Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU 11-15

CERBUNG
#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 11
Oleh: Khayzuran

Sepulang dari Bali Riga langsug ke Rumah Sakit, satu-satunya orang yang ingin segera ditemui Riga adalah dr. Chandra. Riga ingin berkonsultasi tentang Handini juga tentang Fahri yang kemungkinan menjadi penyebab utama Handini mengidap HIV.


"Dr. Chandra ada dimana?"
Tanya Riga saat tidak didapatinya dr. Chandra di ruangan SMF penyakit dalam tempat biasanya dr. Chandra ada disitu setelah selesai memeriksa pasien. Disana hanya ada dr. Ameera sedang khusyuk dengan laptopnya.

"Dokter Chandra sedang memberikan materi tentang PPI untuk karyawan baru di aula Pak, baru saja mulai, ada pesan Pak? nanti saya sampaikan."
dr. Ameera memberi penjelasan.

Riga menjatuhkan tubuhnya yang terasa sangat lelah di sofa. Ameera memperhatikan dari kursi tempatnya duduk, masih pura-pura sibuk dengan laptopnya.
"Dokter Ameera tahu rasanya ketika kita jatuh cinta pada seseorang tapi justru orang yang kita cintai itu mencintai orang lain?"

Pertanyaan itu mengalir begitu saja dari mulut Riga. Riga seperti orang yang tidak sadar penuh, tatapannya kosong.
Ameera dibuat bingung jadinya, tidak menyangka Riga akan bertanya seperti itu padanya. I feel you, Pak.
"Mungkin rasanya tidak akan sesakit saat kita jatuh cinta pada seseorang tapi kita tidak bisa mengatakannya."

Riga terdiam, Ameera mencuri pandang ke arah Riga, ditepisnya apa yang selama ini menguasai alam pikirannya tentang laki-laki yang saat ini tampak lemah dan kusut yang sedang duduk di sofa tidak jauh dari Ameera.

"Dokter Ameera sering menangani pasien HIV?"
Riga beralih topik.

"Cukup sering Pak, sejak menjadi asistennya dokter Chandra."
"Konselor HIV/AIDS di Rumah Sakit kita siapa saja?".
"Timnya ada lima orang Pak, saya salah satunya."

"Mungkin nanti saya akan memerlukan bantuan dokter Ameera secara pribadi, bisa kan?"
"Insyaa Allah bisa Pak." Dengan senang hati.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu, tolong sampaikan ke dokter Chandra saya mencarinya."
"Baik Pak."

Riga bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Ameera yang masih lekat memandang kepergian Riga.
"Jadi itu gunung es yang tidak juga mencair meski ada bidadari cantik yang hatinya selalu panas saat ada didekatnya?"

Seorang perempuan muncul tepat setelah Riga keluar dari ruangan Ameera. Tawa renyah perempuan itu menggoda Ameera membuat pipi Ameera yang ranum semakin kemerahan.
"Rania, kok gak ngabarin mau kesini?"
Kedua sahabat itupun saling berpelukan.

"Pak Riga abis ngapain? jangan-jangan abis nyatain cinta?"
Rania masih saja menggoda sahabatnya. Ameera cemberut.
"Gimana persiapan pernikahan kamu sama Farhan?"
"Alhamdulillah sejauh ini sih lancar-lancar aja. Kamu sendiri sama Rado gimana? Bukalah sedikit hati kamu atau masih ingin tetap bertahan mencintai dalam diam? sampai kapan? Pak Riga itu bukan dukun yang bisa menerawang isi hati kamu."
Ameera terdiam, sorot matanya meredup.

_______________________

Sudah sejak kemarin Mbok Darti dan Suster Dian tidak bisa dihubungi, demikian juga dengan nomor ponsel Handini, semua tidak aktif membuat Riga cemas.
Sebelum pulang ke rumah, Riga mampir dulu ke apartemen yang ditempati Handini dan anak-anak. Ada boneka barby untuk Arkania dan ada bantal karakter bertuliskan nama Maura yang sengaja Riga beli di Mall yang tadi dilewati, Riga sangat merindukan anak-anak itu dan tentunya merindukan ibunya juga.

"Pak Riga...Bu Handini dan anak-anak pergi."
Lapor Mbok Darti saat Riga datang. Mbok Darti menunduk pasrah, seperti sudah siap dengan amarah yang akan dimuntahkan Riga padanya.

"Kemana Mbok? kenapa tidak mengabari saya? Suster Dian mana?"
Riga kalut, pikiran negatif berseliweran di kepalanya. Kemana Handini?
"Sepertinya ibu Handini pergi tadi malam saat Mbok dan suster Dian tidur, Mbok tidak bisa menghubungi Pak Riga karena ponsel Mbok dan Suster Dian tidak ada, mungkin dibawa Bu Handini. Sekarang suster Dian lagi pulang dulu."

Riga meninju dinding dengan keras, wajahnya merah menahan amarah, lalu berlari ke kamar yang biasa ditempati Handini dan anak-anak. Riga berusaha menghubungi nomor ponsel Handini lagi, masih tidak aktif.

Semua barang milik Handini dan anak-anak tidak ada, hanya ada selembar kertas yang tergeletak di meja rias.
"Assalamualaikum.
Ga, selama ini aku kira kebaikanmu sama aku dan anak-anak itu tulus, tapi ternyata kamu tidak lebih seperti seorang sahabat yang menikamku dari belakang, aku kecewa sama kamu Ga. Mas Fahri sudah menceritakan semuanya, tentang kamu yang berusaha menghancurkan keluargaku juga tentang kejadian di Bali, sungguh aku tidak menyangka Ga. Aku minta maaf, mungkin aku punya sedikit andil sehingga menyebabkan kamu mempunyai kelainan orientasi seksual seperti sekarang, dulu aku memang menolak cintamu tapi aku tidak menyangka pelarianmu justru pada laki-laki, menjadi homoseksual itu perbuatan terlaknat Ga, kamu harus segera menghentikannya, kamu harus taubat.
Di Sukabumi ada panti rehabilitasi khusus yang menangani orang-orang yang menderita kelainan seksual seperti kamu, kamu harus rehab disana, berushalah untuk sembuh jangan menunggu sampai sesuatu yang buruk menimpa kamu. Kamu tahu kan homoseksual itu sangat rentan terkena berbagai penyakit menular seksual seperti sipilis, gonorhoe dan HIV/AIDS dan kamu pasti tahu penyakit itu sangat sulit disembuhkan.

Terimakasih untuk kebaikan kamu sama aku, Arkania dan Maura selama ini, tapi aku dan anak-anak harus menjauh dari kamu, kondisi kamu sekarang tidak sehat untuk perkembangan anak-anakku. Aku dan anak-anak pergi sama Mas Fahri, Mas Fahri sudah menyadari kesalahannya dan bersedia memperbaiki semuanya, aku akan rujuk dengan Mas Fahri. Aku, anak-anak dan Mas Fahri juga Dewi akan memulai semuanya dari awal. Aku juga sudah mengirimkan pesan untuk Dewi melalui Mas Fahri, walau bagaimanapun sekarang Dewi adalah adik maduku, istri dari suamiku, istri dari ayah anak-anakku. Aku mengajak Dewi untuk sama-sama membangun rumah tangga dengan imam yang sama, berbagi suami dengan adil tanpa saling menyakiti, saling mensupport untuk mendapat kasih sayang dan ridho suami, bersama-sama menghabiskan waktu untuk saling menjaga dan saling menyayangi.

Kamu tidak usah bertanya aku ada dimana, kamu tidak usah mencari aku, insyaa Allah aku dan anak-anak berada ditempat yang aman bersama Mas Fahri.
Ingat pesan aku ya Ga, kamu harus berobat dan bertaubat, menjadi gay itu pilihan yang salah dan dosa. Aku ingin tetap bersahabat dengan kamu sampai ke surga.
Maaf aku dan anak-anak pergi tanpa pamit karena kata Mas Fahri kamu pasti mencegahnya, Mas Fahri tidak ingin terjadi keributan antara kamu dan Mas Fahri.

Doakan aku, anak-anak, Mas Fahri dan Dewi bisa hidup rukun dengan bahagia, tolong jangan kamu ganggu dan rusak lagi kebahagiaan kami.
Wassalaam
Handini

_______________________


CERBUNG
#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 12
Oleh: Khayzuran

Riga meremas kertas surat Handini. Terbayang wajah polos Arkania dan wajah lucu Maura yang meggemaskan. Kalau ibunya tidak bisa lagi diselamatkan, minimal kedua anak itu masih bisa diselamatkan. Arkania dan Maura harus segera di cek darah untuk memastikan apakah mereka sudah terkena virus jahat itu atau masih aman.

Riga harus menemui Dewi, Dewi kemungkinan besar tahu keberadaan Fahri, Handini dan anak-anak.

___________________________________

"Mas Fahri belum pulang, masih tugas ke luar kota, katanya urusannya belum selesai jadi belum bisa pulang."
Riga semakin geram, hal jahat apa lagi yang sedang direncanakan dan dilakukan Fahri.
"Kenapa setiap aku telepon nomor Fahri tidak aktif terus?"
"Aku juga sama Pak, susah menghubungi Mas Fahri, jadi hanya menunggu telepon dari Mas Fahri saja."
Jawab Dewi, mata Dewi tidak berani melihat ke arah Riga.
"Kamu sedang tidak membohongi aku kan?"
Riga menyelidik mata Dewi, Dewi menunduk dalam.
"Tidak Pak." Jawab Dewi dengan suara bergetar.

