Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

💞 Kamu pilihan Allah 💞 1 - 5

💞 Kamu pilihan Allah 💞
Part 1
by Resi Oktariani


Malam ini jalanan di penuhi dengan suara langkah kaki berlari. Wanita itu berlari sekuat tenaga agar terhindar dari kejaran penjahat.
"Hey... Tunggu!!" teriak penjahat itu.

"Oh God, kenapa hari ini gue sial banget sih." Ucapnya sembari berlari.
Nabila sekarang benar-benar merasa kalau dirinya sudah kotor. Tangan para penjahat itu telak merobek lengan bajunya.



"Ha... Mau kemana kamu manis" Ucap penjahat itu saat telah berhasil menangkap Nabila
"Lepas, Lepasin gue. " Ucap Nabil memberontak

"Loh dari pada situ sendiri mending sama kita-kita aja" Ucap Nabila
"Cuih, nggak sudih gue. Inget anak bini di rumah woy"
Plak!!
Sebuah tamparan melayang tepat di pipi mulusnya. Salah satu dari preman itu menamparnya. Nabila langsung diam dan rasanya ia ingin menangis.

Preman itu mulai mendekat kearahnya. Nabila menutup matanya dengan terpaksa ia harus mengikhlaskan apa yang akan terjadi selanjutnya.

~Apa ini akhir hidup gue. Nggak-Nggak gue nggak boleh nyerah begitu aja. Gue masih punya masa depan yang masih panjang. Gimana sama tawaran kerja ke LA. Lawan Nabil, Lawan~ batinnya
Baru saja ia ingin membuka mata. Telinganya mendengar suara pukulan. Seperti orang yang sedang berkelahi. Dan benar, saat matanya terbuka sempurnah ternyata preman itu sedang berkelahi dengan seorang pria. Preman yang memegang tangan Nabila juga ikut melawannya.

"Sekarang kalian pergi dari sini!!" titah pria itu.

Semua preman yang sudah babak belur tergeletak di aspal itu langsung berdiri dan berlari pergi dari tempat itu.
Nabila bisa melihat pria itu berjalan mendekat kearahnya. Seorang Pria dengan Baju kemeja dan berkalung sorban.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya pria itu.
Nabila hanya menggeleng. Ia menyilangkan kedua tangannya kebagian baju yang telah sobek.
~Astaqfirullah~ batin pria itu.

Pria itu membuka sorban yang ia kenakan dan menutupi bagian yang terbuka.
"Wanita nggak baik kalau pakai pakaian yang terbuka dan jalan sendiri pada malam hari" Ucap pria.
"Sudah malam. Kalau begitu mari saya antarkan. Nyari kendaraan susah" Ajak pria itu.
Nabila menatapnya sedikit takut. Dia belum kenal dengan orang ini. Bagaimana jika orang ini berniat jahat pula kepadanya
"Kamu jangan takut. Nama saya Anugrah Nur Hasan. Panggil saja saya Ustadz Nuga"Ucap Pria itu
"Ustadz?"
"Iya. Mari saya antar"
Nabila menurut. Ia mengikuti langkah kaki dari ustadz tersebut menuju mobil. Rasa gelisah melanda hati Nabila. Baginya hari ini adalah hari terburuknya. Sekilas ia mengingat kejadian saat pacarnya selingkuh, pertengkaran papa dan mamanya yang berakhir dengan tamparan di pipi sang mama dan yang terakhir kumpulan preman itu. Tanpa sadar air mata keluar dari bendungannya
"Kamu kenapa?" tanya Ustadz Nuga
Bukannya menjawab, Nabila malah mengencangkan tangisannya. Dengan reflek, Nuga memberhentikan mobilnya secara mendadak.
"Gue benci!! Gue benci sama semua Laki-laki" teriak Nabila dengan keras
"Kamu kenapa?" tanya Nuga
"Semuanya sama saja. Buaya!!!"
Nuga bingung harus apa. Wanita yang ia selamatkan sekarang sedang teriak-teriak tidak jelas. Apalagi tempat ia memarkirkan mobilnya ini dekat pemukiman warga.
"Istigfar mbak, istigfar" Ucap Nuga menenang kan.
"Gue benci, gue benci" cicit Nabila masih dengan tangisannya.
Tok... Tok... Tok..
Kaca mobil Nuga di ketuk oleh seorang pria dengan membawa sarung yang di selempang serta senter.
Nuga mulai khawatir dengan semua ini. Ia menatap Nabila yang masih menangis memijat pelipisnya. Dengan perlahan ia membuka kaca mobilnya.
"Maaf mas sebelumnya. Kita-kita ini sedang lagi ronda keliling kampung dan kebetulan tadi kita lihat mobil ini terpakir. Mas sama mbaknya kenapa markir mobil di tempat seperti ini. Kan ini tempat gelap mas?" tanya bapak itu.
"Kalian suami istri?" tambah Bapak satunya lagi
"Bukan pak" jawab Nuga
"Jangan-jangan kalian mau mau mesum ya"
"Astagfirullah, nggak pak, nggak" Ucap Nuga
"Itu mbaknya kenapa nangis ?"
"Itu... Dia__"
"Lo jadi cowok kok nggak mau tanggung jawab sih. Gue udah ngorbanin semuanya demi lo. Tapi kenapa lo nggak bisa tanggung jawab" Ucap Nabila
Para bapak-bapak itu saling menatap dengan heran begitu pula dengan Nuga.
"Mas habis ngapaian mbaknya sampai nangis kayak gitu?" tanya Bapak-bapak
"Saya nggak ngapa-ngapain dia pak"
"Kenapa dia minta tanggung jawab?" Tanya Bapak-bapak yang satunya lagi.
"Saya___"
"Sebaiknya Mas sama Mbaknya ikut kita ke rumah pak RT"
"Loh, tapi pak__"
"Ikut saja!"
_______________


