mantan atlet silat yang sekarang berprofesi sebagai penjahit baju di butiqe Erifki. "
"Wow silat. " ucap Nuga.
"Iya, dan ini suami aku tercinta. "
"Rifki. Suaminya eriska. "
"Nuga"
"Ken mana? " tanya Nabila.
"Enggak ikut dia. Tadi pas mau pergi dia tidur jadi di titipkan sama Oma nya. Dan sekarang dia malah nangis, jadi kita berdua mau buru-buru pulang." jawab Rifki.
"Ken itu, enggak tahu lah gue bil. Mau punya adek tapi masih aja rewel. "
"Wajarlah ka, kan ken baru umur lima tahun. "
"Iya juga sih. " Ucap Eriska.
"Oh ya, udah ngisi belum bil? "
"Belum. "
"Kalian nunda punya anak ya? " tanya Rifki.
"Enggak. " jawab keduanya kompak.

Eriska dan Rifki saling memandang dengan senyuman. Dasar dua sejoli yang kepo.
"Rutin-rutin aje bro. " saran Rifki.
"Top cer dah kalau udah rutin. " Tambah Eriska sembari mengelus perut buncitnya.
Nabila dan Nuga membalas dengan senyuman tak enak.
Dret... Dret...
Ponsel milik Rifki bergetar, sebuah pesan datang dari sang Mama.
"O ya, bil, ga. Kita pulang dulu ya. Si ken nangisnya makin jadi. " ucap Rifki.
"Iya, silakan." Ucap Nuga.
"Yuk yank. " ajak Rifki ke Pada Eriska.
"Yuk. "
"Dah Nabila. "
"Dah. "

Nabil dan Nuga memandangi dua sejoli itu. Eriska sudah nampak susah berjalan sampai-sampai Rifki harus menuntunnya.
"Harus rutin bil. " bisik Nuga.
Suara halus itu terasa geli saat berhembus masuk kedalam telinga Nabila.
"Mas." tegur Nabila.
Mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju Altar, tempat di mana Rio dan Syella berdiri.
"Hai Syella, Rio. "
"Nabila. " ucap Syella terkejut.
"Nabila, akhirnya kamu datang juga. " ucap Rio dengan senyum.
"Iya."
"Kamu di undang sama Rio bil? " tanya.
"Iya. "
Syella melihat Nuga yang berdiri di samping Nabila. Pria yang begitu tampan dan memiliki perawakan yang gagah. Bahkan sepertinya jauh lebih baik dari pada Rio.
"Dia siapa?" tanya syella.

Nabila melihat kearah Nuga. Ia tersenyum kearah syella dan juga Rio kemudian menggandeng tangan suaminya itu.
"Dia ini Mas Nuga, suami aku. Gantengkan. Mas Nuga ini ustadz, pengajar di pondok pesantren dalam mata pelajaran Bahasa inggris dan Arab. "

Nuga hanya tersenyum saat Nabila memperkenalkan dirinya. Dari nada bicara Nabila ia bisa menduga bahwa istrinya ini sedang membuat dua pengantin di hadapannya ini kesal. Tapi dari mana Nabila tahu jika Nuga adalah guru mata pelajaran bahasa inggris dan Arab. Setahunya ia belum memberi tahu Nabila.
"Oh, cuma guru. " sindir Rio.
"Nabila, " panggil seseorang dari belakangnya.
"Papa, Mama. " ucap Nabila.

***
Saat ini mereka berempat tengah menjauh dari keramaian acara pesta pernikahan.
"Kamu ngapain sih kesini? " tanya Papanya.
"Aku di undang sama Rio pa. "
"Ya harusnya kamu enggak usah dateng. Bikin malu aja. Asal kamu tahu. Semua orang yang ada di pesta ini pada ngomongin kamu dan juga suami kamu ini!"
"Ya bodo amat, aku enggak perduli pa. Terserah mereka mau bilang apa. "

"Dasar keras kepala. Sudah mencoreng nama baik keluarga dan sekarang malah bikin malu juga. "
"Maaf pa jika saya lancang. Tapi apa salah Nabila. Kenapa papa selalu menyalahkan Nabila. " Nuga angkat bicara.
"Salah Nabila itu ya Nikah sama kamu. Inget-inget lagi deh, kalian menikah itu karena apa, karena perbuatan mesum kalian kan. "
"Mas Nuga sama Nabila enggak melakukan perbuatan itu pa. Malah Mas Nuga yang udah nolong Nabila dari kejaran para preman yang waktu itu mau berbuat mesum sama Nabila. "
"Preman?" tanya sang Mama.
"Iya ma. Kalau perlu di perjelas lagi Nabila akan jelasin. Waktu itu Mama papa berantem, aku kabur dari rumah menuju apartemen milik Rio dan di sana aku lihat Rio sama syella lagi berdua. Aku benci sama mereka berdua, aku keluar dari apartemennya Rio, ninggalin mobil aku dan naik bis. Aku nangis dan ketiduran di dalam bis. Saat bangun, aku enggak tahu aku ada di mana, saat keluar bis. Ada beberapa preman yang lagi duduk dan dia ngerayu aku. Sampai-sampai baju yang aku kenakan robek. Merek hampir mau melakukannya. tapi untung, Ada Mas Nuga, dia yang nyelametin aku. Dia juga yang menutupi sobekan di lengan baju ku dengan sorbannya. Tapi selanjutnya, kita malah di tuduh dan nikahkan. "

Papa Nabila terdiam saat mengetahui semua itu. Nuga hanya mampu menatap Nabila.
"Tapi aku enggak menyesal karena kejadian itu. Karena kejadian itu aku jadi seperti ini. Pakaianku tertutup, aku menemukan keluarga baru yang jauh lebih sayang sama aku dan menemukan seorang pemimpin dan pelindung dalam hidup aku. " ucap Nabila memandangi Nuga.
"Papa urus aja urusan papa. Enggak usah urusin kehidupan aku. Toh papa juga enggak perduli. Papa hanya mentingin image papa aja. "
"Pa, Ma. sebaik aku bawa Nabila pulang dulu, Ayo bil. "
"Apaan sih Mas, aku belum selesai ngomong sama Papa. " ucap Nabila menepis tangan Nuga yang ada di bahunya.
"Aku mau ngomong sama Papa, biar papa tu sadar. Biar Papa tu enggak nyalahin aku dan juga kamu. Biar Papa tu enggak berlaku kasar lagi sama Mama. Nabila benci sama Papa, kenapa Nabila punya Papa seperti Papa. "
Nabila terus memaki Papanya. Nuga merasa ini salah tak sepatutnya Nabila berkata kasar kepada Papanya. Tanpa izin dari Nabila, Nuga langsung membopong tubuh Nabila ke pundaknya.
"Mas Nuga apaan sih. Lepasin aku enggak. " Protes Nabila.

"Ma, Pa. Aku bawa Nabil pulang dulu. Assalamualaikum. "
"Wa'alaikumsalam. "
Nuga menahan rasa sakit di pungungnya. Nabila terus memukulinya bahkan melontarkan kata-kata kasar dari bibir manisnya.
Saat mereka sudah sampai di tempat mereka memarkirkan mobil. Nuga menurunkan Nabila.
"Kamu kenapa sih Mas. Aku belum selesai bicara sama Papa. Aku benci sama kamu. " Ucapnya sembari memukul dada Nuga.
"Pukul aja aku terus Nabila. Pukul. Sampai kamu puas."

