Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU 1-5

www.takafuljakarta.com
#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 1
Oleh: Khayzuran

"Aku gak bisa membesarkan Arkania sendirian Mas, anak itu terlalu istimewa."
"Arkania biar ikut aku saja."
Tawar Mas Fahri.

Handini menggeleng, bagaimana ia akan tega membiarkan gadis kecilnya yang istimewa tinggal bersama suaminya tanpa Handini. Mas Fahri sering tidak sabar menghadapi keajaiban yang setiap hari dipertontonkan putri kecilnya yang menderita autis itu. Mas Fahri sering membentak Arkania saat tingkah polah Arkania mengganggu pekerjaannya atau mengacaukan moodnya.


"Aku gak apa-apa dimadu Mas, aku mohon jangan ceraikan aku, jadi kita masih bisa sama-sama mengasuh dan membesarkan Arkania."
"Tapi Dewi tidak mau jadi istri kedua."

Mas Fahri masih teguh dengan pendiriannya untuk menceraikan Handini demi menikahi Dewi, gadis pujaan hatinya, mantan anak magang di kantor tempat Fahri bekerja.
"Itu artinya aku harus menceraikan kamu kalau ingin menikah dengan Dewi."
Lanjut Mas Fahri. Laki-laki berlesung pipit itu seolah sudah mati rasa dan tidak punya hati, seperti lupa bagaimana perjuangannya dulu untuk mendapatkan Handini dan mendapatkan restu dari almarhum kedua orang tuanya Handini.
"Aku mencintai Dewi, tolong mengerti aku Din."

Mas Fahri bersimpuh di kaki Handini yang sedang duduk berhadapan dengannya.
Sudut mata Handini menghangat, direngkuhnya bahu bidang suaminya, mengajaknya duduk disampingnya.
"Biarkan aku bicara dengan Dewi untuk meminta pengertiannya."
Handini mengalah meski hatinya teramat sakit.

-----


#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 2
Oleh: Khayzuran


"Tidak usah, kamu tidak usah bertemu Dewi, aku khawatir Dewi akan merasa sungkan sama kamu."
Handini menatap Arkania yang sedang tertidur pulas di kursi depan tv, lalu menatap Fahri bergantian.
"Mas, laki-laki memang diperbolehkan menikahi perempuan lebih dari satu, bahkan boleh menikah dengan empat perempuan, boleh memilih perempuan mana saja yang disukainya untuk dinikahi, aku faham ayat itu, jadi aku tidak akan melarang Mas Fahri untuk menikah lagi, Allah saja telah menghalalkannya lantas aku punya hak apa untuk melarang?"
Sejenak Handini terdiam, lalu kalimatnya berlanjut.

"Aku tidak akan melarang Mas Fahri untuk menikah dengan Dewi, aku yakin pasti Dewi perempuan yang baik, aku percaya sama pilihan Mas Fahri, tapi lihat Arkania Mas ..."
Mata Handini memerah menahan tangis.
"Aku bisa hidup tanpa kamu, tapi aku tidak bisa mengurus Arkania sendirian apalagi ada Maura yang masih bayi yang harus aku rawat juga. Mas Fahri gak usah mikirin aku tapi tolong pikirkan kedua buah hati kita."

"Aku masih akan tetap bertanggung jawab sama kamu dan kedua anak kita, aku akan tetap memberikan nafkah tapi mungkin aku tidak akan lagi bisa tinggal bersama kalian."
Handini menelan ludah, apakah Mas Fahri lupa kalau selama ini justru Handini lah yang menghasilkan uang lebih banyak untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga.

==================================

Handini mengantar Arkania sekolah di sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Setelah menitipkannya pada guru Arkania, Handini tergesa naik angkot sambil menggendong Maura, tujuannya satu, Dewi.
Handini menatap perempuan yang ada dihadapannya, mengamatinya sesaat sebelum membuka suara.
"Mas Fahri tidak tau kalau Mbak akan menemui Dewi, jadi tolong jangan bilang ke Mas Fahri ya. Mbak hanya ingin ngobrol sama Dewi sebagai sesama perempuan. Mas Fahri sudah bilang sama Mbak kalau Mas Fahri sudah melamar Dewi dan ingin segera menikahi Dewi, benar begitu?"
"Iya Mbak."