-------
💞 Menikah Dengan Ustadz 💞
Part 2
🍒🍒🍒

Nabila sedang duduk di pinggir kasur yang tak seempuk kasur milik dirinya. Ruang kamar ini juga tidak terlalu besar. Sekejab ia mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Suasana di tempat ini benar-bener ramai. Beberapa warga juga ikut menyaksikannya.
"Sorban yang nak Nabila pakai punya siapa?" tanya pak RT
"Punya dia pak" jawab Nabila menunjuk Nuga
"Boleh di buka sorbannya," ucap Pak RT
Nabila menjawab dengan menggeleng. Ia merasa malu jika semua orang disini melihat bajunya yang robek. Apalagi semua itu akibat perbuatan para preman itu. Tak sengaja ia menangis dengan terisak
"Bu, tolong bukakan ya" pinta Pak RT kepada istrinya.
Sang istri mengangguk dan membukakan sorbannya. Awalnya Nabila menahannya namun karena kelembutan istri pak RT akhirnya ia membiarkan sorban itu terbuka.
"Astaqfirullah" ucap semua orang.
Nabila sangat malu saat semua orang berkata seperti itu. Disini tak ada satu orang yang ia kenal. Ia kembali menutupi bagian robek dari bajunya. Hari ini adalah hari tersialnya.
"Baiklah, keputusan saya sudah bulat. Saya akan menikahkan kalian berdua atas perbuatan mesum yang kalian lakukan" ucap pak Rt
"Tapi pak, saya nggak ngelakuin apa-apa sama dia" ucap Nuga.
"Dengan bukti pelaporan dari bapak-bapak yang lagi ronda serta bukti fisik. Mas tidak bisa menolak lagi!" tegas pak Rt.
"Bapak kalau nggak percaya bisa tanya sama orangnya sendiri. Saya nggak melakukan apa-apa. " pinta Nuga.
"Baiklah."
"Ayo kamu bicara yang sejujurnya sama semua orang" pinta Nuga namun Nabila hanya diam.
"Ayo bilang!" pinta Nuga kembali. Namun Nabila masih bersikap sama saja.
"Diam tandanya iya. Sesuai dengan peraturan di daerah ini, siapapun yang melakukan perbuatan yang tidak senono maka mereka wajib di nikahkan." Ucap pak Rt tegas
Dengan gemetar tangan Nuga memegang tangan Papanya Nabila. Setelah perintah untuk dinikahkan itu diucapkan oleh pak Rt para warga menelpon kedua orang tua Nuga dan Nabila.
"Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Nisa Apriliya Binti Frans Eko Exfander dengan maskawin seperangkat alat shalat di bayar tunai."
"Bagaimana saksi"
"Sah!!" Ucap semuanya kompak
~Cklek~
Suara pintu itu membuyarkan lamunannya. Ia menatap seseorang yang berada di ambang pintu itu. Itu Ustadz Nuga, laki-laki asing yang sekarang telah menjadi suaminya. Nuga berjalan mendekat kearah Nabila duduk.
"Kenapa kamu tadi diem aja dan nggak jujur sama semuanya?" Tanya Ustadz Nuga
Nabila hanya diam sembari menghapus air mata yang jatuh di pipinya.
"Hey. Kamu denger saya nggak?" Tanya Ustadz Nuga sekali lagi
"Bisa nggak nggak usah bahas itu dulu. Gue lagi hancur sekarang. Gue capek. Dan gue butuh ketenangan!" bentak Nabila
Ustadz Nuga diam saat mendengar bentakan itu. Ia melihat raut wajah kekecewaan, kegelisahan, dan kesedihan yang terpampang jelas di wajah Nabila.
Tanpa berucap apa-apa lagi. Nabila langsung merebahkan tubuhnya kekasur tersebut.
~Entah gadis seperti apa yang kau jodohkan denganku ini ya Allah. Semoga dia memang wanita yang baik dari engkau~ batin Nuga
ooOoo

"Ummi, Abi Nuga duluan ya berangkat ke sekolah" pamit Nuga
"Istri kamu mana?" tanya Ummi
"Masih tidur"
"Nggak niat bangunin?" ucap Abi
"Nggak. Shalat subuh aja dia nggak bangun." jawab Nuga
Ummi dan Abi saling melemparkan pandangan. Mereka tahu bahwa Nuga menikah karena ia di fitnah telah melakukan perbuatan yang mesum.
"Nuga pergi dulu ya. Assalamualaikum" ucap nya.
"Wa'alaikumsalam"
"Ummi, tolong bangunkan menantu kita ya. Abi takut kalau seandainya ia bangun dan melihat keadaan rumah yang kosong." ucap Abi.
"Iya Abi"
"Ummi Marwa ikut ya" pinta anak gadis mereka.
"Ayo."
Mereka berdua berjalan menuju kearah kamar Nuga. Saat membuka pintu ternyata Nabila masih tertidur pulas diatas kasurnya.
"Kakak ipar Marwa cantik ya" ucap Marwa
"Iya"
Ummi duduk di samping Nabila tidur. Dengan perlahan ia membelai rambut Nabila.
"Nak... Bangun sudah siang " ucap Ummi, ibu mertuanya.
Nabila yang mendengar kalimat itu perlahan membuka matanya. Saat membuka mata ia melihat dua sosok wanita yang sedang berdiri di kamarnya. Nabila menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang
"Kalian siapa, kenapa ada di kamar Gue?" tanya Nabila
Ummi dan Maryam saling memandang dengan tatapan bingung.
"Nak, ini kamar suami kamu. Kamu sekarang ada di rumah Ummi dan Abi." ucap Ummi
"Suami?"
"Iya"
Nabila kembali mengingat kejadian tadi malam.
"Maaf Ummi, Nabil lupa kalau sudah menikah" ucapnya
"Nggak apa-apa kok sayang. Oh iya Ummi, Abi sama Marwa mau kesekolah dulu ya. Kamu tinggal di rumah sendiri nggak apa-apa kan?" tanya Ummi.
"Iya Ummi nggak apa-apa" jawabnya
"Ya udah kalau begitu Ummi pergi dulu." ucap Umi

Nabila membalas dengan anggukan. Ummi mengecup kening Nabila, ia memejamkan matanya. Ciuman yang penuh dengan kasih sayang sama seperti ciuman Almarhum neneknya.
"Dadah kak " ucap Marwa kemudian ikut pergi mengejar Umminya.
Selama di rumah sendirian kerjaan Nabila hanya duduk melamun di pinggir jendela kamarnya. Semua kejadian yang kemarin menimpahnya berakhir dengan seperti ini. Menjadi istri dari seorang ustadz yang telah menyelamatkannya. Dua minggu lagi ia harus berangkat ke LA. Tawaran kerja sebagai Chef di Restoran terbesar di sana adalah salah satu impiannya. Namun sepertinya ia harus menggugurkan niatnya itu karena ia telah menjadi istri dari seorang ustadz.
~Cklek~
Suara pintu itu terbuka. Laki-laki yang sama yang berdiri tepat diambang pintu. Nabila hanya meliriknya saja kemudian melemparkan tatapannya lagi keluar halaman.
Nuga masuk dan menatapnya. Ia mengganti baju sembari melirik kearah Nabila yang kelihatan diam dan melamun.
"Maaf" ucap Nabil tanpa melihat
Nuga sedikit terkejut saat Nabila mengucapkan itu.
"Maaf kenapa?" tanya Nuga
"Maaf karena gue nggak ngomong waktu ditanya. Maaf karena gue nggak tahu terima kasih sama lo dan maaf karena gue udah jadi istri lo." jawab Nabil
"Semua sudah terjadi. Kamu nggak usah minta maaf. Mau nolak pun sekarang udah nggak ada guna karena kita sudah sah"
"Lo boleh nyerein gue. Karena gue tahu, lo nikahi gue karena terpaksa kan" ucap Nabila yang sekarang telah berbalik menghadap Nuga
"Kamu ngomong apa sih. Menikah itu cukup satu kali. Dan pernikahan bukan main-main. Jadi saya minta sama kamu jangan sekali-kali bilang kata cerai" ucap Nuga
"Tapi kita Nikah karena kesalah pahaman. Dan gue takut kalau___"
"Allah yang menikahkan kita. Semua terjadi atas kehendaknya. Dan saya minta sama kamu berhenti untuk membahas ini!"
Nabila terdiam saat mendengar kalimat itu. Seperti sebuah bentakan.
"Saya mau ketemu sama seseorang dulu. Kamu tetep di rumah, Assalamualaikum" ucap Nuga
"Wa'alaikumsalam"