Nabila memelankan pukulannya saat kepalanya sudah tersandar di dada suaminya itu. Mulutnya tetap meracau dengan kalimat yang sama, kalimat yang ia lontarkan untuk suaminya tadi.
"Istiqfar Nabila, isriqfar. Inget, orang yang kamu benci itu adalah papa kamu. Bagaimanapun dia adalah papa kamu Nabila. "
"Tapi aku benci sama dia Mas. Dia selalu merendahkan aku, meganggapku sepeleh, menyalahkanku. Selama ini aku hanya diam mas, aku hanya bisa diam. Aku udah enggak tahan lagi. "
"Istiqfar Nabila, kamu lagi marah. Setan menyukai sifat ini. Tenang kan hati kamu ya sayang. "
Nuga menenangkan istrinya itu dan sesekali mengecup puncak kepalanya Nabila.
Dari kejauahan ternyata ada mata yang sedari tadi melihat Nuga dan Nabila. Dia mendengar semuanya. Rasa sesal semakin menusuk relung hatinya. Apalagi ia baru tahu kalau Nabila, gadis yang ia cintai di kucilkan dan selalu di salahkan Karena perbuatannya.
"Maafkan aku Nabila. " Ucap Rio.
_____________________________________________
Bersambung...


--------


💞Menikah Dengan Ustadz 💞
Part 12

Tiga bulan telah berlalu semenjak kejadian pernikahan Rio dan Syella. Hari ini aku di sibukkan dengan kegiatanku yang baru. Menjadi seorang pemilik Cafe. Sebuah Cafe yang ku beri nama Cafe Family NN. Ya, NN. Nuga dan Nabila.

Cafe ku ini tak pernah sepi. Ada pengunjung tetap dan ada juga pengunjung baru. Aku sangat senang saat melihat semua ini. Mas Nuga juga kerap kali membantuku. Ia sekarang lebih terlihat manis.
"Ada Donat manis buat yang manis-manis."
Suara itu. Aku memgambil kotak yang ia sodorkan di hadapanku tampa membalik badan. Ia masih setia berdiri dibelakangku.
"Makasih ya." ucapku.
"Sama-sama." ucapnya sembari menjatuhkan kepalanya di atas pundakku dan memelukku dari belakang.
"Bil."
"Hm, kenapa?" tanyaku.
Diam, tak ada sahutan dari mulutnya. Ada apa dengan Mas Nuga.
"Mas, kenapa?" ucapku memukul pelan tangannya.
"Aa, hm. Enggak jadi. Cuma mau ngingetin aja, nanti malam adalah malam pertama kamu nyetor hafalan surah Al-qur'an ya."
"Iya, kalau yang itu aku inget kok."
Ia melepaskan pelukannya dan membalik tubuhku. Ia tersenyum dan menyentuh pipiku. Hm, jika merasakan kehangatannya aku suka teringat tentang kejadihan pahit saat-saat pertama menikah dengan dirinya.

***
Nuga menatap Nabila dengan tatapan yang sulit di artikan. Pagi tadi ia mendapatkan email baru dari Halimah. Ya, Halimah wanita yang ia cintai sebelum dirinya membuka hati untuk Nabila. Ingin sekali ia memberitahu tentang hal ini kepada Nabila. Halimah masih mengharapkannya.
"Nanti mau langsung pulang enggak?" tanya Nabila.
"Mau nya kamu?" tanya balik Nuga.
"Mau nya sih kita ke mini market dulu. Ada yang mau aku beli."
"Ya udah."
Sesuai dengan percakapan mereka berdua. Setelah cafe di tutup mereka mampir ke mini market. Mereka berdua membagi tugas. Nabila memilih makanan dan Nuga memegang keranjang belanjaan.
Nabila memegang selai kacang dan selai coklat.
"Mas Nuga suka yang mana, yang kacang atau coklat atau mau rasa lain?" tanya Nabila.
"Terserah kamu. Aku nurut aja."
"Lebih suka yang mana?" tanya Nabila sekali lagi.
"Lebih suka kamu boleh?"
"Ck, orang nanya apa malah di jawab apa. Ya udah coklat aja." ucap Nabila sedikit kesal.
Nuga mengukuti Nabila kembali. Mereka memasuki lorong yang penuh dengan merek susu.
"Nabila, lihat deh." panggil Nuga.
Nabila yang berada di depan Nuga menghadap kearah Nuga. Suaminya itu memegang kotak susu ibu Hamil.
"Nanti kalau kamu hamil jangan lupa minum susu ini ya biar anak kita nantinya sehat." ucap Nuga.
"Iya." Ucapnya sembari tersenyum.

Nabila membalikkan badannya dan kembali memilih susu untuk ia dan Nuga minum setiap paginya. Sedikit sedih karena sudah hampir masuk empat bulan pernikahan mereka. Nabila belum jua mengandung.
"Bil."
"Iya Mas, ada apa?" tanya Nabila.
"Aku angkat telpon keluar sebentar ya."
"Iya."
Nabila mengambil alih memegang keranjang belanjaannya. Tangannya ingin meraih susu kalsium yang biasa ia minum namun ada tangan wanita lain yang memegangnya.
Ia menoleh kearah samping dan betapa terkejutnya ia saat melihat syella dengan perut yang hampir buncit itu tersenyum sinis kepadanya.
"Wah, wah, wah, ternyata ada mantan sahabat disini." ucapnya.
"Lo ngapain disini?" tanya Nabila.
"Ya gue belanjalah. Mau beli susu buat suami gue dan susu ibu hamil buat gue." jawabnya.
"Oh"
Nabila melihat perut buncit syella.
"Tiga bulan udah sebesar itu?" tanya Nabila.
"Ini mau masuk lima bulan." jawab Syella.

Nabila terkejut saat mendengar syella mengucapkan usia kandungannya hampir Lima bulan. Aneh baginya karena Syella dan Rio baru menikah tiga bulan.
"Enggak usah kaget, gue udah sering ngelakuinnya sama Rio." ucap Syella santai.
"Ha," tawa hambar Nabila. "Lo enggak malu buka Aib sendiri?" tanya Nabila.
"Gue,malu. Bodo amat. Yang penting sekarang gue udah ngandung anaknya Rio. Dan akhirnya gue menang dari elo."
"Menang, maksud lo?" tanya Nabila.
"Gini ya Nabila sayang. Sebenarnya tu gue iri baget sama lo, dari dulu. Lo tu udah kaya, cantik, semua kebutuhan lo terpenuhi dan lo udah di jodohin sama anaknya konglomerat terkaya. Tapi sayang, cowok pilihan Bokap lo kepincut sama gue. Dia mudah tergoda."
"Terus lo bangga?" tanya Nabila sedikit jijik melihat tingkah syella.
"Inget Syella, perbuatan lo sama Rio itu udah zina dan itu dosa. Allah benci sama perbuatan itu. "
"Mau dosa apa enggak yang penting gue udah dapet Rio. Dan gue bahagia banget."
"Selamat deh kalau lo bahagia banget." ucap Nabila.
"Loe enggak cemburu gitu?" tanya Syella bingung.
"Buat apa gue cemburu sama cowok yang udah jadi laki orang. Gue juga udah Nikah kali sama cowok yang jauh lebih baik dari pada suami lo." ucap Nabila bangga.
"Sayang aku udah dapet ni."
Nabila melihat kearah sumber suara. Itu adalah Rio. Mimik wajah Rio sedikit terkejut saat melihat syella dan Nabila saling berbicara.