"Dewi mencintai Mas Fahri?"
Gadis itu mengangguk.
"Kapan kalian akan menikah?"
"Mama tidak mau aku jadi istri ke dua Mas Fahri."
"Jadi, Dewi meminta Mas Fahri untuk menceraikan Mbak?"
Dewi menunduk.
"Aku tidak punya pilihan lain Mbak kalau ingin mendapat restu mama."
"Apa yang akan Dewi lakukan kalau Dewi ada dalam posisi Mbak sekarang?"
Gadis itu terdiam, kepalanya semakin menunduk.

"Mbak sama Mas Fahri itu sudah punya Arkania dan Maura ..."
Handini menatap Maura yang sedang tertidur pulas dalam pangkuannya.
"... Arkania itu anak istimewa, Mbak tidak sanggup merawat dan membesarkannya sendirian", lanjut Handini, matanya sudah berkaca-kaca.
"Kata Mas Fahri, kalau aku sama Mas Fahri menikah biar Arkania tinggal sama kita."
Handini menggeleng.

"Lalu bagaimana dengan Mbak? gak ada seorang ibupun yang mau berpisah dengan anak yang sangat dicintainya dan lagi apa kamu yakin kamu sanggup mengurus dan merawat anak istimewa seperti Arkania?"
"Mas Fahri mencintai aku dan aku pun mencintai Mas Fahri, rasa cinta kan anugerah Mbak."
"Terus kamu pikir Mbak tidak mencintai Mas Fahri?"
"Kalau Mbak mencintai Mas Fahri kenapa Mbak tidak mengurus Mas Fahri dengan baik?"
"Mas Fahri bilang seperti itu sama Dewi?"

Dewi mengangguk.
"Kalau Dewi sudah punya anak Dewi pasti faham betapa tugas seorang ibu itu sangat luar biasa, dua puluh empat jam, non stop, apalagi Mbak punya anak istimewa yang sangat hiperaktif yang memerlukan pengawasan ekstra. Hubungan suami istri itu bukan hubungan seperti atasan dan bawahan, tapi suami istri itu adalah partner untuk membangun rumah tangga, saling melengkapi, saling mensupport."
"Tapi Mas Fahri juga sebagai laki-laki butuh perhatian, butuh kasih sayang, selama ini kata Mas Fahri Mbak hanya fokus pada anak-anak sampai sering mengabaikan Mas Fahri, jadi Mas Fahri lebih nyaman kalau lagi sama aku."
Handini menggigit bibir.

-----

#PESAN_UNTUK__ISTRI_SUAMIKU
Part 3
Oleh: Khayzuran

Handini menyentuh punggung tangan Dewi lembut, dipaksakannya tersenyum demi sedikit mengurangi rasa sesak di dada.
"Dewi, Mbak faham apa yang Dewi rasakan saat ini, pasti Dewi sedang sangat berbahagia karena perhatian dan kasih sayang Mas Fahri. Mas Fahri memang seperti itu, tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat sedang jatuh cinta. Mas Fahri itu laki-laki romantis, dulu Mbak sering dikasih sebuket bunga padahal sedang tidak ada momen spesial dalam hidup Mbak, pulang kerja sering membawakan coklat atau makanan lainnya kesukaan Mbak. Sekarang kamu pasti sering dimanjakan Mas Fahri bukan?"

Dewi terdiam. Pikiran Handini mengembara pada awal kenal Fahri sampai laki-laki itu berkali-kali datang ke rumah meminta restu ayah dan ibu untuk meminang Handini. Tidak mudah bagi Fahri untuk meyakinkan orang tua Handini bahwa dia adalah laki-laki yang pantas untuk putri kesayangannya. Handini membantu Fahri meyakinkan orang tua bahwa pilihanya memilih Fahri untuk menggenapkan agama adalah pilihan yang tepat. Fahri tipe laki-laki bertanggung jawab, penyayang dan care banget sama Handini. Tapi kini....

"Aku harap Mbak bisa mengerti kondisi aku dan Mas Fahri saat ini."
Handini menggeleng lemah, bukankah seharusnya Dewi dan Fahri yang harus mengerti kondisi Handini saat ini?