Bersambung....

-------

💞 Menikah Dengan Ustadz 💞
Part 3
🍒🍒🍒

Saat ini mentari telah menyerahkan tugaskan kepada bulan untuk menerangi gelapnya malam. Masih dalam posisi yang sama. Nabila duduk di pinggir jendela, air matanya tak henti-hentinya keluar. Menangis dalam keheningan dan kesunyian.
Tok... Tok... Tok...
"Kak Nabila, kita makan malam yuk" ajak Marwa dari balik pintu.
Nabila menghapus air matanya yang berlinang. Ia berjalan membuka pintu kamar itu.
"Hai kak. Makan yuk" ajak Marwa tersenyum kearah Nabila
"Gue lagi nggak laper. Kalian kalau mau makan, makan aja."
"Kak, kakak kan belum makan dari pagi. Makan yuk kak. Ummi sama Abi udah nunggu loh. " bujuk Marwah.
"Kakak lo ada?" tanya Nabila
Marwa mengerutkan Dahinya. " kak Nuga kak?" Nabila mengangguk.
"Kalau kakak mau tahu ikut Marwa sekarang" ucapnya langsung menarik tangan Nabila
Mereka berjalan menuju kearah dapur. Di sana sudah ada tiga orang yang sedang duduk di kursinya masing-masing dan sedang menyantap makanan mereka.
"Nabila, Akhirnya kamu keluar kamar juga. Ayo nak kita makan. Kamu duduk di samping Nuga ya" perintah Ummi.
Nabila membalas dengan senyuman ia duduk di samping Nuga. Ia sedikit menatap Nuga namun sepertinya Nuga sangat cuek terhadap dirinya, meliriknya saja tidak.
"Nak Nabil jangan malu-malu ya di sini. Rumah yang kecil ini sekarang sudah menjadi rumah Nabila juga" ucap Abi.
"Iya Abi."
"Oh ya besok kan anak-anak santri pada libur kalau kamu mau kamu bisa keliling pesantren sama Nuga" ucap Abi.

"Nuga besok ada urusan bi" ucap Nuga yang masih menikmati makanannya.
"Ya udah kalau gitu sama Marwa aja kelilingnya." ucap Marwa menawarkan diri.
"Nabila nggak mau kemana-mana dulu," ucap Nabila.
Semua memandangi nya, mungkin Nabila masih terbawa suasana dengan kejadian kemarin yang membuat dia masuk kedalam keluarga ini.
Drettt.... Dretttt...
Ponsel milik Nabila bergetar di sana tertera nama seorang laki-laki. Nabila meliriknya sebentar kemudian ia merijeknya. Berkali-kali ponsel itu bergetar dan berkali-kali pula tangan Nabila merijek nya.
"Teleponnya kenapa nggak di angkat?" tanya Ummi.
"Ini orang salah sambung mi. Nabila nggak kenal" ucap Nabila.
Dan sekali lagi ponsel miliknya itu berdering kembali.
"Coba diangkat dulu nak, siapa tahu orang tua kamu." ucap Abi
Nabila menghela nafas. " Nabila angkat telponnya dulu ya."
Ia permisi pergi dari ruang dapur untuk mengangkat panggilan dari ponselnya itu.
"Hallo Sayang kam___"
"Sayang-sayang pale lu peyang. Ngapain sih lo nelpon gue. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi"
"Ya ampun sayang. Masa kamu lupa, dua hari lagi kita bakal tunangan"
"Lo tu nggak punya malu banget sih jadi cowok. Lo tu udah ketawan selingkuh sama si Syella sahabat gue dan sekarang lo mau kita tunangan. Lo kira gue cewek bego apa?!"
"Bila sayang. Gue tu sayang sama lo. Gue waktu itu cuma khilaf aja."
"Bullshit lo. Sekarang gue minta sama lo jangan pernah ganggu gue lagi, stalking gue apalagi nelfon-nelfon gue. karena gue udah jadi Bini orang."

Nabila langsung mematikan ponselnya. Nafasnya naik turun karena kesal. Matanya menatap kearah jalan yang ada didepan rumahnya. Ada beberapa Santri yang melihat kearah dirinya dengan berbisik-bisik. Nabila menjadi heran akan tatapan itu. Dia melihat dirinya dari bawah kearah serta membenarkan rambutnya.
"Apaan lo pada ngeliatin gue. Kayak nggak pernah lihat orang aja!" teriak Nabila
Ia berbalik ingin masuk kedalam rumah kembali namun tak sengaja tubuhnya menabrak seseorang dan hampir jatuh. Namun ia beruntung karena orang itu dengan cepat menangkapnya.
"Bisa lepasin gue nggak?" ucap Nabila kepada pria itu
Pria itu menegakkan badan Nabila kembali. Dia adalah Nuga, suami Nabila. Nuga menatap para santri yang lewat.
"Ikut saya kekamar." ucap Nuga menarik tangannya.
"Ha?!"
Nuga menarik tangan Nabila masuk ke kamar mereka. Ia tak melihat kalau ada Ummi dan Abi yang sedang duduk di kursi depan.
"Nuga mau ngapain Nabila itu Mas. Kok kita duduk di sini aja dia nggak noleh?" tanya Ummi
"Ah kamu dek kayak nggak tahu aja. Kita habis Nikah juga kayak gitu kan dulu" jawab Abi
"Uhuk.. Uhuk.." Ummi tersedak saat Suaminya berkata seperti itu.
Nuga menatap Nabila dengan tangan melipat di depan dadanya.
"Kenapa kamu keluar rumah nggak pake Jilbab?" tanya Nuga. Saat ini mereka sedang berada di kamar.
"Emangnya kenapa?" ucap Nabila balik bertanya
"Kamu nggak lihat tadi kalau kamu jadi pusat perhatian ?"
"Mana gue tahu. lagian ya, gue tu nggak ada jilbab " jawab Nabila.
Nuga menggelengkan kepalanya. Ia berjalan mendekat kearah lemari mencari sesuatu. Tangannya memegang sebuah Baju dan jilbab Syar'i. Hadiah yang sebenarnya akan ia berikan untuk seseorang yang pernah singgah di hatinya.
"Ini baju dan jilbab, Besok kamu pakai pakaian ini." ucap Nuga.
"Punya siapa ni, punya Ummi ya?" tanya Nabila
"Bukan, itu hadiah buat seseorang yang waktu itu aku pikir bahwa dia bakal jadi Jodoh saya." jawab Nuga