"Gue cabut. Suami lo tu." ucap Nabila mengambil kotak susu yang ia pegang tadi.
Saat berpapasan dengan Rio, nabila hanya meliriknya dan kemudian menuju kearah kasir. Dan di saat yang bersamaan Nuga masuk menghampiri Nabila.
"Udah bil?" tanya Nuga.
"Udah."
Sepanjang perjalanan Nabila hanya diam tak banyak bicara. Otaknya memikirkan sesuatu, sudah berapa kali mereka melakukannya, apa selama ini mereka telah selingkuh di belakang Nabila.
"Bil kamu kenapa, kok diem aja dari tadi?" tanya Nuga.
"Ah enggak Mas, enggak ada."
Pukul 20. 00 mereka telah tiba di rumah.
"Besok aku mau tutup cafe dulu lah."
"Loh, kenapa?" tanya Nuga.
"Mau ke rumah eriska, semenjak dia lahiran kita kan belum lihat dia sama anaknya."
"Oh iya, ya udah. Aku nurut aja."

***
"Sayang." panggil Rifki.
"Apa sayang." jawab Eriska.
"Lihat deh ada siapa."
Eriska yang sedang menidurkan anak bayinya itu menoleh kearah sang suami yang sedang berdiri.
"Nabila."
"Hai."
Nabila berjalan mendekat dan langsung memeluk Eriska yang masih duduk diatas kasur itu.
"Kangen banget udah lama enggak ketemu." Ucap Eriska.
"Sama aku juga."
"Sayang aku tinggal ya." Ucap Rifki.
"Iya yank."
Eriska melihat Rifki berjalan berdampingan dengan Nuga. Dengan senyum ia melihat kearah Nabila.
"Tambah nempel aja sama Nuga."
"Kan suami ka."
Nabila melihat kearah bayi yang sedang tidur di samping Eriska.
"Anak kamu ndut banget ka. Cowok lagi ya?" tanya Nabila.
"Iya cowok lagi."
Nabila menepuk pelan badan anak Eriska. "Namanya?" tanya Nabila.
"Herman Abdul Syakir."
"Kenzo Adipati Syakir. Herman Abdul Syakir."
"Rifki Al-Syakir." sambung Eriska.
"Hahaha." mereka tertawa bersama.
Nabila menatap anaknya Eriska. Begitu menggemaskan. "Aku mau gendong anak kamu boleh?" tanya Nabila.
"Boleh."

Eriska menggendong anaknya dan memberikan anaknya kepada Nabila. Saat mengendong anaknya eriska, Nabila merasa begitu sangat bahagia. Ketika melihat anak bayi seperti ini dia sangat ingin memiliki anak.
"Udah dua kali lo jenguk gue lahiran. Kapan dong gue dateng jenguk lo lahiran."
"Ya sabar. Nanti juga kesampean."
Nabila melirik Eriska sebentar. "Ka, gue kemarin ketemu sama Rio dan syella."
"Lo serius ketemu sama mereka berdua?" tanya eriska.
"Iya, gue serius. Kandungannya udah mau lima bulan."
"Ha, lima bulan. Kok bisa. Bukannya___"
"Iya, dia kemarin juga manas-manasin gue."
"Terus lo panas?" tanya Eriska.
"Ya enggak lah. Ngapain juga gue panas. Laki gue jauh lebih baik dari pada laki dia, baik, perhatian, jadi imam yang the best banget, perfect banget dah My husband." ucap Nabila.
Eriska tertawa mendengar ucapan Nabila. Bukan mengejek tapi dia mengambil hikmah dari kata-kata Nabila.
"Kenapa lo ketawa?" tanya Nabila.
"Lucu."
"Apanya yang lucu. Bener deh, gue enggak panas."
"Bukan itu tapi kata-kata loh. Cara lo bicara. Udah jadi istri seorang ustadz tapi logat bicaranya masih kayak Nabila yang dulu." ucap Eriska.

"Emang jadi istri ustadz harus merubah gaya bicara?" tanya Nabila.
"Ya iyalah. Setahu gue ya, istri ustadz itu pemalu, lemah lembut, murah senyum."
"Stop deh ka. Gue baru belajar jadi kayak gitu. Kayak Ibu mertua gue. Santun banget mana penyayang. "
"Hijrah lo setelah menikah ya."
"Apa itu hijrah?" tanya Nabila.
Eriska menghela nafasnya. "Emang suami lo enggak ngasih tahu?"
"Gue enggak pernah nanya."
"Makanya di tanya sayang."
Ek ... Ek ...
"Eh anak lo bangun nih." Ucap Nabila.
"Ouccc, sayang. Sini gendong mama."
Eriska mengambil Alih mengendong anaknya dan memberikan asi.

***
"Gimana anaknya Eriska. Lucu enggak?" tanya Nuga saat mereka telah di dalam mobil menuju arah pulang.
"Lucu banget. Jadi kepingin cepet-cepet punya anak deh." ucap Nabila semangat.
"Ya udah nanti buat." ucap Nuga santai. Matanya masih fokus kearah jalanan.
"Hm, vulgar banget kata-katanya."
"Kan katanya pengen."

.
Bersambung ....

--------


💞 Menikah Dengan Ustadz 💞
Part 13

Suasana di bandara international Cairo, Masir. Benar-benar ramai. Seorang wanita dengan pakaian tertutupnya berlari mencari seseorang. Dengan keadaan seramai ini tak mungkin ia dapat menemui orang itu.
Kakinya berhenti berlari saat melihat orang yang di cari. Senyum indah terlukis dari bibirnya.
"Al." panggilnya.
Sang empunya nama menoleh saat namanya di sebutkan.
"Halimah."
.
.
.
Nuga menyeruput teh hangat yang di buatkan Nabila. Ia sedang menunggu Nabila keluar dari kamar mandi. Jantungnya berdegub tak karuan. Semoga hasilnya sesuai yang di harapkan oleh mereka berdua.
Cklek
Nuga bangun dari duduknya begitu pintu kamar mandi itu terbuka. Ia menghampiri Nabila yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Apa hasilnya?" tanya Nuga.
Tatapannya turun kebawah lantai dan kemudian kepalanya menggeleng.
Nuga menghela nafasnya. "Ya udah enggak apa-apa. Kita usaha lagi aja nanti."
Nabila hanya mengangguk. Sedih yang ia rasakan. Berharap jika ia sedang mengandung tapi ternyata hasilnya negatif.
Nuga melihat Nabila begitu lesu. Ya, dia juga merasakannya. Lewat sudah 6 bulan pernikahan mereka. Tapi kirana belum jua hamil. Hasilnya selalu begini, negatif.
"Jangan sedih dong. Nanti cantiknya hilang." rayu Nuga.

Nabila hanya tersenyum. Jujur saja hatinya merasa takut, takut jika ia tidak bisa memberikan keturunan kepada Nuga. Dan takut jika Nuga akan berpaling dari dirinya.
"Hm, gimana kalau kita keliling pesantren aja. Mau ya. Mumpung lagi sama-sama di rumah." ajak Nuga.
"Kan waktu itu udah."
"Waktu itu kan sama Marwah, sekarang sama Nuga."
"Ya udah. Aku siap-siap dulu ya."
.
.
.
Sore ini, Nabila dan Nuga mengelilingi daerah pesantren. Mereka melihat kegiatan para santri. Mengelilingi kawasan putra dan selanjutnya kawasan putri.
Semua santriwati yang lewat menegur dan tersenyum kearah mereka berdua. Tapi kadang ada juga yang tersenyum malu saat melihat wajah suaminya.
"Jangan ganjen sama cewek lain. Inget mereka santri kamu." tegur Nabila.
"Siapa yang ganjen sih bil. Mereka senyum ya aku juga senyum dong. Kan enggak enak." jawab Nuga.
"Senyumnya biasa aja."
"Udah biasa kok."
"Ustadz. Ustadzah." tegur santriwati yang lewat.