_____________________________

Riga berencana menemui dr. Chandra, banyak hal yang ingin ditanyakannya soal nasib Handini dan anak-anaknya terkait HIV yang diderita Handini. Namun sayang sejak dr. Chandra mggantikan posisi Riga sebagai direktur, dr. Chandra menjadi sangat sibuk, sama seperti Riga sebelumnya. Rumah sakit milik Riga sedang bersiap untuk penilaian akreditasi dan salah satu syaratnya adalah direkturnya harus seorang dokter, jadi saat ini Riga tidak masuk dalam struktur orgaisasi Rumah Sakit.
Dr. Chandra menyarankan agar Riga berkonsultasi saja dengan Ameera kalau ingin segera mendapatkan penjelasan karena dr. Ameera termasuk salah satu tim konselor HIV juga.

"Dokter Ameera masih ingat pasien yang bernama Handini?"
Riga membuka percakapan saat sudah berada di ruang konseling.
"Iya Pak, masih ingat, pasien VVIP yang hasil cek lab nya HIV positif itu kan?"
Riga mengangguk sambil menghela nafas dalam, Ameera memperhatikan dengan banyak tanya yang tiba-tiba saja muncul di benaknya.

"Handini punya bayi berusia 4,5 bulan dan anak berusia 7 tahun, apakah anak-anaknya kemungkinan terkena HIV juga?"
"Anak yang berusia tujuh tahun masih ada kemungkinan negatif, tapi anak yang berusia 4,5 bulan kemungkinan besar positif, bukan cuma dari ASI tapi dari aliran darah melalui plasenta ibu yang tersambung pada bayi saat masih dalam kandungan, tapi untuk memastikan semuanya harus di cek darah dulu di laboratorium. Mungkin Pak Riga bisa menyarankan Bu Handini agar anak-anak dan suaminya di cek juga."

Riga diam sesaat. Wajah Maura dan Arkania berkelebat, anak-anak manis yang sudah berhasil menaklukan hati Riga, Riga sangat menyayangi keduanya.
"Handini dan anak-anaknya sudah pergi dengan Fahri. Fahri itu mantan suami Handini tapi katanya mereka mau rujuk."

Mata Riga memang tidak dapat berbicara tapi sorot matan Riga menceritakan banyak hal, ada hati yang luka disana, ada kecewa yang kentara. Dan entah kenapa ingin rasanya Ameera sedikit mengurai kedukaan itu meski ada getar perih yang menampar hatinya. Sebegitu dalam kah cinta Riga pada Handini?

"Apa bisa rujuk secepat itu? kan Fahri belum lama menjatuhkan talak untuk Handini."
"Kalau talak satu atau talak dua itu kan talak raj'i Pak, masih memberi ruang bagi pasangan suami istri untuk kembali menjalin rumah tangga dengan rujuk tanpa aqad lagi jika masih dalam masa iddah, kalau sudah selesei masa iddah kalau mau rujuk ya harus aqad lagi. Sedangkan talak tiga disebut talak ba'in, suami istri tidak boleh rujuk, kecuali mantan istri sudah menikah lagi dengan orang lain lalu bercerai dengan suaminya yang baru itu. Setelah talak raj'i jatuh dan suami ingin berhubungan suami istri dengan istrinya, maka keduanya dibolehkan untuk berhubungan intim, karena status pernikahan mereka belum berakhir. Makanya Pak, apabila suami menjatuhkan talak raj'i, istri sebaiknya tidak kembali ke rumah orangtuanya atau pergi dari rumah yang ditempati bersama suaminya agar banyak peluang untuk bisa rujuk dengan mudah selama masih dalam masa iddah."

Riga mengetuk-ngetukan jarinya diatas meja, hal yang biasa dilakukannya saat sedang merasa cemas.
"Saya ingin sekali mencari Handini dan anak-anak hanya untuk memastikan mereka baik-baik saja, saya sungguh mengkhawatirkan keadaan mereka. Saya belum memberitahu Handini kalau dia terkena HIV, ini salah saya, harusnya saya langsung ngasih tahu Handini saat hasil lab itu keluar, tapi saya sedang mencari waktu yang tepat untuk memberitahnya, dan ternyata saya terlambat."

Sesal begitu nyata dalam kalimat Riga. Saat itu Ameera baru tahu kalau laki-laki yang selalu tampak gagah dan berwibawa juga kharismatik ternyata punya hati yang begitu lembut dan rapuh. Cinta memang selalu mampu memporak-porandakan hati, membuat yang kuat tampak lemah dan membuat yang lemah berjuang untuk bertahan.

Awalnya Riga ingin melaporkan perginya Handini pada pihak kepolisian, mungkin kepolisian bisa membantu melacak keberadaan Handini, tapi hal itu urung Riga lakukan, apa seorang istri yang pergi bersama suami dan anak-anaknya bisa dikategorikan sebagai tindak kriminal yang bisa diperkarakan? apalagi menurut hukum positif, Handini dan Fahri masih sah sebagai suami istri karena ikrar perceraian mereka belum ketuk palu di pengadilan.

"Apa Pak Riga tahu kira-kira dari mana Bu Handini mendapatkan virus itu?"
"Fahri itu biseksual, jadi kemungkinan besar dari Fahri. Waktu di Bali saya bertemu Fahri dan Pak Anggodo di pantai Kuta, saat itu saya baru tahu hubungan keduanya, bukan hubungan antara atasan dan bawahan tapi hubungan sepasang kekasih. Kamu tahu Pak Anggodo kan? Pemilik Centra Medika dan dia beperapa kali pernah kesini waktu memenuhi undangan rapat dengan kita. Perusahaan Pak Anggodo rekanan kita."

Riga menelan ludah, kini kebenciannya pada Fahri bukan hanya karena dulu telah merebut Handini darinya tapi karena Fahri kini telah menularkan virus mematikan itu pada Handini dan mungkin juga pada anak-anak.

"Iya Pak, saya masih ingat, tapi saya tidak menyangka kalau Pak Anggodo seorang gay, penampilannya cowok banget."
"Saya, Handini dan Fahri itu bersahabat. Fahri itu basic agamanya bagus, saya tidak habis pikir kenapa Fahri punya orientasi seksual yang menyimpang padahal dulu dia normal, makanya menikah dengan Handini."

Seandainya halal, Ameera ingin sekali menyentuh dan meggenggam tangan Riga, agar kesedihan yang dirasakan Riga bisa di transfer ke Ameera. Sakit rasanya melihat orang yang kita cintai hatinya teluka karena perempuan lain yang jauh, tanpa seikitpun menyadari hati lain yang ada dihadapannya. Kenapa cinta sering kali serumit dan sesakit ini?

"Indonesia itu sudah seperti surga bagi orang-orang yang mempuyai kelaian orientasi seksual, baik yang biseksual seperti Fahri, homoseksual, lesbian maupun transgender. Banyak perusahan-perusahaan multi nasional, NGO lokal dan internasional dan media mainstream yang mensupport dan mengkampanyekan keberadaan mereka dan membela mereka atas nama HAM, banyak public figure seperti artis, tokoh politik, social worker yang sangat vokal membela hak-hak kaum L6BT dan menuntut pengakuan eksistensi mereka sebagai perilaku yang normal di tengah-tengah masyarakat.

Semakin hari bergaining position mereka tampak semakin kuat bukan karena jumlah mereka yang semakin bertambah banyak tapi karena banyaknya orang-orang penting yang mendukung mereka sehingga orang-orang yang mempunyai kelaianan orientasi seksual tumbuh subur dan semakin berani menunjukkan keberadaannya ditengah-tengah masyarakat tanpa rasa malu lagi. Ikatan diantara mereka itu sangat solid, kalau sudah terperangkap dalam komunitas mereka sangat sulit keluar. Mereka juga sangat rajin mencari mangsa untuk masuk dalam perangknya karena kalau jumlah mereka semakin banyak maka akan semakin mudah bagi mereka untuk mendesak para pemangku kebijakan dan pemerintah untuk melegalkan orientasi seksual mereka dalam undang-undang.

Pak Riga harus tahu banyak orang yang awalnya mempunyai orientasi seksual normal bisa berubah jadi menyimpang karena mereka sering bergaul dengan orang yang mempunyai orientasi seksual menyimpang. Laki-laki normal pada awalnya mungkin akan merasa jijik saat ada laki-laki yang meraba-raba bagian tubuhnya, tapi jika hal itu intens dilakukan maka lama-lama akan memberi rangsangan seksual juga yang menigkatkan libido. Salah satu G-spot laki-laki itu ada di daerah anus, sekitar 5 cm dari lobang anus. Sekali saja ada penetrasi ke daerah itu sampai klimkas maka itu akan menjadi sensasi menyenangkan yang terekam oleh otak dan sering nagih. Laki-laki yang pernah berhubungan bandan dengan laki-laki lagi melalui anus resiko ketagihannya sangat besar. Kalau Pak Riga tadi mengatakan bahwa Fahri itu basic agamanya cukup bagus tapi bisa juga terjerat dalam orientasi seksual menyimpang itu menunjukkan bahwa bahaya L6BT itu bukan cuma mengincar mereka yang low education atau berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah tapi mengincar semua kalangan, dari mulai akademisi, profesional, inelektual, pelajar, mahasiswa dan lain-lain.