"Oh, sekarang orangnya di mana?" tanya Nabila
"Di Mesir, dia dapet beasiswa di sana" jawab Nuga
"Ohhh. By the way gue jadi penghalang bagi kalian dong " ucap Nabila.
"Oh nggak-nggak, kamu bukan penghalang. sekarang yang lebih berhak atas diri saya adalah kaju karena kamu adalah istri saya. Dan tugas saya selanjutnya adalah membimbing kamu dan menjadi guru kamu juga" ucap Nuga
Nabila bergedik ngeri saat mendengar ucapan itu. Membimbing? Jadi guru? Oh No, dia mau dijadikan apa nantinya.
"Nggak usah ngelamun. Sana tidur udah malam." ucap Nuga.
Ia berjalan mengambil beberapa bantal yang ada di atas ranjangnya.
"Mau tidur dimana?" tanya Nabila
"Tidur dibawah"
"Eh nggak usah. Harusnya gue yang tidur di bawah, ini kan kamar lo"
"Nggak usah. Biar kamu aja yang diatas. Kamu kan cewek" ucap Nuga
"Oh ya boleh minta sesuatu sama kamu?" tanya Nuga
"Apa?"
"Kalau bisa, kamu jangan panggil saya ataupun orang lain dengan sebutan Lo, gue. Soalnya itu kurang sopan banget. Apalagi ke saya yang sudah jelas menjadi suami kamu" ucap Nuga
"Gue nggak biasa ngomong kayak gitu"
"Ya di usahain dong "
Nabila mendengus kesal mendengar ucapan dari Nuga.
"O iya, satu lagi. Besok Marwah tetep ngajak kamu keliling pesantren. Biar kamu bisa lebih bersosialisasi dan mengenal tentang lingkungan pesantren."
"Gue kan__"
" M ... M .... M..., saya nggak nerima penolakan. Udah tidur sana."
"Ck, oke."
ooOoo

Saat ini Nabila sedang sibuk memakai jilbabnya. Ia bingung bagaimana cara memakainya.
"Kak Nabila ngapain?" tanya Marwa
"Eh kamu dek" ucapnya
~Kamu dek?~ batin Marwa
"Ini ni. Kakak nggak ngerti cara pasang jilbabnya"
"Mau Marwa bantu?" ucapnya.
"Boleh"
Marwa mengambil alih. Ia memasangkan jilbab itu kek kepala Nabila. Tak butuh waktu lama, Marwa sudah selesai memakaikan jilbab tersebut. Nabila terlihat begitu sangat cantik saat memakainya. Warna pakaian itupun sangat cocok dengan kulit putih Nabila.
"Wah cantik banget kak" puji Marwa sekali lagi.
"Ah kamu biasa aja. Tapi kok ada rasa gatel-gatel gitu ya?" ucap Nabila sembari menggaruk kepalanya.
"Kak Nabil, kalau baru awal ya gitu. Tahanin aja ya" ucap Marwa.
"Ya udah sekarang kita mulai jalan yuk" ajak Marwa dan Nabila mengangguk.
Mereka berjalan mengelilingi kawasan Santriwati. Marwa menjelaskan bagian-bagian yang mereka lalui. Sedangkan Nabila, ia seperti acuh tak acuh. Kurang bergairah dalam perjalanan mengelilingi daerah pesantren ini.
"Nah kak. Ini adalah Asrama Putri. Di sana sama di sana juga ada" jelasnya.
"Ohhh."
"Assalamualaikum Marwa" sapa seorang santri.
"Wa'alaikumsalam Nur"
"La tansha anana yajib An nashil mubakiran" ucap Nur
( jangan lupa nanti kita harus datang lebih awal )
"Na'am"
Nur melirik kearah Nabila yang berdiri di samping Marwa.
"Man Hazhi hi Marwa?" tanya Nur.
(Ini siapa marwa)
"Huwa Shohra ya, ismuhu Nabila"
(Dia kakak iparku, namanya Nabila)
"Ohhh, zaujha Minal Ustadz Nuga?" tanya nya.
(Ohhh, istri dari ustadz Nuga?)
"Na'am"
"Assalamualaikum ustadza, Ana Nur" ucapnya mengulurkan tangan.
Nabila tersenyum dan menjabat tangannya Nur. " Nabila " ucapnya.
"Ya udah ya Nur, aku mau ngajak kak Nabila keliling dulu." ucap Marwa
"Tafaddhol Wa"