"Iya." jawab Nuga dengan senyuman sedangkan Nabila hanya mengangguk kecil.
Saat santriwati itu menjauh, Nabila menoleh ke belakang melihat ekpresi dari santriwati itu. Matanya menyipit tak suka saat melihat santriwati itu tertawa bersama teman-temannya.
Plak! Nabila menabok pungung Nuga.
"Aw."ucap Nuga mengelus pungungnya.
"Tu kan yang barusan negur ketawa-ketawa tu. Jangan kasih senyum dong." ucap Nabila.
"Nabila, senyum kan ibadah."
"Ya tapi lihat-lihat dulu dong orangnya. Bukan muhrim tahu." ucap Nabila mempercepat langkahnya.
Nuga tersenyum. Baru kali ini ia melihat Nabila cemburu kepada dirinya.
"Hey, cemburu?" tanya Alif.
"Menurut Mas Nuga."
"Hmm,"
Nuga menggenggam tangan Nabila. Dan menghimpitnya ke ketiak dirinya. Sontak hal itu membuat Nabila terkejut.
"Ih Apaan sih."
"Enggak ada apa-apa."
"Ya malu tahu kayak gini."
"Loh, kenapa harus malu. Orang sama suami sendiri kok." jawab Nuga.

Nabila memutar bola matanya malas. Ia pun akhirnya mengikuti permainan dari suaminya ini. Mengikuti langkah sang suami dari samping. Tangannya pun tak di lepaskan.
Kaki mereka menaiki sebuah jalanan berbentuk tangga. Nabila tak bertanya Nuga akan membawanya kemana. Biasanya ini adalah kejutan, Nuga adalah laki-laki yang penuh kejutan.
Ketika sampai diatas. Mata Nabila melihat sebuah taman bermain. Begitu indah. Ada kolam ikan dan beberapa bunga.

Nuga melepaskan tangan yang sedari tadi ia genggam.
"Kita sampai di TK."
"TK?" tanya Nabila.
"Iya, TK. "
"Tk di dalam ruang lingkup pesantren?" tanya Nabila kembali.
"Ya."
Setelah mendengar ucapan Nuga Nabila berjalan mengelilingi setiap inci dari taman kanak-kanak ini. Tempat ini begitu indah indah baginya. Ia berjalan mendekat kearah kolam ikan. Di tengah kolam ada sebuah jembatan. Nabila melewatinya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain-main.
Nuga mengikuti langkah kaki istrinya itu dari belakang. Nabila duduk di pinggir kolam dan bermain air sebentar. Kaki itu kemudian melangkah lagi menuju ayunan yang tergantung dan dia duduk di atas ayunan itu.
"Gimana, suka tempatnya?" tanya Nuga.
"Ya, aku suka."
Nuga mengambil posisi duduk di ayunan yang bersebelahan dengan Nabila.
Mereka berdua saling menatap. Nabila menempelkan kepalanya di pegangan ayunan. Dengan senyum ia menatap Nuga.
"Kenapa?" tanya Nuga lembut.
"Masih sulit di percaya." ucap Nabila.
"Apa yang sulit si percaya?"
"Pernikahan kita." jawab Nabila.
"Kok?"

"Ya, awal kita menikah karena di grebek sama masa melakukan perbautan mesum, kemudian kita saling membenci, terus aku suka minta cerai sama kamu. Terus ... " Nabila mengantungkan kalimatnya. Ia merubah posisi kepalanya mengahadap lurus kedepa.
"Terus apa?" tanya Nuga. Ia sangat berharap jika Nabila mengucapkan
'Terus aku sudah jatuh cinta sama kamu' khayal Nuga.
"Terus, waktu mengubah segalanya." ucapnya menatap kosong kearah depan.
Nabila menatap Nuga kembali.

"Maaf Mas, karena aku belum bisa kasih kamu anak." ucap Nabila.
Nuga merasa ada yang berbeda di hatinya saat Nabila berkata begitu.
"Kamu ngomong apa sih bil. Kita nikah juga baru 6 bulan. Belum di kasih momongan sekarang juga enggak apa-apa kok." ucap Nuga.
"Mungkin kita belum di kasih percayaan buat memiliki anak." sambung Nabila.
"Tapi aku takut."
"Takut kenapa?" tanya Nuga.
"Aku takut kalau seandainya kamu pergi ninggalin aku gara-gara aku enggak bisa hamil. Yang kayak di sinetron-sinetron itu." Ucap Nabila.

Nuga menahan tawanya saat mendengar hal tersebut. Kenapa fikiran Nabila sejauh itu.
"Makanya jangan kebanyakan nonton sinetron. Di cuci otaknya kan." ucap Nuga bercanda.
"Mas, aku tu serius. Aku enggak mau kalau seandainya aku di madu ya."
"Shut, ngomong apa sih. Ya enggak bakal lah bil. Istri aku itu cuma satu yaitu kamu. Ibu dari anak-anak aku nanti ya juga satu. Dan itu tetap kamu." tutur Nuga mengenggam tangan Nuga.
Entah kenapa perasaan takut itu semakin menjadi saat Nuga berbicara seperti itu. Jujur saja, di hati Nabila yang terdalam ia sangat sayang dan mencintai Nuga. Entah cara apa yang di gunakan oleh Nuga hingga tak butuh waktu dua tahun seperti Rio untuk membuat Nabila jatuh cinta kepadanya.
.
.
.
"Assalamualaikum ... "
Tak ada sahutan dari dalam rumah.
"Assalamualaikum ..."
Cklek.
"Wa'alaikumsalam."
"Abi!!"
"Al-Kahfi Ahmad ghifari." sahut Abi.

Sepanjang perjalanan pulang dari TK tadi. Nabila gak melepaskan gandengannya kepada Nuga. Biar saja para jomblo fii sabilillah itu Baper melihat dirinya dan suaminya. Memamerkan kemesraan dengan pasangan yang halal lebih indah dari pada memamerkan kemesraan dengan pasangan yang tak halal.
"Hahaha Abi bisa saja."
Suara tawa itu keluar dari dalam rumah Abi.
"Itu suara siapa Mas?" tanya Nabila.
"Kayaknya suara temen Mas deh Bil. Yuk masuk."
"Assalamualaikum." ucap mereka berdua.
"Wa'alaikumsalam." jawab Abi dan Al.
"Nah itu anaknya sudah datang. Kalau gitu Abi pergi dulu ya. "
"Iya bi hati-hati."

Nuga mendekat kearah sahabat lamanya itu. Al, seorang santri yang juga mendapatkan beasiswa kuliah di Cairo, mesir. Ia bukan seperti santri yang lainnya. Ia dulu adalah bad Boy, anak Rock asal jakarta yang di masukkan kedua orang tuanya kedalam pesantren.
"Ape kabar lo bro, kangen banget gue."
"Alhamdulillah baik Al." jawab Nuga.
Matanya melirik kearah Nabila yang berdiri di samping Nuga. Wanita yang menatapnya aneh.
"Nuga, baru juga gue tinggal lima tahun ke mesir. Sekarang udah berani deket-deket sama cewek cantik yang bukan muhrim?" tanya Al.
"Hah, sembarangan kamu kalau ngomong."
Nuga merangkul Nabila kedalam dekapannya. Al hanya melongo, ini beneran sahabatnya Nuga atau bukan.
"Ini Nabila. Istri aku Al."
"Ha?"
"Hai, Nabila." ucap Nabila.