Mungkin saja Fahri setiap hari dipengaruhi dan digoda bosnya, diberikan sentuhan-sentuhan yang merangsang, kemudian dijebak atau terjebak dan lama-lama jadi menikmati dan addiksi maka berubahlah orientasi seksual Fahri. Saya pernah menangani seorang pasien HIV, dia lulusan terbaik fakultas ekonomi salah satu universitas favorit di Indonesia. Menurut orang tuanya dia itu anak yang baik, sholeh, IPK nya selalu diatas 3,5 sehingga tidak sulit mencari pekerjaan setelah lulus kuliah. Dia bekerja cukup bagus dan berprestasi, atasannya selalu mengapresiasi hasil kerjanya, dia sering dibawa dinas luar menemani atasannya rapat, workshop, training, simposium dan yang sejenisnya, tidak hanya di dalam negeri tetapi sampai ke luar negeri. Suatu hari dia berobat ke poliklinik bedah karena ada benjolan di daerah anusnya yang terkadang berdarah, awalnya dia mengira dia ambeien tapi ternyata itu adalah condiloma, semacam kutil besar di daerah anus. Setelah dikaji lebih dalam ternyata sudah tiga tahun dia berpacaran dengan atasannya dan sering melakukan aktivitas seksual melalui anus. Hasil cek darah ternyata dia positif HIV.

Homoseksual itu sangat beresiko menderita HIV, karena mukosa di daerah anus itu sangat tipis dan mudah robek dan kalau disana ada luka sangat sulit untuk sembuh karena daerah itu sangat kotor, ada faeces disana. Kalau berhubugan seksual dalam kondisi anus luka seperti itu maka itu sangat beresiko menularkan virus HIV.

Di negeri kita sangat sulit memutus rantai setan L6BT Pak, karena Indonesia belum punya perangkat hukum yang bisa menjerat mereka dan membuat mereka jera. Pak Riga masih ingat bulan April tahun 2017 lalu ada 141 orang gay yang tertangakap basah sedang pesta seks di sebuah tempat gym di daerah Kelapa Gading Jakarta? yang kena delik hukum cuma para penari striptisnya aja karena dianggap melanggar undang-undang porngrafi sedangkan 141 gay yang tertangkap basah sedang pesta seks semua dibebaskan, mereka tidak bisa dijerat dengan undang-undang perzinaan karena definisi perzinaan itu obyek hukumnya cuma laki-laki dan perempuan, tidak bisa diterapkan pada hubungan seksual laki-laki denga laki-laki lagi atau perempuan dengan perempuan lagi. Ada juga kasus lain masih di bulan dan tahun yang sama di daerah Harmoni 51 orang gay tertangkap basah sedang pesta seks di tempat sauna, dan tidak ada satupun dari mereka yang di proses secara hukum, mereka semua di bebaskan.

Sampai disini Pak Riga bisa faham kenapa orang sebaik Fahri bisa mempunyai orientasi seksual menyimpang?"
Riga mengangguk, suasana hatinya semakin kacau.
"Apakah itu berpengaruh pada perilakunya secara keseluruhan?"
"Rata-rata dari mereka itu mudah berbohong, agresif, tidak mudah ditebak, egosentrik, dan jika menginginkan sesuatu ia tidak melihat dari sisi moral."

Persis dengan perubahan sifat Fahri. Waktu awal menikah dengan Handini, Riga sering menyaksikan keromantisan Fahri pada Handini. Fahri itu tipe family man, supel dan ilmu agamanya lumayan mumpuni, waktu itu rasanya tidak salah Handini lebih memilih Fahri dari pada Riga.
"Apa sebelum ini Bu Handini sering mengeluh sakit?"

"Handini itu perempuan yang kuat, selalu ingin terlihat baik-baik saja di hadapan orang lain, dia tidak pernah mau menunjukkan sesuatu yang terjadi pada dirinya yang bisa membuat orang lain khawatir. Mungkin saja selama ini Handini ada keluhan dengan kesehatannya tapi berusaha dia tutupi."
"Pak Riga yakin Bu Handini pergi bersama Fahri?"
"Maksud dokter Ameera?"

"Orang-orang L6BT itu perilakunya kadang mirip penderita psikopat. Walau bagaimanapun keberadaan mereka masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat kita. Mereka sering melakukan perbuatan-perbuatan yang tak terduga demi mengamankan perilaku menyimpangnya dan mengamankan pasangannya. Dulu, tahun 2008 Indonesia pernah gempar dengan kasus mutilasi yang dilakukan oleh Ryan dari Jombang terhadap pacar laki-lakiya yang bernama Heri Santoso. Ryan memotong-motong tubuh pacarnya yang sudah menjadi mayat jadi tujuh potongan yang dimasukkan kedalam tas dan kedalam plastik lalu dibuang di daerah Ragunan. Ryan cemburu karena pacarnya yang bernama Heri Santoso jatuh cinta pada pacar laki-laki Ryan yang lain yang bernama Noval. Cinta segi tiga antara tiga orang laki-laki homoseksual yang berujung mutilasi. Bulan April lalu juga ada kasus penemuan mayat dalam koper di Blitar, ternyata pelaku dan korbannya adalah pasangan homoseksual.

Homosksual, biseksual dan lesbians itu biasanya mereka sangat posesif terhadap pasangannya, banyak yang memilih membunuh pasangnnya dengan sadis dari pada diputusin atau ditinggalkan pasangannya. Maksud saya, apa Pak Riga tidak mencari kemungkinan lain penyebab Bu Handini pergi? Pak Riga tidak menaruh curiga pada Pak Anggodo?"

Kepala Riga rasanya seperti mau pecah. Memang ada banyak kemungkinan tentang kepergian Handini, tapi Riga tidak sampai hati membayangkan sesuatu yang buruk akan menimpa Handini dan anak-anak.

Ameera melirik jam di pergelangan tangan kanannya. Siang ini Ameera ada janji dengan ibu untuk mengantar ibu konsul ke dokter spesialis jantung.
"Maaf Pak Riga, saya ada keperluan sebentar, mau jemput ibu dulu, siang ini mau konsul ke dokter jantung, kalau masih ada yang ingin Pak Riga tanyakan mungkin diskusinya bisa kita lanjutkan ba'da dzuhur."

"Jemput ke rumah? ayo bareng saya saja, kebetulan saya juga mau pulang, rumah kita kan searah."
"Tidak usah Pak, terimakasih, saya bawa mobil kok."

Seandainya boleh satu mobil dengan Riga, tentu Ameera akan sangat berbahagia dengan tawaran itu. Tapi sayangnya Riga laki-laki non mahrom bagi Ameera sehingga keduanya tidak boleh ada dalam satu mobil karena itu termasuk khalwat.

__________________________________

Sepanjang perjalanan pulang, Riga masih memikirkan Handini. Bagi perempuan yang sangat taat pada suami, bukan hal yang aneh jika Handini benar-benar pergi bersama Fahri. Bagi Handini, ketaatan pada suami adalah jalan pembuka untuk menuju surga. Bahkan Handini tidak keberatan untuk berbagi suami dengan Dewi dan menolak untuk diceraikan Fahri. Perceraian itu memang halal dan bisa dijadikan sebagai solusi dari banyak permasalahan dalam rumah tangga, tapi Allah sangat membencinya, dan itu yang ditakutakan Handini, Allah akan membencinya dan Fahri.

Handini bisa jadi contoh yang baik untuk Dewi, mungkin mereka akan seperti kakak adik yang saling menguatkan dalam kebaikan seperti impian Handini. Poligami bukanlah sebuah kesalahan, bukan pula bentuk dari sebuah pengkhianatan atas kesetiaan. Selama ini banyak yang menilai negatif terhadap poligami hanya karena banyak yang mempraktekkan poligami dengan cara yang tidak makruf dan minim ilmu sehingga berimbas pada kriminalisasi hukum poligami.

_______________________________

Hari ini hari ke tiga Handini menghilang, Riga belum mendapatkan titik terang keberadaan Handini, anak-anak dan Fahri. Sempat terpikir oleh Riga untuk menyewa jasa detektif profesional untuk menuntaskan rasa penasarannya tentang keberadaan Handini. Riga khawatir kondisi Handini akan ngedrop karena tidak mengkonsumsi ARV, obat yang harus diminum penderita HIV setiap hari. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus terus merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS. ARV memang bukan obat untuk menyembuhkan tapi untuk memperlambat perkembangan virus. ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4.

Namun konsumsi ARV juga banyak sekali efek sampingnya seperti diare, mual dan muntah, mulut kering, kerapuhan tulang, kadar gula darah tinggi, kadar kolesterol mejadi abnormal, kerusakan jaringan otot, penyakit jantung dan banyak lagi penyakit yang lainnya.
"Semoga Allah selalu melindungimu Handini, juga anak-anakmu."

Doa Riga lirih sambil menyetir mobil menuju rumah Dewi. Mungkin saja Dewi sudah bertemu Fahri dan Handini, karena sampai sekarang nomor ponsel Handini dan Fahri keduanya masih tidak bisa dihubungi.

Rumah Dewi sepi, gorden masih tertutup, lampu masih menyala padahal sudah siang. Beberapa kali Riga mengetuk pintu dan mengucapkan salam tapi tetap tidak ada jawaban, rumah kosong.
Kecurigaan Riga semakin menguat, mungkin benar apa yang sempat terlintas dalam pikirannya, Dewi dan Fahri bersekongkol untuk meleyapkan Handini dan sekarang Dewi menghilang juga bersama ibunya.