"Yang Mbak pikirkan saat ini bukan Mbak sendiri tapi Arkania dan Maura."
"Memangnya Mas Fahri nggak bilang meskipun Mbak dan Mas Fahri sudah bercerai Mas Fahri akan tetap bertanggug jawab dengan tetap memberikan nafkah?"
Bahkan Dewi sudah tidak segan lagi berandai-andai tentang perceraian Handini dan Fahri. Hati Handini seperti di iris-iris silet lalu disiram cuka dan ditaburi garam, perih.
"Kenapa Mas Fahri? apa tidak ada laki-laki lain?"

"Karena aku cintanya sama Mas Fahri."
"Tapi Mas Fahri sudah menikah sama Mbak dan kita sudah punya Arkania dan Maura."
"Tapi Mas Fahri sudah berjanji bahkan bersumpah akan menceraikan Mbak dan menikahi aku."
"Dewi percaya?"
Dewi mengangguk mantap.
"Kalau Mbak tidak mau bercerai sama Mas Fahri gimana?"
Tiba-tiba Dewi terisak.
"Mbak gak kasihan sama aku? aku sangat mencintai Mas Fahri, aku mohon Mbak lepaskan Mas Fahri untuk aku, jangan menggunakan Akania dan Maura sebagai alasan untuk mempertahankan Mas Fahri, Mbak jangan egois."
Tangis Dewi pecah.

---

#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 4
Oleh: Khayzuran

Handini membiarkan Dewi dengan tangisnya. Handini sendiri sudah lupa kapan terakhir kali menangis. Handini tidak pernah ingin terlihat cengeng dan menampakkan kesedihannya terlebih saat sang buah hati sedang ada di dalam pelukannya. Maura masih terlelap tidur dalam pangkuanya, begitu damai, Handini membelainya penuh kasih sayang, ibu akan melakukan apapun demi kalian, termasuk dengan merendahkan harga diri di depan perempuan yang sedang mengiba untuk meminta ayah kalian dari kita, gumam hati Handini.

"Dewi, Mbak bukan egois, Mbak hanya ingin kamu berbagi dengan Mbak, sama dengan Mbak yang sedang belajar rela untuk berbagi Mas Fahri dengan Dewi."
"Mbak kan bisa cari laki-laki lain, selama ini Mbak sudah pernah merasakan kebahagiaan dengan Mas Fahri, apa itu belum cukup? sekarang giliran aku, tolong Mbak kasih kesempatan sama aku untuk merasakan kebahagiaan juga dengan Mas Fahri tanpa gangguan orang lain."
Dewi masih terisak, bahunya naik turun.

"Siapa yang Dewi maksud orang lain? Mbak ini istri sah nya Mas Fahri, Maura dan Arkania anak kandungnya Mas Fahri."
Hati Handini remuk, tangan Handini mengepal menahan amarah yang luar biasa, tapi suara Handini masih selembut kapas, berusaha tidak mngeluarkan suara yang bernada tinggi, khawatir akan mengganggu Maura yang masih tertidur pulas.

"Tapi nanti aku yang akan jadi istri sahnya Mas Fahri setelah Mas Fahri menceraikan Mbak. Dan tadi aku kan sudah bilang biar anak-anak ikut aku sama Mas Fahri aja jadi Mbak bisa bebas melakukan apapun termasuk mencari suami baru buat Mbak."
Handini menarik nafas dalam, dadanya semakin sesak, sudut matanya menghangat. Seandainya membunuh perempuan yang sekarang sedang berlinang air mata di hadapannya bukanlah dosa, maka detik itu juga Handini akan melakukannya.Hatinya teramat sangat hancur.

"Mbak tidak berpikir sejauh itu Dewi, Mbak bukan Dewi yang mudah jatuh cinta pada laki-laki meski laki-laki itu beristri dan sudah punya anak. Mbak bukan mempertahankan Mas Fahri untuk Mbak, Mbak hanya ingin Arkania dan Maura tumbuh dan berkembang dengan sehat dan bahagia dengan kehadiran sosok ayah dan ibunya yang lengkap. Mbak tidak melarang Mas Fahri untuk menikah lagi dengan Dewi atau perempuan manapun, karena poligami itu hukumnya mubah, boleh. Poligami itu berbagi suami, bukan merebut suami."