Al memandang Nuga tak percaya. Sahabatnya itu telah menikah tanpa mengabarinya. Syok, sudah pasti. Jangan di tanyakan lagi. Untung saja benda pemberian dari halimah belum ia keluarkan.
"Kapan sampai ke indonesia?" tanya Nuga.
"Kamarin."
"Kok baru sekarang ke sininya."
"Dari mesir ke indonesia itu 10 jam 24 menit. Belum lagi jalan kaki keluar bandara terus harus nyari taxi. Lo kira kagak capek apa. Gue kan masih punya nyokap sama bokap yang harus di temuin."
"Hm, dasar. Kamu tu enggak berubah ya. Udah masuk pesantren, dapet beasiswa ke Mesir tapi logatnya. Masih aja kayak dulu."
"Waduh Sorry bung, bukan kita sombong. Tapikan di mesir tidak ada kata lo dan gue. Bahasanya beda. So, pas nyampe di tanah air gue tercinta plus tiba di kota gue. Ya gue ngomongnya kek beginilah." jelas Al.

Nabila keluar dari dapur membawa nampan yang di atasnya ada dua cangkir teh.
"Wah jadi ngerepotin." ujar Al.
"Enggak kok. Ayo silahkan diminum." tawar Nabila.
"Iya makasih."
Setelah memberikan minum, Nabil menuju kearah dapur lagi untuk membantu Ummi masak.
"Jadi, lo udah menikah?" tanya Al.
"Hm."
"Di jodohkan sama Abi dan Ummi?"
"Enggak."
"Lo nikah sama istri lo itu karena suka sama suka?"
Nuga menghela nafas. Ia menceritakan kejadian pernikahannya. Awal mula kenapa ia dan Nayla menikah.
"Ga, jujur hari ini gue sadar akan sesuatu saat denger cerita lo." ucap Al.
"Apaan?"
"Kuasa Allah. Allah telah menyatukan dua manusia yang belum mengenal satu sama lain. Di pertemukan dalam kejadian yang waw banget bagi gue. " ujar Al.
"Jodoh enggak ada yang tahu Al," ucap Nuga.
"Ya, di sisi lain seseorang sedang menunggu. Dan di sisi lain orang yabg di tunggu telah bahagia bersama pilihan Allah." ucap Al.
"Maksud kamu."
Al menatap Nuga begitu dalam. "Halimah ga. Dia masih menunggu kamu."
Dug!
Jantung Nabila berdetak sangat hebat saat mendengar nama itu dari balik dinding. Siapa Halimah. Apakah itu adalah wanita yang pernah mengisi hati Nuga. Kakinya gemetar untuk melangkah masuk berjalan ke ruang tamu.
"Nabila, kok di sini aja. Kuenya enggak di bawa kedepan." tegur Ummi yang menyusul.
"Ummi aja ya yang bawa."
"Loh kenapa?"
"Nabila tiba-tiba sakit perut ni. Mau ke kamar mandi dulu ya. Ni Ummi." ucapnya memberikan toples kue itu.
Bersambung .....

-------


💞 Menikah dengan Ustadz 💞
Part 14

"Halimah ga, dia masih nunggu lo."
Ucapan itu selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Wanita itu, wanita itu masih menunggu Mas Nuga. Apa yang harus aku lakukan jika wanita itu hadir di dunia ku dan Mas Nuga.
Dan Mas Nuga, apa dia masih mencintai wanita itu. Seandainya saja tadi siang Ummi tak menegurku. Pasti aku tahu lebih banyak. Sekarang apa, apa yang harus aku lakukan. Kenapa Mas Nuga tidak bilang kepada wanita itu jika dia telah menikah. Seharuanya dia bilang. Agar dia tak di kira memberi harapan palsu kepada wanita itu. Atau jangan-jangan.

Aku memandangi wajah Mas Nuga yang tertidur pulas di sampingku. Wajah yang begitu teduh, seteduh hatinya.
Aku beranjak dari tempat tidur itu menuju arah jendela. Malam ini bulan sinar rembulan nampak terang. Aku membuka jendela dan duduk di sana. Suara anak-anak santri yang berjaga malam bisa ku dengar.
Aku memejamkan mataku, merasakan angin malam menyelip ke rongga kulit.
"Udah malam kenapa belum tidur?"
Aku membuka mataku saat mendengar suara itu.
"Belum ngantuk." jawabku.
Telingaku mendengar decitan pergerakan dari ranjang tersebut.
"Ada masalah ya?" tanya Mas Nuga. Saat ini dia telah berdiri di hadapanku.
"Enggak." jawabku bohong.
"Aku tahu kamu Nabila. Kalau kamu kayak gini pasti kamu ada masalah." ucapnya.
"Enggak Ada Mas."
"Pasti masalah karena kita belum punya anak ya?" Tanyanya.
Aku menghela nafas. "Enggak mas."
"Nabila aku enggak suka kalau ada sesuatu yang kamu tutu-tutupin."
"Aku juga sama Mas." jawabku menoleh kearah dirinya.
Bisa kulihat wajahnya berubah menjadi bingung.
"Maksud kamu?" tanyanya.

"Aku tadi enggak sengaja denger perbincangan kamu sama temenmu." jawabku dan dia hanya diam.
"Siapa Halimah. Kenapa kamu enggak pernah cerita sama aku." ucapku.
Ia menghela nafasnya dan kemudian ikut duduk di kusen jendela.
"Oke, aku akan cerita siapa Halimah."
Jatungku berdetak hebat saat ia ingin menceritakan siapa Halimah.
"Halimah, dia gadis yang pernah mengisi relung di hatiku Nabila. Wanita yang hadir sebelum adanya kamu."
Aku mendengarkan ia bercerita.
"Waktu pertama kali kita bertemu ... "

#Flasback
Hari ini Nuga dan beberapa temannya di perintahkan untuk membersihkan tempat makan.
Nuga yang tengah membersihkan tempat makan tersebut memergoki teman-temannya sedang mengintip wilayah santriwati. Kebetulan tempat makan putra dan putri bersebelahan. Di batasi dinding dan jalan setapak.
"Eh, kok pada ngintip kesana. Ini loh di bersihkan dulu." tegur Nuga.
"Kamu aja lah ga. Lagi asik lihat anak cewek ni. Cantik-cantik banget." sahut temannya.
"Subhanallah. Bidadari surga."
"Ada jodoh ana kali ya di sebelah."
Nuga hanya menggeleng kepala ketika melihat tingkah teman-temannya ini. Ia terus mengepel lantai tersebut.
"Bagas, Adit, Doni." tegur Ustadz Hanafi.
Ke tiga temannya itu terkejut dan jatuh menumpuk di atas lantai.
"Awh." Ringis mereka bertiga.
"Kalian bertiga ini. Bukannya bersih-bersih malah ngeliatin kawasan putri." Ucap Ustadz Hanafi.
"Assef Ustadz."
"Nuga, sekarang kamu boleh pergi." Ucap Ustadz hanafi.
"Tapi, ini belum selesai tadz."
"Enggak apa-apa. Biar mereka bertiga yang ngelanjutin."
"Oh, ya sudah kalau gitu."
Nuga keluar dari gedung tempat makan tersebut. Kasihan ketiga temannya itu di awasi oleh Ustadz Hanafi.
"Akhi tunggu."
Suara perempuan itu menghentikan langkah kaki Nuga. Ia membalikkan badannya menghadap kearah sang perempuan tersebut.
"Maaf Akhi menganggu waktunya." ucap Wanita itu dengan menundukkan pandangannya.
"Ya, ada apa?" tanya Nuga.
"Saya mau tanya, rumah Ustadzah Fatimah di mana ya?" tanyanya.
"Oh rumah Ustadzah Fatimah. Ukhty dari sini lurus saja terus ada pertigaan belok kanan. Rumahnya warna hijau. Kalau mau barengan ayok. Saya juga mau kesana." ucap Nuga.
"Ah, tidak usah Akhi. Saya kesana sendiri saya."
"Ya enggak apa-apa bareng aja. Sekalian." Ucap Nuga.
Wanita itu menimbang-nimbang ajakan Nuga dan akhirnya ia mengangguk atas tawaran dari Nuga.
"Oh ya, kamu mau ngapain ke rumah Ustaszah Fatimah?" tanya Nuga.
"Ada perlu." jawabnya.