Mereka berjalan menyusuri daerah pesantren lagi. Saat di perjalanan tak sengaja mereka berdua bertemu dengan Nuga yang sedang berkumpul dengan beberapa Santri.
"Kak Nuga." panggil Marwa
"Ya" ucapnya berbalik badan menghadap Marwa.
Saat membalikkan badan, orang yang pertama kali ia lihat adalah Nabila. Ia menatap Nabila yang terlihat sangat cantik mengenakan baju yang ia berikan tadi malam.
"Udah, jangan di pandangin kayak gitu juga kali kak Nabilnya" tegur Marwa.
"Apaan sih kamu tu dek"
"Hm, ngelak" cicitnya.
"Kalian mau kemana lagi?" tanya Nuga.
"Kita mau ke tempat Ustadz Hanafi kak. Mau lihat kuda" jawab Marwa
"Kakak ikut ya" ucap Nuga.
"Katanya ada urusan."
"Udah selesai Marwa," jawabnya.
"Kalian lanjutkan pekerjaan ya. Saya permisi dulu. Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam Ustadz."
Mereka bertiga melanjutkan perjalanan kembali. Nuga berdiri di samping Nabila dan Marwa disampingnya. Selama perjalanan keduanya hanya diam berbeda dengan Marwa yang selalu ingin menghidupkan suasana.
"Nah kita sudah sampai." ucap Marwa
Nabila menaikkan pandangannya yang lesu sedari tadi. Saat melihat pemandangan yang ada di depannya pupil matanya berubah menjadi bercahaya dan penuh semangat.
"Wow, kudanya banyak banget wa. I like it." ucapnya yang langsung masuk ke area Kuda.
"Loh kak Nabil!" teriak Marwa kemudian mengejar Nabila.
Nuga terlihat cuek dengan tingkah adik dan kakak ipar itu. Ia berjalan dengan santai mendekat kearah mereka namun seseorang menepuk pundaknya hingga langkahnya terhenti.
"Assalamualaikum Nuga" sapa seorang pria.
"Wa'alaikumsalam, eh Ustadz Hanafi, Ustadzah Fitri," ucapnya.
Nuga melirik kearah anak kecil yang berada di atas kuda kecilnya. Ia menunduk dan mengacak rambut anak laki-laki itu seraya berkata. " Hay jagoan kecil" ucapnya.
"Hay juga Ustadz Nuga" jawabnya.
"Ente sendirian aje kemari?" tanya ustadz Hanafi.
"Nggak kok tadz, saya kesini bareng mereka" jawabnya menunjuk kearah Marwa dan Nabila.
"Itu siapa yang sama adik mu ga?" tanya Ustadzah Fitri.
"Dia istri saya Ustadzah. Namanya Nabila, " jawab Nuga.
"Masya Allah, kapan Nikahnya ga?" tanya Ustadz Hanafi.
"Dua hari yang lalu. Nikahnya bukan disini. Hanya Ummi dan Abi yang datang."
"Ohh, Barakallah ya Ga. Semoga kalian cepet dapet malaikat-malaikat kecil yang menghiasi rumah kalian." ucap Ustadzah Fitri.
Nuga hanya memberikan senyuman tanpa mengaamiin kan. Bagaimana mau mengAamiin kan jika istrinya saja menginginkan untuk bercerai.
"Ga, sebaiknya kamu tolong bidadari kamu deh" tegur Ustadzah Fitri.
"Bidadari?" tanya Nuga bingung.
"Itu" ucapnya menunjuk kearah Nabila yang berusaha naik keatas kuda.
Nuga menarik nafas dalam saat melihat Nabila. Harusnya ia meminta tolong kepada Marwa ini malah mau naik kuda sendiri.
"Ya udah kalau gitu saya mau kesana dulu ya Ustadz, Ustadzah. Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Nuga berjalan mendekat kearah Nabila. Kemana adiknya itu pergi meninggalkan Nabila sendiri di situ.
"Kuda, kamu yang anteng ya aku mau naik ke punggung kamu" ucapnya.
"Emang bisa mengendarai kuda?" tanya Nuga yang telah berdiri di sampingnya.
Nabila melirik kesampingnya. Di sana telah berdiri seseorang yang telah menyelamatkannya.
"Bisa"
"Terus kenapa nggak bisa naik?" tanya Nuga kembali.
"Ya... Karena udah lama nggak naik kuda."
"Seberapa lama?" tanya Nuga.
Nabila menunduk lesu. Ia mengingat memory beberapa tahun silam. Memory yang penuh kenangan indah dan sekarang semua itu sudah menjadi kenangan.
"Sudah lama sekali. Saat umurku 7 tahun. "
Nuga melihat raut wajah yang sangat sedih dari istrinya ini. Nabila menjauh dari kuda itu. Ia membalikkan badannya menghapus air mata yang keluar.
"Ohh shiit, Don't Cry Bila. Don't Cry" ucapnya pada diri sendiri.
"Nabila" panggil Nuga.
Nabila membalikkan badannya. Ia menatap kearah Nuga. " aku mau pulang aja."
"Nggak mau naik kuda?" tanya Nuga
"Nggak. Lagi Bad Mood."
Setelah mengucapkan itu Nabila pergi dari hadapan Nuga. Sedangkan Nuga, ia masih berdiri di tempat yang sama memandangi Nabila dari kejauhan.
~Apa Aku salah bicara ya~" batinnya.
"Assalamualaikum" salam Nabila saat sampai dirumah.
"Wa'alaikumsalam, Nabila kok___"
Bruk!! Suara pintu di banting.
"Astagfirullah" ucap Ummi terkejut. " ya Allah, anak itu kenapa?" sambung nya
________________________________________________
Next?

-------


💞 Menikah Dengan Ustadz 💞
Part 4
Ummi mengetuk pintu yang tadi di banting oleh Nabila. Entah apa yang membuat dirinya menjadi seperti itu.
"Nabila, kamu kenapa nak?"
"Nggak apa-apa Ummi" sahutnya dari dalam kamar.
"Ummi masuk ya sayang?"
"Nggak usah Ummi, Nabila nggak apa-apa."
Ummi menghela nafas berat. Dirinya mengkhawatirkan Nabila yang masuk kedalam kamar dengan membanting pintu kamar itu. Apa yang sebenarnya terjadi.
"Assalamualaikum Ummi." ucap Nuga yang baru datang.
"Wa'alaikumsalam. Ga, istrimu__"
Nuga menatap pintu kamar itu. "Biar Nuga lihat ya mi," ucapnya
"Ya sudah."
Setelah Ummi pergi. Nuga memegang knop pintu itu dengan perlahan. Saat terbuka ia mengedarkan pandangannya. Kakinya melangkah masuk kedalam kamar itu. Ia melihat Nabila sedang duduk di bawah ranjang.
Nabila duduk dengan memeluk kakinya sendiri. Nuga yang melihat itu menyusul duduk di samping Nabila.
Bibirnya ingin mengatakan sesuatu namun lidahnya keluh. Semua ini pasti karena perkataannya di tempat Ustadz Hanafi tadi. Dengan menarik nafas dan menggosokkan tangannya di paha yang tertutupi kain celana. Ia memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.
"Maaf ya kalau seandainya___"
"Nggak usah minta maaf. Ustadz nggak salah apa-apa."
"Terus ... Kenapa kamu nangis?" tanya Nuga.
Nabila mengangkat kepalanya. Ia menatap mata Nuga namun Nuga memalingkan wajahnya saat mata itu menatapnya. Entah kenapa jantungnya berdebar sangat hebat saat memandang mata Nabila.
"Pengen nangis aja."
"O ... O ... Ohh," ucapnya gerogi.
"Kenapa ya hidup gue kayak gini banget. Kenapa tuhan tu nggak adil banget sama gue." ucap Nabila lirih.
"Nabila, kamu jangan bicara seperti itu. Allah itu maha Adil. "
"Tapi kenapa hidup gue kayak gini?" ucapnya lirih.
"Manusia itu akan selalu di uji selama hidupnya. Dan Allah tidak akan menguji seorang hamba di luar kemampuannya. "
"Terus, gue harus apa sekarang?"
"Berdoa, minta pertolongan sama Allah."
Mendengar ucap Nuga, ia hanya tersenyum hambar. Sudah lama sekali ia tak berdoa.
"Kamu juga harus lebih rajin shalat. Jalani apa yang telah di garis kannya" sambung Nuga.
"Gue udah lama nggak Doa apalagi Shalat. Dan sekarang, gue lupa."
"Nanti saya ajarkan. Tapi sebelum itu kamu inget kan apa yang saya bilang tadi malam."
Nabila tersenyum saat Nuga mengatakan itu. Ia lupa jika ia harus merubah gaya bicaranya.
"Iya, sorry deh tadi lupa."
"Ya udah nggak apa-apa."
Sesuai dengan ucapannya tadi. Nuga mengajari Nabila Shalat kembali. Perlahan namun pasti akhirnya Nabila mengingat semua bacaan shalat dengan cepat. Pada hari itu, untuk pertama kalinya Nuga menjadi Imam bagi Makmumnya, Nabila.
"Assalamualaikum warahmatullah, Assalamualaikum warahmatullah."
Nuga membalikkan badannya dan memberikan tangan kanannya untuk di cium oleh Nabila.
"Nanti setelah Ashar ikut saya ya."
"Kemana?"
"Nanti kamu tahu."
ooOoo