"Pak Riga sudah baca berita pagi ini?"
WA dari Ameera.
"Belum, kenapa?"

Ameera mengirimkan tautan berita dari situs berita online. Riga langsung membukanya. Sekujur tubuh Riga lemas seketika, matanya berkunang-kunang, ponsel yang sedang digenggamnya nyaris jatuh.
"SEORANG ISTRI MEMBUNUH PACAR LAKI-LAKI SUAMINYA"
Ada foto perempuan memakai masker, berkerudung hitam dan memakai baju orange bertuliskan TAHANAN. Riga sangat hafal mata teduh yang redup itu, sepasang mata milik Handini.

_____________________________

L6BT ini bukan typo ya, sengaja G nya diganti dengan angka 6, kapok di blokir terus sama Mr. Mark

----


CERBUNG
#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 13
Oleh: Khayzuran

"SEORANG ISTRI MEMBUNUH PACAR LAKI-LAKI SUAMINYA"
Ada foto perempuan memakai masker, berkerudung hitam dan memakai baju orange bertuliskan TAHANAN. Riga sangat hafal mata teduh yang redup itu, sepasang mata milik Handini.

Riga terduduk lemas bersandar pada tembok rumah Dewi, tidak mungkin Handini, hatinya terus menyangkal. Dengan mata berkaca-kaca Riga menuntaskan membaca berita, ada beberapa inisial nama dalam berita itu tapi Riga fokus pada foto Handini yang ada dalam berita itu. Kenapa Handini bisa senekat itu? apa yang ada di pikiran Handini? tidakkah Handini memikirkan Arkania dan Maura?

Riga beringsut bergegas menuju kantor polisi tempat dimana Handini berada, namun sayang Handini belum bisa ditemui karena masih dalam proses pemeriksaan.
"Bisa tolong berikan ini untuk Handini?"

Riga menyerahkan satu cup jus alpukat, beberapa bungkus roti isi selai nanas dan sweater pada sipir penjara yang sedang berjaga, tak lupa Riga juga menyelipkan beberpa kertas warna merah berangka pada tangan sipir itu saat bersalam, berharap makanan dan minuman itu akan benar-benar sampai pada Handini.

Riga ingin sekali mencari keberadaan Arkania dan Maura, tapi tidak ada satu titik terangpun tentang keberadaan keduanya. Selalu saja anak-anak yang menjadi korban konflik orang tua. Padahal tidak ada yang lebih mengerikan dari pengalaman trauma masa kanak-kanak, yang ternyata berdampak pada kesehatannya di masa dewasa.

Anak-anak itu sudah bisa memikirkan dan mengindra berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Gaya berpikir yang polos ala anak-anak justru lebih rentan terhadap efek-efek negatif yang merusak dan bersifat permanen yang disebabkan pengalaman yang tidak menyenangkan. Tubuh anak-anak yang sedang dalam masa tumbuh dan berkembang lebih peka terhadap stres berulang. Saat menghadapi bahaya, sistem respon Fight or Flight dalam tubuh akan aktif, sehingga tubuh kita mengalami stres.

Jika setiap hari anak-anak disuguhi pengalaman yang tidak meyenangkan yang menyebabkan trauma bagi mereka sehingga mereka sering megalami stres berulang maka respon Fight or Flight yang asalnya bisa menjadi penyelamat kehidupan akan berubah menjad perusak keshatan fisik dan mental dimasa yang akan datang.

"Bagaimana kabar Bu Handini? apa bisa meminta penangguhan penahanan dengan alasan kesehatan?"
Pesan dari Ameera. Riga sendiri tidak tahu apakah alasan kesehatan Handini juga kondisi Handini yang masih mempunyai bayi yang full ASI dan anak berkebutuhan khusus bisa digunakan sebagai alasan untuk meminta penangguhan penahan.

Selama pemeriksaan Handini menolak didampingi pengacara, Handini juga menolak untuk ditemui siapapun.
padahal Riga sudah menghubungi seorang pengacara papan atas untuk memberikan pendampingan pada Handini. Riga masih sangat yakin Handini tidak melakukan seperti yang dituduhkan.

_________________________

Hari ke empat pasca kejadian akhirnya Handini mau ditemui Riga. Perempuan bermata sendu itu duduk dikursi di balik kaca, kepalanya tertekuk dalam. Handini dan Riga duduk berhadapan dipisahkan oleh kaca. Keduanya masih membeku, tidak saling bicara, hanya ada air mata. Air mata adalah bahasa saat mulut tak mampu merangkai kata, saat ini Handini dan Riga keduanya sedang tenggelam dalam duka yang sama, sama-sama hancur dengan kenyataan yang ada didepan mata.
"Minumlah obat ini, sehari sekali, minum setiap hari."

Riga menyerahkan kotak plastik persegi berisi obat ARV dengan merk dagang terbaik.
"Kenapa kamu tidak bilang kalau aku terinfeksi HIV?"
Tanya Handini, masih dengan kepala menunduk.
"Aku sedang mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya."

"Saat kamu ke Bali, Suster Dian selalu menyiapkan obat untuk aku minum tanpa pernah mengatakan itu obat untuk apa. Akhirnya aku mencari tahu sendiri dengan browshing...."
Suara Handini tercekat, isaknya mulai memekakkan telinga Riga, tatapan mata Handini tampak kosong. Sungguh Riga tidak suka mendengar Handini menangis, itu terlalu menyakitkan bagi Riga.
"....itu obat Anti Retro Virus yang biasa dikomsumsi para penderita HIV. Aku dosa apa Ga sampai Allah menghukumku seperti ini?"

Tangis Handini pecah, matanya merah dan basah.
Handini hanya satu dari hampir tujuh belas ribu ibu rumah tangga yang menderita HIV. Kebanyakan dari mereka tertular HIV dari suaminya yang sering melakukan hubungan seksual dengan PSK atau tertular dari suaminya yang biseksual. Ibu rumah tangga memang menempati urutan pertama jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia.

"Handini, kamu akan tetap baik-baik saja asalkan kamu minum obat ARV itu setiap hari, kamu masih bisa hidup normal seperti yang lainnya, kamu masih bisa mengurus dan merawat Arkania dan Maura, menemani mereka tumbuh dan berkembang."

Penderita HIV yang rutin meminum ARV setiap hari usia harapan hidupnya bisa bertambah lama sampai sepuluh tahun dari pada mereka yang tidak mengkonsumsi ARV.
"Sampai kapan? sampai kapan Arkania dan Maura bisa bertahan hidup? anak-anakku tidak salah apa-apa tapi kenapa mereka harus ikut menanggung akibat perbuatan laknat Mas Fahri?"

"Arknia dan Maura juga harus segera cek darah di laboratorium, deteksi awal akan menentukan keberhasilan terapi. Jika Arkania dan Maura atau salah satu dari keduanya ternyata positif maka harus secepatnya mereka diberikan terapi ARV juga."

Handini menggeleng kuat, ada nyari yang teramat sangat yang menyelimuti seluruh relung hatinya.
"Waktu aku tahu aku HIV, hidupku serasa hancur, yang ada dipikiranku bagaimana nasib Arkania dan Maura. Saat itu aku sangat marah sama Mas Fahri karena hanya dia satu-satunya kemungkinan orang yang menularkan virus jahat itu sama aku. Virus HIV itu kebanyakan cara penularannya melalui hubungan seksual dan melalui darah. Aku tidak pernah behubungan seksual dengan siapun selain dengan Mas Fahri. Dan aku berdosa pada anak-anakku karena jika mereka positif HIV juga itu berarti aku yang menularkan pada mereka lewat darah."

Air mata Handini semakin deras.
HIV pada anak umumnya bisa tertular melalui ibu lewat kehamilan, persalinan, dan saat menyusui. Tes HIV pada balita dan bayi berbeda dari tes HIV orang dewasa. Pada tes HIV orang dewasa akan dilakukan tes antibodi HIV, sedangkan pada anak dan balita akan dilakukan tes HIV menggunakan tes uji viral kualitatif.

Tes ini berbeda dari uji viral kuantitatif (viral load) yang digunakan untuk mengukur seberapa banyak HIV dalam darah seseorang. Sebaliknya, tes kualitatif fungsinya untuk mengetahui apakah virus HIV benar-benar ditemukan atau tidak pada anak atau bayi.

Tes antibodi yang biasanya dipakai untuk mendiagnosis HIV, tidak disarankan untuk dilakukan pada anak, karena tes ini mendeteksi antibodi yang diproduksi tubuh sebagai reaksi terhadap HIV. Pada bayi baru lahir, antibodi milik bayi masih bercampur dengan antibodi milik ibu sehingga hasilnya tidak akurat.

"Sudahlah Handini, jangan menyalahkan diri sendiri, semua sudah terjadi. Lebih baik sekarang kamu fokus sama kesehatan kamu dan anak-anak juga pada masalah hukum yang sedang kamu hadapi, aku sudah menyiapkan pengacara untukmu."

"Tidak usah, aku bisa menghadapi semuanya sendiri, kamu fokus saja pada hidupmu dan masa depanmu, tak usah pedulikan aku."
Handini masih bersikukuh.