"Perlu apa?"tanya Nuga sekali lagi.
"Perlu banget ya saya kasih tahu kamu."
"Hahaha, kamu lucu. Masa perlunya itu." Ucap Nuga.
"Itu bukan jawaban." Ucapnga jutek.
"Oh, kirain jawaban."
Nuga melihat ekpresi wanita itu diam, cuek sekali dengan dirinya.
"Oke, kita udah sampai." Ucap Nuga.
"Assalamualaikum." Ucap Nuga langsung membuka pintu yang tertutup itu.
"Eh kamu, jangan sembarang buka pintu orang dong." tegur Wanita itu.
"Loh memangnya kenapa. Enggak boleh?" tanya Nuga.
"Enggak sopan tahu. Nanti di sangka maling."
"Maling? Hehehe."
"Eh ada apa ini ribu-ribut." Ucap Ustadzah Fatimah.
"Ustadzah, Assalamualaikum." Ucap wanita itu langsung menyalami Ustadzah Fatimah.
"Wa'alaikumsalam. Ustadzah kira, kamu enggak jadi dateng halimah." Ucap Ustadzah Nuga.
"Jadi Ustadzah. Cuma telat dateng aja."
"Hm."
Ustadzah Fatimah melihat Nuga yang memandangi Santriwatinya itu.
"Nuga ngapain ha?" tanta Ustadzah Fatimah.
"Mau numpang mandi mi, kamar mandi di madrasah jam segini rame." jawab Nuga.
"Hm, banyak alasan. Udah masuk sana."
"Siap Ummi sayang." jawab Nuga melirik wanita yang baru ia kenali itu.
#Flasback Off

"Semenjak itu, Halimah sering datang kerumah. Tak jarang pula kita tak sengaja bertemu. Di perbatasan kawasan putra dan putri, di perbatasan sekolah. Waktu itu aku pulang kerumah dan tak sengaja aku mendegar ia mengaji. Suaranya sangat merdu, lantunan ayat-ayat suci itu begitu indah di dengar si telinga. Dan saat itu aku menyadari bahwa aku menyukainya." Ucap Mas Nuga.
Hatiku sedikit sakit saat mendengarnya. Aku hanya bisa diam sampai ceritanya selesai. Ternyata Mas Nuga yang dulu bukanlah Mas Nuga yang sekarang. Dia dulu lebih Humoris dari pada sekarang.
"Waktu itu aku memberanikan diri untuk mengirimkannya sebuah surat. Ternyata Halimah membalasnya. Dia dan aku suka bertukar surat. Aku titipkan surat itu kepada Marwah yang masih SD saat itu. Heheh."

Dia masih bisa tertawa saat mengingat semua itu. Mas, hatiku sedang sakit sekarang.
"Pernah suatu ketika aku dan dia bertemu secara diam-diam. Aku menyampaikan niatku untuk melamarnya setelah tamat sekolah. Dan dia setuju."
Aku menghela nafas berat saat mendengarkannya bercerita.
"Tapi, Manusia hanya bisa berencana. Allah lah yang berkehendak."
#Flasback.

"Halimah, kenapa kamu enggak bilang kalau kamu dapet beasiswa ke Mesir?" tanya Nuga.
"Kamu tahu dari mana?" tanya Halimah.
"Ummi. Dia cerita kalau kamu mendapatkan beasiswa ke mesir."
Halimah diam seribu bahasa. Bagaiamana ia menjelaskan semua ini kepada Nuga. Laki-laki yang berhasil membuatnya jatuh cinta karena kata-kata indah yang di tulisnya ke dalam sebuah surat.
"Ga, ini impian aku." Ucapnya lembut.
"Impian. Tapi, kita kan. Aku akan melamar kamu Halimah. Aku enggak mau berlarut-larut dalam dosa. Mencintai seseorang yang belum menjadi Muhrim aku."

"Iya, aku tahu. Aku juga enggak mau. Tapi ini impian aku. Aku mohon Nuga. Tunggu lah aku."
Hanya diam yang terdengar. Tak dapat melihat wajah, tak dapat mengenggam, hanya bisa mendengar suara karena di batasi oleh dinding penghalang.
"Nuga, aku mohon. Biarkan kita saling menunggu, biarkan kita saling merindu dan semoga penantian kita nanti dapat menyatukan kita. Aku mohon Nuga tunggu lah aku kembali." pinta Halimah.
Nuga mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.

"Baiklah Halimah. Aku akan menunggu kamu. Dan setelah kamu pulang aku akan segera melamar kamu menjadi pendamping hidupku." Ucap Nuga.
#Off

Air mata ini selalu keluar. Selama bercerita Mas Nuga tak melihat wajahku. Aku menahan diri agar tak terisak.
"Tapi, setelah ia mendapatkan gelar S1 nya. Ia malah melanjutkan S2 nya. Aku masih menunggu dan berharap bisa bersatu dengannya. Abi pernah mau menjodohkanku tapi aku menolaknya. Aku selalu menunggu hingga ia pulang. Dua tahun ia tak ada kabar lagi dan kemudian aku bertemu dengan kamu Bil. Istri aku sekarang."

Aku membuang muka saat ia menatapku. Ku hapus air mata brengsek ini.
"Nabila, Kamu nangis?"
Ia mendekat kearahku dan membantu menghapus air mata ini. Aku berusaha untuk mengelak tapi ia memaksa.
"Nabila maaf kalau cerita aku ngebuat kamu nangis gini."
Aku diam. Mengatur deru nafasku agar teratur. "Aku wanita yang jahat ya Mas." ucapku.
"Kenapa kamu ngomong kayak gitu. Kamu enggak jahat kok sayang."
Sayang, baru malam ini aku mendegar ia mengagakan kalimag itu.
"Aku jahat Mas, aku wanita yang jahat. Aku ngerusak hubungan kalian." ucapku menangis.
Ia mendekat kearahku dan memeluk tubuhku.
"Enggak Nabila. Semua ini bukan keinginan kita. Allah telah menulis semua cerita kita, semua takdir kita. Jauh sebelum kita di ciptakan." Ucap Mas Nuga.
"Tapi tetep aja aku jahat. Lihat sekarang Mas, dia masih menunggu kamu. Dia masih berharap." Ucapku.
Kenapa ia tak berucap. Aku benci saat hening seperti ini. Aku benci air mataku terjatuh begini. Aku benci.
"Mas, ceritakan semuanya kepada wanita itu. Aku tidak mau kalau dia masih berharap sama kamu." Ucapku.
"Enggak bisa bil. Aku takut dia nanti akan sakit hati."
Aku melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Beritahu dia mas." Ucapku.
"Aku takut dia sakit hati bil. Aku ... "
"Kamu lebih pilih aku yang sakit hati atau wanita itu yang sakit hati." Ucapku.
Mungkin saat ini aku benar-benar Egois. Dan mungkin ini sangat berat bagi Mas Nuga. Tapi ia harus tegas. Memilih yang memang harus di pilih.
.
.
.
Bersambung ...