Nabila melihat Nuga mengelus kepala kuda itu dengan lembut. Yap, setelah shalat Ashar Nuga mengajak Nabila pergi ke rumah Ustadz Hanafi kembali.
"Mau naik?" tanya Nuga.
"Aku?"
"Iya."
Nabila tersenyum dan mendekat. Ia naik ke punggung kuda itu dengan bantuan dari Nuga. Mereka berdua berjalan ke suatu tempat. Nuga menuntun kuda itu agar berjalan mengikutinya. Ia menatap Nabila yang tersenyum sepanjang jalan.
"Kamu kenapa senyum-senyum terus?"
"Seneng aja. Terkahir kali naik kuda kan waktu masih kecil. Waktu itu aku sama keluarga lagi liburan ke Turki. Seneng banget, saat semuanya masih baik-baik saja."
Kembali Nuga melihat raut wajah sedih Nabila. Sebenarnya ada masalah apa dengan istrinya itu. Dari awal pertemuan mereka, meracaunya Nabila di dalam mobil sehingga mereka menikah. Banyak yang harus Nuga tahu. Mereka berdua harus saling kenal satu sama lain.
Tibalah mereka di sebuah danau yang tak jauh dari kawasan pesantren. Tepatnya berada di belakang halaman pesantren di perbatasan kawasan putra dan putri.
"Kita sudah sampai," ucap Nuga.
"Disini?"
"Iya."
Ia membantu Nabila turun dari kuda itu. Nabila memegang pundak Nuga dan Nuga memegang pinggang Nabila.
Nabila mengedarkan pandangannya ketika melihat tempat ini.
"Kenapa kamu ngajak aku kesini?"
"Saya rasa kita harus saling kenal. Suasana yang asri bisa membuat suasana hati jadi lebih baik." jawab Nuga.
"Mari kita ke pondok yang ada di sana," ajak Nuga.
Nabila menurut. Ia mengikuti langkah dari Nuga.
"Gimana kalau kamu yang mulai? " tawar Nuga.
"Kenapa aku?"
"Karena kamu sudah tahu nama saya dan keluarga saya."
"Oke, aku anak kedua dari keluarga Bapak Frans. Aku punya kakak tapi dia udah meninggal saat usia 10 tahun." ucapnya.
"Innalilahi wainna illahi raji'un."

"Semenjak kakak meninggal, semuanya jadi berubah. Papa sering kasar ke mama dan mama suka curiga ke papa. Aku tu kayak orang asing dirumah sendiri. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Karena itu aku lebih memilih untuk tinggal sama nenek. Nenek yang selalu suport aku. Tapi tiga tahun yang lalu. Nenek pergi nyusul kakakku. Dan aku harus tinggal kembali bersama Mama dan Papa."
Nuga mendengar cerita Nabila dengan perasaan iba.
"Waktu itu Papa jodohin aku sama anak rekan bisnisnya. Awalnya sih aku nggak mau, tapi lama kelamaan dia buat aku jatuh cinta. Jatuh cinta untuk pertama kalinya. Sebenarnya sih besok acara tunangan kita. Tapi ... " Nabila menggantungkan kalimatnya.
"Tapi karena kita Nikah kamu nggak jadi___"
"Dia selingkuh. Sama sahabatku sendiri."
Nuga diam mendengar ucapan Nabila. Mata Nabila berkaca-kaca. Nuga bisa menggambarkan bahwa Nabila memang sangat cinta kepada kekasih nya yang dulu.
"Itu yang buat kamu meracau di dalam mobil saat ada warga yang lagi ronda?" tanya Nuga.
"May be. I forget," ucap Nabila.
(Mungkin. aku lupa,)
"Pikiran aku saat itu sedang kacau. Di rumah Papa sama Mama berantem. Aku mau cari ketengan, jadi aku mutusin untuk pergi ke apartemant mantan pacar aku. Dan saat di sana aku lihat dia lagi berduaan sama sahabat aku. Jiwa ku terasa terkuncang, hatiku sakit. Aku ninggalin mobilku dan naik bis. Di sana aku ketiduran dan saat terbangun aku udah berada di tempat yang nggak aku tahu sama sekali. Kemudian aku bertemu dengan preman-preman itu. Dan ..."
Nuga tahu cerita selanjutnya bagaimana. Nabila menangis saat mengingat semua kejadian itu. Dengan berani Nuga memegang kepala Nabila untuk menyandar di pundaknya dan merangkul Nabila.
"Kalau kamu mau nangis, nangis aja. Aku nggak akan ngelarang. Terkadang menangis itu bisa juga membuat hati lebih tenang. Saat bibir tak mampu bicara." ucap Nuga.
Nabila sedikit tenang saat Nuga merangkulnya. Ia mengatur nafasnya agar lebih tenang. Kepalanya mendongak sedikit kearah Nuga.
"Sekarang gantian kamu yang cerita," pinta Nabila.
"Mau cerita apa?"
"Cewek yang ada di Mesir."
"Dia cuma temen kok. Ya memang dulu saya punya rencana mau melamar dia tapi, dia lebih memilih melanjutkan pendidikan. Kedua keluarga kita juga belum ada yang tahu."
"Lagian kan saya sudah menikah sama kamu jadi dia masa lalu saya."
Nabila melepaskan sandaran kepalanya kepada Nuga.
"Aku orangnya sulit untuk jatuh cinta apalagi aku baru putus cinta sama pacar pertamaku."
"Saya percaya bahwa pacaran setelah menikah itu lebih indah dari pada pacaran sebelum menikah."
Nabila hanya tersenyum. Ia tak yakin dengan hal itu karena ia Insiden Mama dan Papanya.
"Aku nggak percaya."
"Maka akan saya buktikan."
Tangan Nuga menyeka air mata yang ada di pipi Nabila. Nabila membalas dengan senyum atas perlakuan dari Nuga.
Dari kejauhan nampak beberapa santriwati yang tak sengaja lewat.
"Marwah itu ustadz Nuga sama istrinya ya?" tanya seorang santri.
Marwah melihat dari kejauhan. Ia tersenyum saat melihat apa yang dilakukan oleh kedua kakaknya itu.
"Iya."
"Ihhh romantisnya, "
"Udah nanti kita dosa ngeliatin orang yang lagi pacaran. Yuk siapin acaranya buat nanti malam." ajak Marwah kemudian pergi dari tempat itu bersama teman-tamannya.