"Malam itu berkali-kali aku menghubungi Mas Fahri tapi nomor ponselnya tidak aktif juga, aku ingin meminta banyak penjelasan dari Mas Fahri. Menjelang subuh Mas Fahri justru yang menghubungi aku dengan nomor ponsel yang berbeda. Mas Fahri menanyakan keberadaan aku dan anak-anak, menanyakan kabar kami dan dia meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Mas Fahri bilang dia menyesal dengan semua yang sudah terjadi dan ingin memperbaiki semuanya. Mas Fahri mengajakku rujuk dan pergi untuk memulai semuanya dari awal lagi. Mas Fahri juga menceritakan kejadian di Bali yang memergokimu sedang bercumbu dengan teman kencan laki-laki kamu dan Mas Fahri meyakinkan aku kalau Arkania dan Maura dekat-dekat dengan laki-laki yang memiliki kelainan orientasi seksual seperti kamu itu akan berakibat buruk untuk Arkania dan Maura. Tentu saja aku tidak percaya dengan semua yang Mas Fahri katakan, tapi rasa penasaran membuat aku berani mengambil resiko dengan menyanggupi semua permintaan Mas Fahri. Aku ingin tahu semua yang Mas Fahri sembunyikan di belakang aku karena itu pasti ada kaitannya dengan virus laknat itu.

Akhirnya Mas Fahri menjemput aku ke apartemen. Aku sengaja mengambil ponsel suster Dian dan Mbok Darti yang sedang tidur agar mereka tidak bisa menghubungimu. Mas Fahri juga yang memintaku untuk menulis surat itu."

Panjang lebar Handini menjelaskan peristiwa malam itu.
"Sekarang Arkania dan Maura dimana?"
"Aku menitipkan mereka pada Dewi, ponsel suster Dian dan Mbok Darti juga aku titipkan pada Dewi. Kalau kamu punya waktu tengoklah anak-anakku, tolong sampaikan permohonan maafku untuk mereka, aku kangen sama mereka."

Mata Handini kembali basah. Tentu saja Handini sangat merindukan anak-anak yang disayanginya.
"Hari itu aku membuntuti Mas Fahri, aku tidak mungkin membawa serta anak-anakku, jadi aku titipkan pada Dewi, awalnya Dewi menolak karena katanya dia akan sangat kerepotan mengurus bayi, mengurus Arkania yang berkebutuhan khusus juga mengurus ibunya yang sedang sakit keras, tapi aku terus memaksanya dengan iming-iming mobilku akan aku berikan padanya. Aku tidak punya saudara lagi jadi aku tidak tahu harus menitipkan anak-anak ke siapa lagi."

Riga semakin bertambah pusing, kepalanya seperti akan meledak. Handini tidak boleh tahu kalau Dewi dan ibunya menghilang, mereka sudah meninggalkan rumah tempat tinggalnya dan pergi entah kemana. Handini tidak boleh tahu kalau anak-anak yang sangat disayangi dan dirindukannya kini entah sedang ada dimana dan bersama siapa.

"Kamu boleh saja marah sama Fahri tapi tidak seharusnya kamu sampai membunuh Pak Aggodo."
Riga menekan suaranya setengah berbisik.
"Pak Anggodo? apa hubungan Pak Anggodo dengan kasus ini?"
Handini megernyitkan keningnya.

"Sudahlah, apapun alasanmu, membunuh bukanlah solusi yang baik untuk menyeleseikan masalah."
"Kamu juga percaya kalau aku membunuh pacar laki-laki suamiku itu?"
"Mohon maaf waktu kunjungan sudah habis."
Seorang sipir tiba-tiba datang dan meminta Riga untuk segera keluar, dan sipir yang lain membawa Handini masuk.

________________________

Pikiran Riga bercabang, tidak bisa konsentrasi. Disatu sisi Riga sedang sangat sibuk untuk persiapan akreditasi Rumah Sakit miliknya dan disisi lain ada Handini yang sedang menghadapi persolan hukum juga anak-anak yang dibawa Dewi entah kemana.
"Pak Riga, ada tamu yang mencari Pak Riga."
Sekretaris pribadi Riga memberitahu via telepon.
"Siapa? sudah buat janji?"
"Belum buat janji Pak, tapi katanya penting, ada pesan dari Bu Dewi untuk bapak."

"Suruh segera masuk."
Setelah ketukan di pintu masuklah seoarang laki-laki berperawakan kurus ke ruang kerja Riga.
"Saya Dadang, saya diminta Neng Dewi untuk menyampaikan surat ini."
Laki-laki berkulit legam itu memperkenalkan diri.
"Dewi dan ibunya ada dimana? apakah ada dua orang anak kecil bersama Dewi."
"Maaf Pak, saya hanya diminta untuk mengantarkan surat itu dan menunggu sampai bapak selesei membacanya."

Jelas Dadang sopan. Riga segera membaca surat yang dibawa Dadang.
"Pak Riga, aku tidak bisa menghubungi Pak Riga via ponsel karena takut disadap Mas Fahri jadi aku meminta Mang Dadang untuk mengantarkan surat ini kepada Pak Riga. Arkania dan Maura ada sama aku tapi maaf aku belum bisa memberitahu sekarang kami ada dimana, aku hanya ingin Arkania dan Maura hidup tenang. Maaf Pak Riga kalau aku lancang, aku mau meminta bantuan Pak Riga. Susu dan diapers Maura sudah hampir habis, diapers Arkania malah sudah habis. Aku juga sudah tidak punya uang lagi untuk membeli makanan khusus untuk Arkania. Aku tidak terlalu tahu tentang autis jadi aku juga tidak tahu pantangan makanan dan minuman untuk Arkania. Arkania semakin sering mengamuk mungkin karena aku salah ngasih makan jadi sepertinya aku harus membeli makanan khusus untuk Arkania dan ternyata harganya lumayan mahal. Maaf Pak Riga, bisakah Pak Riga membantuku untuk memenuhi kebutuhan Arkania dan Maura? aku sudah tidak punya uang lagi.

Sekarang kami mengontrak rumah dan belum dibayar juga, hanya baru dikasih uang muka saja. Untunglah pemilik rumah berbaik hati rumahnya kami tinggali sambil menunggu aku punya uang untuk membayar. Aku, Maura dan Arkania sangat mengharapkan kebaikan Pak Riga untuk bisa membantu kami. Kalau aku sampai gagal mengurus Arkania dan Maura pasti aku akan sangat merasa berdosa pada Mbak Handini. Arkania dan Maura sekarang kan anak anakku juga karena aku sudah menikah dengan ayah mereka."
Dari Dewi, Arkania dan Maura.

Riga meletakkan selembar kertas surat dari Dewi diatas meja kerjanya. Pikiran Riga melayang pada Arkania dan Maura. Anak-anak tak berdosa itu tidak boleh kehilangan masa kanak-kanaknya, mereka harus tetap hidup layak dan normal sesuai usianya.
"Tunggu sebentar, akan saya siapkan dulu."

Riga menghubungi sekretaris pribadinya via telepon dan mengintruksikan beberapa hal. Sepuluh menit kemudian sekretaris Riga datang dengan membawa amplop coklat berukuran besar lalu menyerahkannya pada Riga.

"Tolong berikan ini pada Dewi. Mang Dadang bisa kapanpun kesini lagi jika Dewi meminta Mang Dadang untuk kesini. Sampaikan pada Dewi tolong jaga anak-anak dengan baik, dan ini untuk Mang Dadang."
Riga menyerahkan amplop coklat berukuran besar untuk Dewi dan amplop kecil untuk Mang Dadang, kedua amplop itu berisi uang.

Setelah mengucapkan terimakasih Mang Dadang pamit pada Riga dan segera bergegas pergi. Motor yang dikendarainya melaju dengan kencang menuju villa yang ada di pinggiran kota.
"Ini dari Pak Riga, mana bagian saya."
Mang Dadang menyerahkan amplop coklat berukuran besar pada dua orang laki-laki yang sedang bersantai di sofa yang menghadap kebun stowbery.

Laki-laki bertubuh tambun itu menerima amplop yang diserahkan Mang Dadang sambil menyeringai, memperlihatkan giginya yang menguning karena nikotin dan kopi.
"Riga, kamu boleh saja menghentikan kontrak kerjasama dengan perusahaanku, tapi aku akan menguras hartamu dengan memanfaatkan bocah-boacah itu. Sayang, kamu juga akan aman karena istrimu tidak mungkin lagi bisa mengadukan apa yang terjadi dengan kita pada ayahmu dan keluargamu yang lain.

Dadang ini bagianmu, jangan menampakkan diri kalau tidak aku minta."
Laki-laki bertubuh tambun itu melemparkan dua gepok uang berwarna merah pada Mang Dadang.
"Sayang, kita bisa pakai uang ini untuk liburan ke Puket, sekalian menghindari panggilan polisi sebagai saksi."

Laki-laki bertubuh tambun itu membelai mesra pipi laki-laki yang duduk disampingnya.
Mang Dadang sumringah memasukkan dua gepok uang ke tas cangklongnya.
"Saya permisi dulu Pak Anggodo, Mas Fahri, kalau perlu bantuan saya lagi kontak saya saja."

-----

CERBUNG
#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 14
Oleh: Khayzuran
POV Fahri bagian satu

Fahri menatap bekas luka di ibu jari tangan kirinya, luka lama yang hampir sudah tidak terlihat lagi. Namun setiap melihat bekas luka itu hormon adrenalin Fahri seperti berproduksi puluhan kali lipat dari produksi normal. Ada amarah yang menjelma dendam. Luka di ibu jarinya itu memang sudah lama mengering bahkan bekasnya hampir pudar tapi luka di hati Fahri masih saja basah dan terasa perih setiap mengingat kejadian puluhan tahun silam.