--------


"Menikah Dengan Ustadz" 👉 "My Wedding"
Part 15
...

Aku menatap setiap sudut kamar ini. Sepi tak ada sosok ataupun bayangan dari dirinya. Hanya ada pakaian kemejaku dan celana yang sudah di setrika tergeletak di atas kasur. Pasti ini sudah di siapkan Nabila. Setelah menganti pakaianku aku menuju kearah dapur. Tapi di sana hanya ada Ummi dan Marwah yang sedang memasak.
"Nabila mana mi?" tanyaku.
"Udah pergi tadi. Katanya dia mau buka Cafe lebih awal. Dia bilang maaf karena enggak nunggu kamu pulang dari Masjid." jawab Ummi.
"Oh gitu."

Selama mengajar fikiranku tak fokus. Nabila, wanita itu mudah sekali naik-turun emosinya. Ku fikir setelah bercerita semuanya dia akan mengerti dan faham tapi nyatanya ia sangat cemburu. Cemburu berat. Dan bahkan tadi pagi ia pergi tanpa menungguku.
"Kalian kerjakan saja tugas yang ustadz kasih kan. Kalau sudah kumpul di meja." ucapku.
"Baik Ustadz."
Aku keluar dari kelas. Berdiri,menatap jalan yang ada di bawah. Aku mencoba menelponnya tapi hanya suara operator telpon yang kudengar. Kenapa kisah ku serumit ini.
"Hey, ngapain lo ngelamun?"
Suara itu. Itu suara Al-kahfi. Aku menghadap kearahnya. Tapi, kenapa dia berada di sini.
"Kamu ngapain ada di sini?" tanyaku.
"Gue ngajar disini."
"Hm, sejak kapan?" tanyaku.
"Sejak hari ini." jawabnya.
"Lo kenapa ngelamun. Mikirin Halimah?" tanyanya.
"Untuk saat ini bisa enggak, enggak usah sebut nama itu dulu." Ucapku.
"Loh, kenapa ?"
"Kemarin Nabila denger yang kamu omongin."
"Oh, dia denger semuanya?" tanya Al kaget.
"Enggak tahu. Tadi malam dia tanya siapa Halimah. Dan aku ceritakan siapa Halimah."
"Mulai dari awal lo ketemu sama Halimah?"
"Hm, sampai kita berpisah."
"Alamat lo bro." Ucap Al.
Aku menatapnya. Apa maksud kalimat Al. Seakan tahu akan mimik wajah yang ku tampakkan. Ia langsung menjawab.
"Istri lo pasti lagi marah sama lo kan ga. " aku mengangguk.
"Ya sekarang minta maaf sama dia. Kasih yang dia suka. Terus lo bilang ke dia, kamu adalah satu-satunya wanita yang ada si hatiku."
Aku menatap Al, Apakah sekarang ia seorang penyair atau seorang musafir cinta sekarang.
"Gimana, keren kan kata-kata gue." Ucapnya.
"Oke, aku coba." Ucapku.
.
.
.
Tek ...
Tek ...
Tek ...
Nabila mengiris bawang itu dengan melamun. Ia merasa bersalah karena tingkahnya tadi pagi.
Tek ...
"Auw ... " risngisnya. Mata pisau itu mengenai jari telunjuk Nabila.
"Bu Nabila. " tegur pegawainya yang terkejut.
"Kamu lanjutin ya. Saya mau bersihkan luka ini dulu." Ucap Nabila
"Perlu bantuan tidak bu?" tanya salah satu pegawainya.
"Enggak usah. Kalian lanjutkan saja pekerjaannya."
Setelah mengucapkan itu Nabila menuju Wastafel dan mengguyuri lukanya dengan air. Perih dan sakit.
Kemudian ia pergi ke ruangannya, dan mengobati lukanya sendiri. Fikirannya sangat kacau, sepertinya untuk saat ini, ia butuh ketenangan.
"Titok." panggilnya saat sudah di luar ruangan.
"Ada apa bu?" tanya Titok
"Ini kunci duplikat cafe. Saya mau keluar. Kalau seandainya saya enggak balik ke sini kamu tutup aja Cafenya. Oke." Ucap Nabila.
"Baik bu."

Nabila keluar dari Cafe. Ia menjalankan mobilnya membela jalanan. Tempat yang ia tuju adalah sebuah taman. Taman adalah tempat yang baik untuk menenangkan fikiran.
Kakinya menyusuri jalan setapak yang ada di taman itu. Ini bukan hari minggu, tapi suasana di taman lumayan ramai. Kaki itu berhenti melangkah. Ia duduk di kursi taman dan melamun.
'Ya Allah, salahkah tindakanku hari ini, berdosakah aku kepada suamiku?' batin Nabila.
"Kak Tisu kak, ada air minum dan makanan ringan juga kak." tawar seorang anak kecil.
"Air mineral ada?" tanya Nabila.
"Ada kak." jawab anak itu. "Ini kak." sambungnya.
"Berapa?" tanya Nabila.
"Rp. 3.000 aja kak."
Nabila mengeluarkan uang berwarna merah dari dalam tasnya. "Ini dek." ucapnya.
Anak kecil itu menerima uang yang ia berikan sembari membolak-balik uang tersebut.
"Uangnya besar sekali kak, aku enggak ada kembaliannya."
"Ya kalau enggak ada kembaliannya, ambil aja." ucap Nabila.
"Tapi kak ini _"
"Nolak Rizeki enggak boleh loh dek."
Anak tersenyum gembira saat nabila berucap demikian. "Makasih ya kak."
"Iya."
Nabila meminum minuman yang barusan ia beli. Ia teringat kejadian dimana saat ia dan nuga sedang makan di sebuah warung sate. Saat itu, seorang pengemis datang menghampiri mereka.
"Pak, bu. Kasihanilah saya. Saya belum makan." Ucap Pengemis itu.
Nabila hanya melihat tak mau memberikan uangnya. Sedangkan Nuga, ia telah mengulurkan tangannya memberikan uang ke pemulung itu.
"Mas." bisik Nabila menggelengkan kepala.
"Udah, enggak apa-apa."balasnya.
"Ini pak." Ucap Nuga memberikan uanganya.
"Terima kasih Pak, bu. Semoga Allah membalas kebaikan ibu dan bapak dengan harta yang berlimpah" Ucap Pengemis itu.
"Aamiin."
Setelah mengucapkan itu, pengemis itu pergi dari hadapan Nabila dan Nuga membawa uang pemberian dari Nuga dengan senyum bahagia.
"Mas, kenapa di kasih?" tanya Nabila.
"Aku mau sedekah sama orang yang membutuhkan." jawab Nuga.
"Tapi kan orang kayak gitu tu biasanya orang kaya yang berkedok menjadi pengemis. Banyak loh beritanya." Ucap Nabila.

Nuga tersenyum dan membelai pipi Nabila. "Jangan Shoudzon sama orang ah." Ucap Nuga.
"Aku kan enggak Shoudzon Mas. Tapi__"
"Tapi emang iya kan." Nabila diam mendegar ucapan Nuga yang memotong ucapannya.
"Nabila, dengerin aku baik-baik. Sebagian harta yang kita miliki adalah milik orang lain juga. Allah Swt. berfirman,
آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7)

Jadi, kita harus berbagi kepada orang lain. Soal dia menipu atau tidak, itu urusan dia. Inget, memberikan sebagian harta yang kita miliki tidak akan membuat kita menjadi miskin. Dan yang terpenting adalah keikhlasannya." tutur Nuga.
"Ya tapi kan, enak kita sedekahkan kepada anak yatim dan di masukan ke kotak amal Masjid."
"Itu juga boleh. Dengan yang membutuhkan juga ya bil. Membantu saudara yang kesusahan juga bisa." tambah Nuga.
"Nabila." panggil seseorang.
Nabila tersadar dari ingatannya. Ia menoleh ke arah sumber suara. "Mama."
.