Mereka berdua saling melempar pandangan.
"Aku heran, kenapa sikap kamu berubah."
Nuga menautkan Alisnya. "Maksudnya?"
"Ya, awalnya kan kamu marah. Terus cuek. Aku kira kamu benci sama aku. Tapi sekarang, kamu kok baik dan bilang kayak gitu sama aku." ucap Nabila.
Nuga menarik nafasnya dan ia melemparkan pandangan ke arah danau yang ada di hadapannya.
"Ya emang sih, awalnya saya marah sama kamu. Tapi saya sadar bahwa semua yang terjadi di hidup kita ini sudah di tulis oleh Allah. Kita hanya bisa menerima. Termasuk jodoh. Di dalam Al-qur'an ada 15 ayat tentang jodoh.
َمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS Az Dzariyat : 49)." ucap Nuga.
"Itu salah satu ayatnya?" tanya Nabila
"Iya. Dan saya harus menerima kamu sebagai pasangan hidup saya. Begitupun sebaliknya, meskipun kita menikah atas dasar kesalah pahaman."
Hening sejenak. Nuga membalik tubuh Nabila agar mengahadap kearahnya. Ia meraih tangan Nabila untuk di genggam.
"Kita lupakan semua itu. Kita lupakan masalah kamu, masa lalu kamu. Aku janji, akan selalu melindungimu dan menjagamu sampai maut memisahkan kita. " ucap Nuga mantap.
Nabila hanya tersenyum dengan ucapan Nuga. Ia belum terlalu percaya dengan ucapan seorang pria. Tapi ia akan mencobanya.
"Kita pulang yuk," ajak Nuga.
"Naik kuda lagi?"
"Iya, tapi kali ini saya juga ikut naik kudanya."
________________________________________________
Bersambung kembali.....


-------


💞 Menikah Dengan Ustadz 💞
Part 5
Semenjak kejadian tadi sore. Nabila selalu menampakkan wajah bahagianya kepada seluruh keluarga Nuga. Bahkan ia yang memasak makanan pada malam ini.
"Ini makanannya serbah mewah ya. Kayak masakan di restoran. Siapa yang masak?" tanya Abi.
"Menantu Abi lah siapa lagi?" jawab Ummi.
Nabila tersenyum saat Ummi berucap demikian. Nuga menatap istrinya yang tak lagi murung itu. Ia senang karena Nabila bisa tersenyum. Senyuman yang begitu manis.
"Ini nama menunya apa aja ya Bil?"
"Oh iya bi, ini namanya ikan Gurame saus teriyaki, nah kalau yang ini namanya sambel Cumi ijo terus yang ini oseng tempe ala Nabila buat Ustadz Nuga. Kata Ummi dia suka sama tempe jadi Nabila buatin deh, " ucap Nabila melirik suaminya.
"Nah yang terakhir ini namanya sayur asem. Cobain deh enak." sambung nya.
"Ini yang masak Nabila semua loh bi. Ummi cuma bantuin buat bumbunya pake resep Nabila," Ucap Ummi. "Ummi jadi malu, kan harusnya mertua yang ngajari menantu masak. Ini malah sebaliknya."
"Udah lah Ummi nggak apa-apa. Sekarang kita makan aja yuk," ajak Nabila.
Mereka menyantap makanan itu dengan lahap. Apalagi Abi, ia tak henti-hentinya memuji masakan dari menantunya ini.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 23. 00 malam. Nabila sedang membaca sebuah buku yang ia pinjam dari Marwah sembari menunggu Nuga pulang dari keliling pesantren.
Cklek!!
Suara pintu itu terbuka, Nabila melirik kearah Nuga yang masuk kedalam kamar. Mengenakan baju kokoh dan sarung.
"Kamu belum tidur Bil?" tanya Nuga sembari membuka lemari pakaiannya.
"Belum." jawab Nabila.
Nabila melihat Nuga ingin mengganti pakaiannya, dengan cepat ia memfokuskan pandangannya kembali ke buku yang ia baca. Nuga sedikit tersenyum saat melihat ekspresi Nabila itu.
"Baca buka apa?" tanya Nuga.
"Malam pertama." jawab Nabila
"Hmm?" ucap Nuga sedikit terkejut.
"Kenapa?" tanya Nabila ikut heran.
"Nggak salah baca buku?" tanya Nuga sedikit kikuk.
Nabila menautkan alisnya, ia membalik sampul buku yang ia baca.
"Nggak kok, nggak salah. Judul ceritanya memang tentang malam pertama." jeda sebentar " di alam kubur." Ucap Nabila.
Nuga tertawa malu saat Nabila menjawab pertanyaannya dengan polos. Ia juga malu karena sudah berfikir yang tidak-tidak.
Ia berjalan mendekat kearah Nabila. Mengambil bantal dan selimut.
"Mau tidur di bawah lagi?" tanya Nabila.
"Iya."
"Tidur di atas aja sama aku." ajak Nabila.
"Emang boleh?"
"Ya boleh lah. Aku sama ustadz kan suami dan istri."
Nuga tersenyum dan langsung duduk di samping Nabila. Cukup lama mereka saling menatap satu sama lain.
"Mau tatap-tatapan terus apa mau tidur?" tanya Nabila.
Nuga tersadar saat mendengar ucapan Nabila. Ia tersenyum salah tingkah karen ulah Nabila. Kenapa wanita ini bisa membuat dirinya selalu terpesona.
"O ... OKe ..., kita tidur ya sekarang."