Fahri kecil selalu mejadi obyek perundungan teman-temannya, saat usia TK dan SD adalah masa yang paling tidak ingin diingat Fahri. Fahri terlahir dengan kelainan genetik, jumlah jari di tangan kirinya seperti berjumlah enam karena ada jari kecil yang menempel di ibu jarinya, Fahri terlahir dengan polidaktili dan itu yang menjadikan Fahri setiap hari sering di bully teman-teman di sekolah dan teman-teman sepermainan di sekitar rumah. Fahri sering di juluki manusia berjari ayam karena jari kecil yang menempel di ibu jarinya sangat mirip dengan jengger ayam.

Fahri pernah megutarakan keinginannya pada Abah untuk berobat ke dokter agar jari tambahanya bisa di buang, tapi kata Abah tidak perlu dibuang selama tidak menggangu aktivitas Fahri. Fahri juga pernah mengadukan pada Abah bahwa dia sering di bully karena kelebihan jarinya itu, tapi Abah hanya menyuruh Fahri untuk bersabar saja.

Fahri masih sangat mengingat kejadian-kejadian bullying yang menimpanya meski berbagai upaya telah Fahri lakukan agar bisa melupakan kejadian-kejadian itu, namun semakin berusaha dilupakan jadi semakin ingat hingga kini.

Memang korban bullying dari teman sebaya umumnya memiliki efek jangka panjang yang lebih buruk pada kesehatan mental mereka pada saat dewasa kelak, seperti halnya Fahri saat ini.
anak-anak yang ketika kecil menjadi target bullying teman-teman sekolahnya beresiko tinggi menderita gangguan mental, anxiety disorder, dan depresi jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya yang tidak menjadi target bullying.

Karena sering menjadi target bully, Fahri berusaha untuk menghindari bermain dengan teman-temannya yang laki-laki baik di sekolah maupun di lingkungan rumah. Fahri lebih memilih berteman dan bermain dengan teman-temannya yang perempuan karena merasa lebih aman dan Fahri merasa bisa menjadi pelindung, bisa bermain tanpa rasa takut dan rasa cemas.

Saat kelas dua SD kejadian buruk kembali menimpa Fahri, kejadian yang Fahri yakini menjadi salah satu penyebab dirinya seperti sekarang ini, mepunyai orientasi seksual yang menyimpang.
Fahri mengalami trauma dan rasa malu yang mendalam yang masih terasa hingga kini bahkan mungkin seumur hidup masih membayangi. Kejadian yang di satu sisi menyebabkan Fahri mengalami gangguan kecemasan dan denam tak berkesudahan namun disisi lain justru menimbulkan sensasi kenikmatan yang sulit dilupakan bahkan terkadang terbersit keinginan untuk merasakan kenikmatan yang sama.

Sore itu memang menjadi sore yang naas untuk Fahri. Karena tertinggal buku PR di sekolah jadi Fahri kembali lagi ke sekolah selepas sholat ashar. Sekolah sudah sepi, hanya ada Pak Marzuki, penjaga sekolah yang memang tinggal di salah satu ruangan yang ada di lingkungan sekolah SD tempat Fahri bersekolah. Setelah mendapatkan buku PR nya Fahri diajak Pak Marzuki mampir ke ruangan yang ditempati Pak Marzuki, tangan Pak Marzuki menggenggam tangan Fahri erat dan setengah menyeret langkah Fahri, berjalan bergegas. Fahri kecil yang polos tidak menaruh curiga apapun pada Pak Marzuki meski Pak Marzuki segera mengunci pintu ruangannya setelah dia dan Fahri masuk. Nafas Pak Marzuki menjadi leih cepat, keringat mulai menetes di pelipisnya. Dengan tergesa Pak Marzuki membuka celananya dan memaksa Fahri untuk segera membuka celana juga.

Fahri kecil mulai ketakutan melihat sorot mata Pak Marzuki yang seperti mau menerkam Fahri, terlebih dengan kondisi Pak Marzuki yang sudah setengah telanjang. Fahri menolak perintah Pak Mrzuki,bersiap kabur dan berteriak, karena Fahri masih inget perintah Umi tidak boleh membuka celana dan memperlihatkan alat kelamin pada siapapun, alat kelaminnya hanya boleh dilihat oleh dirinya dan oleh dokter saat Fahri sakit dan mau diperiksa. Namun tangan kekar Pak Marzuki dengan sigap membekap mulut Fahri dengan tangan kirinya sementara tangan kanan Pak Marzuki mencengkram kedua tangan Fahri. Dengan sekuat tenaga Fahri berontak namun sia-sia, tubuhnya yang kecil terlalu lemah untuk bisa melawan tangan kekar Pak Marzuki. Pak Marzuki melemparkan tubuh mungil Fahri ke atas kasur lapuk yang tergeletak di lantai lalu menodongkan pisau pada Fahri.
"Jangan berteriak!" desis Pak Marzuki, nafasnya masih memburu, terengah-engah dan keringat semakin deras menetes dari tubuhnya. Pak Marzuki membalikkan tubuh Fahri menjadi posisi telungkup dan dengan kasar mempereteli baju Fahri.

"Nungging!"
Perintah Pak Marzuki yang sudah tampak sangat bernafsu dan tidak sabar. Laki-laki bertangan kasar dan berkulit legam itu sudah tidak bisa lagi meguasai dirinya karena dorongan nafsu yang sudah sedemikian memuncak.

Fahri mengerang kesakitan dengan tangis yang tertahan sedangkan Pak Marzuki memgerang penuh kenikmatan, dia semakin buas melampiaskan nafsu setannya pada Fahri dengan pisau yang masih terhunus mengancam Fahri agar Fahri tidak berteriak dan menuruti semua keinginannya untuk memuaskan nafsu binatangnya.

Fahri menangis, ketakutan dan kesakitan.
"Pakai kembali bajumu dan jangan pernah menceritakan kejadian ini pada siapapun. Kalau kamu berani bercerita kepada teman-teman kamu, kepada ibu dan bapak guru juga kepada orang tua mu, Bapak akan membunuh kamu dan orang tuamu juga. Bapak akan potong-potong tubuh kamu terus dilempar ke sarang buaya, mengerti?"

Ancam Pak Marzuki sambil melemparkan baju Fahri ke muka Fahri yang basah dengan air mata.
Fahri mengguk dalam isaknya,hati dan fisiknya terasa nyeri. Fahri benar-benar tidak berdaya untuk melawan kekuatan fisik orang dewasa seperti Pak Marzuki.

Mungkin karena itulah beberapa data statistik menunjukkan bahwa anak-anak tiga kali lebih mungkin menjadi korban sodomi daripada orang dewasa. Bahkan di banyak kasus, sodomi lebih mungkin dilakukan oleh keluarga, tetangga, atau bahkan orang terdekat yang tidak disangka-sangka.

Andai saja sore itu saat Fahri pulang ke rumah menjelang maghrib Abah dan Umi mengenali gerakan berlebihan tak wajar yang ditunjukkan Fahri, mungkin trauma yang dialami Fahri bisa segera diatasi dengan berbagai terapi saat itu.

Sore itu Fahri pulang ke rumah dengan kedua bahu terangkat sehingga menutupi leher, kepala Fahri tertunduk sangat dalam, kedua tangan dan kedua kakinya meyimpul erat, lutut tertekuk ke dalam, tubuh menekuk, mata berkedip-kedip dan wajah Fahri pucat pasi. Gerakan tak wajar yang sangat khas dari anak yang baru saja mengalami kekerasan seksual.

Keesokan harinya Fahri menolak untuk sekolah dengan alasan sedang tidak enak badan. Seharian itu Fahri hanya mengunci diri di kamar. Fahri memang sedang tidak enak badan, anusnya terasa panas dan perih dan semakin brtambah perih saat BAB. Fahri menjadi agak kesulitan saat berjalan sehingga kalau berjalan agak mengangkang dan dudukpun terasa sakit.

Fahri hanya menyimpan rasa sakit dan duka itu sendirian, tidak berani menceritaknnya pada siapapun. Ancaman Pak Marzuki terus saja menghantui, Fahri tidak mau kehilangan Abah dan Umi yang sangat disayangi, Fahri juga takut kalau Pak Marzuki akan benar-benar memotong-motong tubuhnya lalu dilemparkan ke kandang buaya. Biarlah Fahri menyimpan semuanya sendiri.

Hari ketiga setelah kejadian sore yang menakutkan itu Fahri baru berani sekolah lagi itupun minta diantar sama Umi meski cuma sampai gerbang sekolah. Padahal rumah Fahri dan sekolah hanya berjarak sekitar lima ratus meter.

Celakanya di gerbang sekolah itu justru Fahri bertemu Pak Marzuki yang hendak membuang sampah.
"Selamat pagi Bu, tumben Nak Fahri diantar."
Sapa Pak Marzuki ramah pada Umi. Fahri menunduk dalam, tangannya dingin, tidak berani mengangkat kepala karena tatapan Pak Marzuki seperti hendak melumatnya lagi.
"Iya Pak, ini Fahri lagi manja, pengen dianter segala."
"Ayo Nak Fahri sini sama Pak Marzuki aja masuk ke dalamnya."

Pak Marzuki mengulurkan tangannya hendak menuntun Fahri, namun tiba-tiba Fahri berlari dengan kencang.
"Tidak apa-apa aku sendiri aja."
Teriak Fahri sambil terus berlari menuju kelasnya.