Ini sudah lewat dari jam sembilan malam. Nabila juga belum pulang kerumah. Nuga khawatir jika Nabila marah kepada dirinya yang belum bisa memilih.
"Ga Nabila jam segini kok belum pulang?" tanya Ummi cepat.
"Nuga tadi nelpon tapi Nabila enggak angkat. Terus pas nelpon ke Cafenya, kata pegawai Nabila dia pergi enggak tahu kemana."
"Terus kamu enggak nyari Nabila gitu?" tanya Ummi.
"Ummi tahu kan, tadi pesantren lagi mau ngadain acara. Dan Nuga__"
"Kamu itu Suami Nabila, Ga. Kok malah mentingin urusan yang lain dari pada istri. Di pesantren kan banyak pengurus yang lain. Kamu bisa izin dong. Nabila itu perempuan Nuga." Ucap Ummi dengan nasehat.

Nuga menundukkan pandangannya. Umminya itu sedang memarahi dirinya. Ya, Umminya lebih sayang kepada Nabila dari pada Nuga. Itu yang difikiran Nuga saat ini.
"Apa kamu punya masalah lagi dengan Nabila?" tanya Ummi.
Nuga menaikkan pandangannya. Apa ia harus cerita semuanya kepada Ummi. Tapi, kalau Ummi tahu ia dan Nabila punya masalah lagi dan itu gara-gara murid kesayangannya. Apa yang akan terjadi nanti.
"Ga." Panggil Ummi.
"Ya Ummi."
"Ada masalah lagi?"
Dreettt ... Dreett ...
Nuga merasa ponselnya bergetar. Dengan cepat ia mengambil ponsel itu dari saku bajunya dan di dalam layar ponselnya tertera nama 'Nabila Istriku.'
"Hallo Nabila, Assalamualaikum. Kamu di mana, aku khawatir sama kamu."
[ Wa'alaikumsalam Mas. Kamu enggak usah khawatir. Aku lagi di rumah mama]
"Lagi di rumah mama?"
[Iya. Rencanya mau nginep dua minggu di sini.]
"Dua Minggu, lama sekali."
[Iya Mas, kata Mama dia pengen ngabisin waktu banyak dengan aku. Sekalian memberikan waktu untuk kita menjernihkan fikiran]
"Menjernihkan fikiran. Maksud kamu?"
[Masalah yang kemarin malam]
"Bil ... "
[Mas, please ya. Cuma dua minggu. Enggak lama kok. Izinkan aku]
"Tapi bil."
"Mas, please ya. Izinkan aku. Kata Mama banyak hal yang mau dia bicarakan bersama aku. Lagi pun jarak antara Cafe dan Rumah Mama kan enggak terlalu jauh."
Nuga mengambil Nafas berat dan begitu dalam.
"Ya udah aku izinkan."
[Makasih ya Mas, kalau gitu Assalamualaikum]
"Nabila tunggu."
[Ada apa Mas.]
Nuga melirik Ummi yang menatapnya. Ia sedikit mengecilkan suaranya. Menutup Mulutnya dan ponsel.
"Maaf."
Tak ada sahutan dari sebrang saat ia mengucapkan kalimat itu. Nuga melihat ponselnya, di layar ponsel itu. Ia dan Nabila masih terhubung.
"Hallo, bil."
Tut ... Tut ... Tut ...
.
.
.
Aku mematikan panggilan secara sepihak. 'Maaf' hm, kenapa kalimat itu sangat sulit untuk kujawab seolah Mas Nuga telah melakukan kesalahan yang sangat besar.
"Bil, ni Mama bawakan teh hangat buat kamu." Ucap Mama
"Makasih Ma." jawabku.
Saat ini Aku dan Mama sedang berdiri di depan kolam renang. Malam ini udara begitu dingin.
"Bintangnya banyak ya malam ini." Ucap Mama memandang langit.
"Biasanya juga banyak Ma" jawabku sekenanya.
"Hm ... Hmm." tawa Mama.
Aku mengedarkan pandanganku ke langit. Dan melihat sesuatu.
"Mama lihat enggak bintang yang sendiri itu?" tanyaku menunujuk ke arah bintang yang sedang sendirian.
"Ya, Mama lihat. Kenapa?"
"Itu aku yang dulu. Sendiri, tak ada temen meski memiliki cahaya yang terang." jawabku.
"Dan itu," tunjukku kearah bintang yang sedang berkumpul.
"Itu adalah aku yang sekarang. Bahagia bersama orang-orang baru."
Mama memandangiku. Ia menundukkan kepala sejenak dan kemudian menaikkan lagi pandangannya.
"Ck, huh. Bil, Mama minta maaf jika selama ini udah enggak perduli sama kamu. Dan lebih mementingkan pekerjaan dari pada kamu." Ucap Mama.
Aku memandang Mama yang berkata seperti itu. Tatapannya menatap kosong kedepan.
"Mama sudah banyak salah sama kamu. Semenjak kakak kamu meninggal, hati mama rasanya hancur. Mama sedih karena kehilangan seorang anak. Dan Mama melupakan kamu. lupa jika Mama masih punya seorang anak lagi." Ucapnya menatapku.

"Papa juga mulai berubah. Ia seakan tak perduli dengan kita. Makanya Mama melamar kerja di sebuah perusahaan milik temen Mama. Untuk menghilangkan rasa resah Mama di rumah. " Ucapnya.
"Tapi Mama lupa sama aku semenjak kerja juga," Ucapku.
"Iya, Mama tahu." ucapnya.
"Kamu tahu sesuatu enggak?" tanya Mama.
"Sesuatu apa?"
Mama berjalan menuju meja yang ada di dekat kolam renang. Ia menaruh teh yang ia pegang tadi ke atas meja. Kemudian mendekat lagi kearahku.
Mama menyangkup wajahku kemudian ia beekata.
"Semenjak kamu menikah. Mama merasa kehilangan. Mama sadar bahwa Mama masih punya seorang anak perempuan. Anak perempuan yang sekarang sudah menjadi milik orang lain."
Aku tertegun saat Mama mengucapkan kalimat itu. Benarkah kalimat itu keluar dari mulut Mama.
"Ternyata anak Mama sudah menjadi wanita dewasa. Dia sudah dewasa. Melewatkan waktu kecilnya sendirian. "
Mama memelukku, merangkul dan mengecup ubun-ubunku.
"Mama bahagia, ternyata suami kamu adalah laki-laki yang baik. Dia bisa merubah kamu menjadi wanita yang shaliha seperti sekarang dan sepertinya dia sudah membuat Nabila kecil Mama menjadi bahagia." Ucap Mama.

Hanya senyum yang ku lontarkan ke Mama. Ya Ma, Mas Nuga baik, dia membuatku bahagia, dia bisa membuatku tenang, dia yang punya caranya sendiri membuatku bahagia dan jatuh cinta. Tapi, apakah dia juga cinta kepada diriku. Apakah dia juga bahagia bersamaku.
"Maafin sifat Mama selama ini ya nak." Ucap Mama.
Aku mendongak menatap wajah Mama. Ku balas rangkulan dari pelukan mama. "Iya Ma, Nabila juga." Ucapku.
.
.

bersambung