Nuga berbaring membelakangi Nabila. Begitupun dengan Nabila.
Keduanya sama-sama merasakan sesuatu yang beda di hati mereka. Hingga beberapa derik kemudian keduanya sudah larut kedalam mimpi masing-masing.
Detik jarum jam terus berjalan. Nabila merasakan ada sesuatu yang memeluk dirinya. Entahlah ia tak menghiraukannya, ia bahkan semakin masuk di dalamnya peluakan itu. Pelukan hangat seperti Taddy Bear pemberian dari neneknya.
Tapi tunggu, bukannya dia sedang tak berada di rumah. Dengan cepat ia membuka matanya dan matanya membulat saat melihat seorang laki-laki memeluk tubuhnya.
"Aaaaaa ... "
Buk!!
"Aduh." keluh pria itu.
Nabila langsung mendorong dan menendang tubuh si pria itu yang tak lain adalah Nuga hingga terjatuh kebawah lantai.
"Ya, aduh Maaf." ucapnya langsung berdiri menghampiri Nuga.
Nabila membantu Nuga berdiri. Ia melihat Nuga memegang pinggangnya. Nabila membantu Nuga duduk di atas kasur.
"Kamu kenapa sih, kok nendang aku?" tanya Nuga.
"Tadi aku kaget. Aku kira tadi Taddy bear aku, nggak tahunya kamu."
Nuga menghela nafasnya. Tendangan Nabila benar-benar kuat sekali. Pinggangnya aja rasanya sampe mau lepas. Ia melihat kearah jam wekernya.
"Udah mau subuh. Aku mau mandi dulu ya," ucap Nuga berdiri mangambil handuknya.
"Ustadz Nuga Maaf ya."
Nuga membalikkan badannya. " iya nggak apa-apa kok." ucapnya memberi senyum.
Nabila melihat Nuga keluar kamar dengan memegang pinggangnya. Ia hanya tersenyum melihat Nuga bertingkah seperti itu karena ulahnya.
"Nuga kamu kenapa?" tanya Ummi saat melihat Nuga memegang pinggangnya.
"Ini Nabila ... "
"Owh... Jangan di teruskan. Ummi takut dosa. Rahasia suami istri kan. Udah sana mandi aja." potong Ummi.

Nuga menatap Umminya heran. Emang di tendang sama istri rahasia suami istri juga apa ya. Tak menghiraukan ucapan sang Ummi, ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk mandi.
Selang beberapa menit Nabila pun datang membawa sebuah handuk. Ia menatap kamar mandi yang masih tertutup.
"Ummi yang di kamar mandi siapa?" tanya Nabila.
Ummi melirik Nabila. "Suami kamu."
"Kok lama banget sih mandinya."
Ummi mematikan kompornya. Ia menatap Nabila yang sedang duduk di kursi meja makan dan selalu memandangi kearah kamar mandi.
"Kalau mandi wajib ya agak lama Nabila."
Nabila mengerutkan dahinya.
"Laki-laki kan nggak Haid Ummi. Kenapa harus mandi wajib?" tanya Nabila.
Ummi hanya membalas dengan tertawa. Menantunya ini pura-pura tidak tahu apa benar-benar tidak tahu sih.
"Kamu tanyakan sama suami kamu sendiri aja ya."
"Tanya apa mi?"
Nabila dan Ummi melihat kearah sumber suara. Disana Nuga telah berdiri dengan rambut basah dan handuk di bahunya.
~Cakep juga kalau lagi kayak gitu~ batin Nabila.

"Tanya sama Nabila aja ya. Ummi mau lihat Abi di kamar." ucap Ummi.
Tinggalah mereka berdua di dapur ini. Nuga bertanya dengan ekpresi wajah dan Nabila langsung mengerti bahasa tubuh Nuga.
"Kata Ummi kamu mandi wajib."
"Eh, mandi wajib apaan? Nggak ada kok. Mending kamu mandi ya. Nanti kalau Marwah udah bangun dia mandinya suka lama." ucap Nuga.
Ia tahu pembicaraan itu kemana nantinya. Hanya saja ia malu untuk menjelaskan. Ummi benar-benar sudah salah faham. Sekarang Nuga mengerti kenapa Umminya bilang rahasia suami dan istri.
"Tapi, itu, pertanyaannya?"
"Udah, mandi dulu aja sana. Entar kalau waktunya udah pas kamu tahu sendiri."
Nuga menuntun Nabila menuju kearah kamar mandi dengan memegang pundak kiri dan kanan Nabila. Hingga saat di dalam kamar mandi ia meninggalkan Nabila dan menutup pintu kamar mandi itu.
~Ya Allah Ummi. Ada-ada aja deh~ batinnya.
Saat ini mereka berdua sedang bearada di dalam kamar. Nuga bersiap untuk pergi ke sekolah sedangkan Nabila sedang merapikan tempat tidur mereka.
"Cara pake dasi tu gimana sih?" ucap Nuga kesal karena sedari tadi dirinya tak bisa memasang dasi tersebut.
"Mau di bantuin?" tawar Nabila.
Nuga membalikkan badannya kearah Nabila. "Boleh."
"Kesini dong kalau mau di bantuin." pinta Nabila.
Nuga berjalan mendekat kearah Nabila. Ia memberikan dasi itu ketangan Nabila yang telah menadah.
"Ada acara ya, kok pake dasi."
"Iya, kata Abi ada tamu. Beberapa guru harus rapat termasuk aku."
"Oh, harus pakai dasi ya?"
"Iya."
"Oke, sudah selesai." ucap Nabila.
"Makasih ya."
"Iya sama-sama." jawab Nabila.
"Ustadz aku mau izin boleh?" tanya Nabila.
"Mau izin apa?"
"Nanti aku mau pergi ke butik baju temen aku. Mau nyari baju muslim gitu. Aku kan punya baju minim semua panjangnya."
"Ohh, mau di anter?" tanya Nuga.
"Nggak usah. Aku pergi sendiri aja. Kan perginya jam sembilanan."
"Naik apa kesana?"
"Nanti mobil aku mau di anter jadi pake itu aja." jawab Nabila.
"Ya udah, kalau gitu hati-hati aja ya."
"Oke."
"Nabila aku boleh minta sesuatu sama kamu?" tanya Nuga.
"Apa?"
"Panggil aku dengan sebutan Mas aja ya. Masa manggil suami sendiri dengan sebutan Ustadz." ucap Nuga sedikit tersenyum.
"Ya udah, Iya. "

-----

bersambung