Saat jam istirahat seperti biasa Fahri bermain denga teman-teman perempuannya.
"Hai manusia ayam, kamu dicariin Pak Marzuki tuh."
Danu, temen sekelas Fahri yang paling getol membully menepuk kepala Fahri sambil memonyonkan bibirnya ke arah Pak Marzuki yang sedang berjalan ke arah Fahri.
Tubuh Fahri gemetar, Pak Marzuki menyeringai.
"Nak Fahri ayo ikut bapak sebentar."

Pak Marzuki menarik tangan Fahri dan menggenggamnya dengan kuat.
"Jangan melawan, nurut sama Bapak, kalau tidak menurut sama bapak nanti pulang sekolah kamu tiak akan pernah bisa bertemu ibu kamu lagi, mau bapak matiin."
Pak Marzuki berbisik, mengancam Fahri sambil berjalan.
"Krek"
Pak Marzuki mengunci ruangan dan memerintahkan Fahri untuk melakukan hal yang sama seperti tiga hari yang lalu, tentu saja masih dengan ancaman. Fahri masih berusaha menolak dan berontak, namun sia-sia lagi seperti sebelumnya. Kekuatan tenaga Fahri yang masih berusia delapan tahun tidak mampu mengimbangi kekuatan tenaga Pak Marzuki yang berumur empat puluh enam tahun.

"Anak manis kamu nikmat sekali, dari mana saja kamu dari kemarin tidak terlihat."
Pak Marzuki mulai meracau sambil menjalankan aksinya, nafasnya terengah-engah.
"Jangan nangis Fahri sayang, nanti juga gak akan sakit, kamu pasti akan merasakan kenikmatan yang sama seperti yang aku rasakan."

Dan memang Fahri mulai merasakan itu, ada sensasi nikmat yang ia rasakan namun sulit diterjemahkan. Bentuk kenikmatan yang belum pernah Fahri rasakan sebelumnya.
Itulah kenapa anak-anak ketika mendapatkan pelecehan seksual untuk pertama kalinya tidak melaporkannya kepada siapapun maka sangat beresiko besar anak itu akan tetap bungkam karena sudah mulai merasakan kenikmatan. Kasus sodomi anak biasanya terbongkar setelah korbannya berjumlah banyak dan biasanya yang pertama melapor bukan mereka yang telah berulang kali di sodomi tetapi korban yang pertama kali di sodomi, saat anak itu masih merasakan nyeri yang hebat pada daerah anusnya.

"Rapikan kembali baju dan rambutmu, ingat jangan menceritakan ini kepada siapapun, nanti kamu bisa dikeluarin dari sekolah ini. Teman-teman kamu yang lain juga sering aku ajak main kuda-kudaan disini jadi nanti jangan takut kalau aku ajak kamu main kuda-kudaan lagi seperti tadi."

Pak Marzuki kembali memakai pakaiaannya. Lalu membantu Fahri merapikan baju dan rambut, mengelap air mata Fahri dengan sarung yang tergantung di dinding.
"Sana segera ke kelas, pelajaran akan dimulai lagi. Ingat Fahri pisau ini akan menggorok leher kamu kalau kamu berani bercerita pada orang lain."

Pak Marzuki mengacungkan pisau, Fahri bergidik, ngeri

-----

CERBUNG
#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 15
Oleh: Khayzuran

"Fahri gak mau sekolah Bah..."
Ucap Fahri pada Abah suatu pagi. Pagi itu sudah menunjukkan pukul 06.30, sudah waktunya Fahri berangkat sekolah, tapi pagi itu Fahri masih di kamar, menenggelamkan tubuhnya dibalik selimut.
"Fahri kenapa? sakit?"

Tanya Abah lembut sambil menyingkap selimut, mengelus kepala Fahri penuh kasih sayang.
Fahri menggeleng, ia belum punya keberanian untuk mengatakan apapun pada Abah dan Umi, ancaman Pak Marzuki terus saja membayanginya.
"Ada pelajaran yang Fahri tidak bisa?"
Fahri kembali menggelengkan kepala.
Abah manerik nafas dalam.

"Yasudah hari ini Fahri istirahat saja, tapi besok harus sekolah ya."
Fahri mengangguk lemah.
Hari itu juga Abah datang ke sekolah Fahri, siapa tahu ada informasi yang bisa di dapatkan terkait dengan sikap Fahri akhir-akhir ini.

Abah berencana menemui Pak Imam, wali kelas Fahri. Pak Imam menerima kedatangan Abah dengan baik. Hari ini di kelas dua jam pelajaran pertama adalah pelajaran olah raga jadi Pak Imam punya banyak waktu untuk ngobrol dengan Abah di ruang guru.
"Ada yang bisa saya bantu Pak?"

"Begini Pak Imam, akhir-akhir ini Fahri..."
Kalimat Abah masih tergantung, perhatiannya beralih pada teriakan yang menggema di halaman sekolah.
"Marzuki...dimana kamu? aku bunuh kamu."
Di lapangan sekolah terlihat seorang bapak mengacungkan golok sambil memanggil-manggil nama Marzuki.

"Sebentar Pak, saya mohon ijin dulu."
Pak Imam bergegas keluar ruang guru, ia mengenali laki-laki yang sedang berteriak memanggil Marzuki sambil mengacungkan golok itu, dia Pak Hadi, ayah Bagas, murid kelas tiga.
"Mohon tenang dulu Pak Hadi, kita bicara baik-baik."
Pak Imam dan beberapa guru yang lain berusaha menenangkan Pak Hadi yang tampak murka. Sementara seluruh siswa diperintahkan untuk masuk ke kelas termasuk murid kelas dua yang sedang berolah raga di lapangan.

"Mana si Marzuki keparat itu, mana.....?"
Pak Hadi mulai berjalan berkeliling mecari sosok Marzuki sambil berteriak-teriak, membuat banyak siswa ketakutan bahkan murid kelas satu sudah banyak yang menangis.

Sementara Marzuki yang sedang asyik menjalankan aksi bejatnya di toilet siswa tak mendengar teriakan ancaman itu. Marzuki sedang di puncak kenikmatan dan siswa kelas empat yang sedang digagahinya pun sedang merasakan kenikmatan yang sama. Anak itu sudah sering digagahi Marzuki, fase kesakitannya sudah terlewati dan sudah masuk fase menikmati sehingga tidak perlu lagi ancaman dan tidak ada lagi teriakan kesakitan dan ketakutan.

"Brak..." pintu toilet di tendang Pak Hadi.
Marzuki tertangkap basah, peluh menganak sungai di pelipis Marzuki, nafasnya masih terengah-engah. Siswa kelas empat yang baru saja digagahi jongkok disudut toilet.
Semua mata tertuju pada Marzuki, juga pada siswa laki-laki yang sedang jongkong di sudut toilet, menatap penuh kemarahan pada Marzuki. Pak Hadi tersungkur lunglai, golok yang tadi diacung-acungkannya terjatuh tepat mengenai punggung kakinya. Pak Hadi ambruk, hatinya hancur teringat Bagas, anak laki-lakinya yang tadi pagi dibawa ke dokter karena semalaman kesakitan tapi tidak mau bicara, ada perdarahan dari anusnya dan dokter bilang kemungkinan itu karena kekerasan seksual. Setelah melalui proses yang panjang untuk membujuk Bagas mau bicara akhirnya keluarlah satu nama dari mulut Bagas, Marzuki.

Guru-guru mengamankan Marzuki dan yang lainnya membawa Pak Hadi ke klinik untuk mengobati luka di kakinya yang tertancap golok. Semua siswa diam di dalam kelas, tidak seorangpun diijinkan untuk keluar kelas.

Marzuki diamankan di ruangan kepala sekolah sambil menunggu polisi datang.
Dalam proses penyelidikan terugkap bahwa Marzuki sudah menjakankan aksi biadabnya sejak tiga tahun silam, seingat Marzuki sudah lebih dari lima puluh anak yang menjadi korbannya dan salah satunya adalah Fahri. Sontak berita itu membuat hati Umi dan Abah hancur, mereka merasa kecolongan karena selama ini kurang maksimal memperhatikan Fahri.

Fahri dibawa ke Rumah Sakit untuk di visum, awalnya Fahri menolak dengan alasan takut, tapi Umi berusaha meyakinkan dan menenangkan Fahri.
"Jangan takut Nak, ada Umi dan Abah. Kalau Fahri mau diperiksa berarti Fahri menolong teman-teman Fahri yang lain."

"Fahri takut dipotong-potong sama Pak Marzuki terus dilemparkan ke kandang buaya. Fahri takut Abah sama Umi diapa-apain sama Pak Marzuki."
Fahri kecil menangis. Acaman Marzuki sudah menorehkan trauma pada psikis Fahri.
Hasil visum menunjukkan ada luka sepanjnang 0,8 cm di daerah anus Fahri, luka yang terbilang masih baru.

"Nak, lain kali kalau ada apa-apa cerita ya sama Umi atau Abah ya, jangan takut sama siapapun, kan ada Allah, Umi juga Abah."

Pesan Umi pada Fahri. Sekarang bukan saatnya untuk bertanya dan menyalahkan Fahri kenapa dia tidak bicara soal ini dari awal, karena yang terpenting sekarang adalah bagaimana recovery untuk Fahri dan lima puluh orang lebih temannya Fahri yag menjadi korban Marzuki.
Ada luka fisik yang harus segera di obati, ada trauma dan luka psikis yang harus segera di terapi dengan melibatkan psikiater dan psikolog anak.

Semua korban Marzuki harus segera direhabilitasi dan diberikan pendampingan secepatnya. Semakin cepat diberikan pendampingan semakin baik dan bisa mengurangi resiko yang mungkin akan terjadi.
Kejadian ini bukan hanya menyebabkan luka bagi Fahri tapi juga untuk Umi dan Abi, sebagai orang tua dari Fahri mereka merasa kecolongan.

Umi dan Abi sepakat untuk pulang kampung, menjual semua asetnya di kota dan kembali ke kampung halaman untuk memulai hidup baru. Insyaa Allah ini akan baik untuk Fahri, meminimalisir segala sesuatu yang bisa mengingatkan Fahri pada kejadian itu. Fahri akan pindah sekolah, mempunyai teman-teman dan lingkungan baru, jauh dari masyarakat yang mengetahui peristiwa itu yang biasanya tak jarang ada proses penghakiman sosial dari masyarakat yang mengetahui kekerasan seksual yang menimpa Fahri dan teman-temannya.

Padahal dukungan sosial dan emosional yang membuat anak merasa disayangi, dicintai, didukung, dan menjadi bagian dari keluarga.

Kelekatan dalam keluarga karena adanya keterbukaan, dimana setiap anggota keluarga saling berbagi perasaan, jujur dan terbuka satu sama lain.

Meningkatkan komunikasi dengan anak dengan terbuka. Hal ini akan terjadi sikap terbuka, percaya dan rasa aman pada anak.

Orang tua harus ikut terlibat terhadap proses penanganan kekerasan seksual yang dialami anaknya baik secara hukum atau penanganan pemulihan secara psikologis.
Sikap spiritual yang dimiliki dan dianut dengan baik oleh sebuah keluarga akan membantu proses pendampingan.

Sikap positif dan cara pandang yang melihat bahwa selalu ada jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi oleh setiap manusia.
Fahri dijadwalkan untuk terapi ke psikiter dan psikolog anak secara rutin. Psikolog yang menangani Fahri melakukan art therapy pada Fahri, ada kelas melukis, ada kelas bela diri silat, juga ada kelas menulis bebas. Semua terapi itu agar Fahri bisa mengekspresikan perasaannya yang tidak tersampaikan dengan kata-kata. Kesibukan yang Fahri jalani diharapkan bisa mempercepat Fahri untuk melupan semua trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya.

Kecerian dan kepercayaan diri Fahri kembali lagi dengan dukungan penuh Abah dan Umi juga terapi yang dijalani Fahri selama dua tahun dengan psikiater anak.

Fahri tumbuh menjadi anak yang sehat dan berprestasi. Setelah lulus sekolah dasar Fahri dimasukkan ke pondok pesantren di daerah Jawa Timur. Abah sengaja memilih pesantren yang tempat tidur untuk santrinya memakai ranjang susun, jadi kalau tidur mereka terpisah di ranjangnya masing-masing. Abah menghindari pesantren yang tidur santrinya menggelar kasur atau karpet di lantai dan para santrinya tidur bersama tanpa penyekat. Saat laki-laki dengan laki-laki lagi tidur bersama satu selimut, sangat mungkin terjadi gesekan diantara mereka saat sedang tertidur dan hal itu bisa menjadi pemicu bangkitnya libido.

Selepas SMU di pesantren Fahri melanjutkan kuliah di salah satu universitas favorit di Bandung dan disanalah Fahri bertemu Handini dan Riga sampai akhirnya mereka bertiga menjadi sahabat.
Handini yang cantik dan berkepribadian baik tentu saja menarik hati Fahri dan Riga. Fahri sering merasakan getaran-getaran hebat saat berada di dekat Handini dan terkadang ada sesuatu yang terasa panas di hati Fahri saat melihat Handini tertawa bahagia karena celotehan Riga.
Tidak mudah bagi Fahri untuk memenangkan hati Handini terlebih ada Riga yang tidak hanya pintar tapi juga kaya raya yang menjadi pesaingnya.

Setelah lulus kuliah Riga langsung melamar Handini tanpa sepengetahuan Fahri. Dan di hari yang sama Fahripun melamar Handini tanpa sepengetahuan Riga. Akhirnya Handini menjatuhkan pilihan pada Fahri meski Riga menjanjikan surga dunia baginya, kekayaan yang dimiliki Riga dan keluarganya bisa memanjakan Handini dan keturunannya dengan kemewahan tanpa harus bekerja keras. Tapi Handini memilih Fahri, bagi Handini Fahri yang sederhana dengan ilmu agama yang tidak sederhana adalah sosok yang tepat untuk menjadi ayah dari anak-anaknya kelak.

Pernikahan Fahri dan Handini menjadi hal yang sangat membahgiakan untuk Abah dan Umi, kekhawatiran mereka selama ini tentang kondisi psikis dan orientasi seksual fahri karena trauma masa kecil pupus sudah.

Namun ujian besar bagi Fahri justru datang setelah menikah dan bekerja di kantor milik Anggodo. Awalnya Fahri tidak menaruh kecurigaan apapun pada Anggodo, sampai suatu ketika Anggodo mengajak Fahri untuk dinas luar, mereka tidur di hotel yang sama dengan kamar yang berbeda.
Saat sedang tidur Fahri merasakan ada sesuatu yang berbeda, ada rabaan-rabaan halus yang menbuat detak jantungnya meningkat lebih cepat. Ternyata Anggodo sudah ada di dalam bed cover yang sedang dipakai Fahri, entah kapan laki-laki tambun berkulit putih bersih itu menyelinap ke kamar Fahri.

Memori Fahri merecall kejadian belasan tahun silam, saat Marzuki memberikan sensasi kenikmatan padanya dua hari sebelum laki-laki itu ditangkap polisi.

Malam itu Fahri terlambat untuk menghindari serangan bertubi-tubi Anggodo meski bagian hatinya yang lain berontak. Fahri tahu ini adalah perbuatan kaum sodom yang dilaknat oleh Allah tapi disisi lain Fahri juga kesusahan untuk meredam memori kenikmatan yang sudah ditanamkan Marzuki di otaknya.

Fahri bukan tidak ingat tentang siksaan yang ditimpakan Allah kepada kaum Nabi Luth Alaihi Salam yang melakukan aktivitas seksual seperti dirinya dan Aggodo yaitu mereka disiksa dengan suara keras mengguntur yang terjadi menjelang matahari terbit, bersama dengan itu, negeri mereka yang terangkat tinggi ke udara kemudian dibalik yang semula di atas menjadi di bawah, sambil dihujani batu yang keras yang berjatuhan secara bertubi-tubi di atas kepala mereka. Mereka semua dibinasakan oleh Allah tanpa tersiksa.

"Sayang, kok melamun aja sih, lunch yuk, laper nih."
Anggodo bergelayut pada bahu Fahri membuyarkan semua lamunannya.

________________________

Sementara di belahan bumi yang lain Riga sedang sibuk di ruang kerjanya memgumpulkan semua staf. Hari ini tim asesor akreditasi akan datang ke Rumah Sakit milik Riga.
"Pak Riga, ada telepon, mau diterima?"
Miriam, sekretaris pribadi Riga menyodorkan ponsel milik Riga yang sedang di pegangnya.
"Dari siapa?"

"Tidak ada namanya Pak."
Mungkin saja itu telepon penting terkait kabar Handini, kabar yang sangat ditunggu Riga.
"Hallo..Pak Riga ini aku Pak, Dewi. Tolong aku Pak, Maura sakit parah, dokter bilang ada infeksi berat di paru-paru Maura, Maura harus di rawat di ruang pediatric intensive cere unit, tapi di Rumah sakit ini belum ada ruangan PICU jadi Maura harus segera dirujuk ke Rumah Sakit besar, tapi aku tidak punya uang, biaya perawatan disini saja belum bisa aku bayar semuanya karena mahal, aku tidak punya uang, tolong aku Pak."

Dari seberang sana terdengar suara Dewi terisak.
"Apa uang yang kemarin sudah habis?"
"Uang apa Pak?"
"Uang yang kamu minta untuk beli diapers dan makanan Arkania dan susu Maura yang aku berikan pada Dadang."
"Dadang siapa Pak?"

Riga mulai geram, sudah bisa menarik benang merah dari apa yang selama ini Dewi lakukan.
"Jangan pernah menipu aku lagi dengan alasan Arkania dan Maura. Sekarang katakan dimana Arkania dan Maura?"

"Tolong transferkan uangnya ke rekening aku hari ini Pak, aku mohon Pak demi Maura. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Maura aku tidak tahu harus ngomong apa sama Mbak Handini."
Tangis Dewi terdengar semakin keras. Riga masih hafal kata-kata terakhir yang barusan Dewi katakan, sama dengan kata-kata yang ia tulis dalam suratnya yang dibawa Dadang.
"Pak Riga tolong Pak, Maura kritis..."

Suara Dewi melolong.
"Pak, tim asesor sudah datang."
Klik, Riga mematikan ponsel dan memberikannya lagi pada Miriam.
"Kalau ada telepon dari nomor itu lagi jangan diangkat."

________________________

"Keluarga bayi Maura?"
Suster memanggil.
"Iya saya Sus."
"Dokter mau bicara Bu."
Seorang dokter mendekati Dewi.
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi....."

bersambung ....