"Jadi Mbak nuduh aku merebut Mas Fahri dari Mbak? itulah yang ditakutkan mama. Mama gak mau aku dituduh orang-orang merebut suami orang lain, makanya aku minta Mas Fahri untuk menceraikan Mbak dulu sebelum menikah dengan aku, aku gak mau dikatain merebut suami orang, aku gak mau mama sedih karena aku."

Dewi menangis lagi.
"Aku masih punya keluarga yang harus aku jaga prasaan dan nama baiknya. Kalau orang tua Mbak kan sudah meninggal jadi pasti Mbak akan lebih mudah dari pada aku, Mbak gak harus ngomong dulu sama orang tua kalau Mbak sama Mas Fahri akan becerai, jadi tidak akan ada orang tua yang menghalangi", lanjut Dewi.
Handini kehabisan kata dan rasa, entah harus bagaimana lagi menghadapi Dewi.
"Semuanya tidak sesederhana dan semudah yang kamu pikirkan Dewi. Konsekuensi dari perceraian itu banyak."
"Makanya Mbak jangan mempersulit, kasihan Mas Fahri."

-----


#PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU
Part 5
Oleh: Khayzuran

Dewi masih sesunggukan, kepalanya makin tertunduk. Handini membelai kepala Dewi, berharap bisa sedikit meredam emosi perempuan yang bersikukuh memintanya untuk mengakhiri bahtera rumah tangganya dengan Fahri.
"Mbak gak usah pura-pura baik sama aku."
Dengan kasar Dewi mengibaskan tangan Handini. Lalu tangan Dewi mulai sibuk dengan gawainya.
"Mbak gak malu ngemis-ngemis cinta sama Mas Fahri?"
Dewi menuduh.

"Mbak sendiri gak tau apakah Mbak masih punya rasa cinta atau tidak untuk Mas Fahri, yang Mbak pikirkan cuma Arkania dan Maura."
"Selalu mereka yang Mbak jadikan senjata, sebagai seorang ibu, Mbak harusnya ngerti juga perasaan mama aku. Semua ibu ingin anaknya bahagia kan? mama aku juga ingin melihat aku bahagia dan aku akan bahagia kalau menikah sama Mas Fahri dengan cara baik-baik tanpa menyakiti siapapun."
"Memangnya hati Mbak tidak sakit melihat Dewi merengek minta Mbak bercerai sama Mas Fahri?"
"Makanya Mbak ikhlaskan aja Mas Fahri biar hati Mbak gak sakit, insyaa Allah Mbak akan dapat pahala surga jika mau berbagi bahagia sama aku, percaya deh Mbak sama aku"

Dewi berusaha meyakinkan Handini. Saat ini Dewi merasa dialah yang paling berhak atas Mas Fahri karena laki-laki itu begitu mencintainya, Dewi tidak mau batin Mas Fahri tersiksa kalau masih harus bertahan hidup satu atap dengan Handini.
"Dewi meminta Mbak untuk berbagi bahagia dengan Dewi, itu kan yang selama ini Mbak minta? ayo kita sama-sama berbagi bahagia, kita miliki Mas Fahri sama-sama, itu baru namanya berbagi bahagia, bukan merebut kebagiaan."

"Mbak kok keterlaluan banget nuduh aku merebut kebahagiaan Mbak. Mbak ini seperti bukan perempuan aja yang gak ngerti perasaan perempuan lain, Mbak gak punya hati"
Mata Dewi nanar, menatap Handini tajam.
Handini berdiri, rasanya sia-sia saja pertemuannya dengan Dewi. Sudah jam 11, sudah waktunya Arkania dijemput, anak istimewa itu jauh lebih penting dari pada Dewi.
"Jangan pergi dulu Mbak, jangan jadi pengecut, jangan lari dari masalah, aku belum selesei bicara, aku butuh ketegasan dan kepastian Mbak untuk segera menyanggupi bercerai dengan Mas Fahri."
"Arkania sudah waktunya pulang sekolah, Mbak harus menjemput Arkania."
"Tunggu Mbak...."

Dewi ikut berdiri, tangannya menarik ujung kerudung belakang Handini berusaha menghalangi Handini pergi. Handini nyaris terjerembab, tangannya reflek memegang tangan Dewi mencari pegangan agar tidak terjatuh, Handini tidak mau Maura celaka.
"Cukup Handini!"

Tiba-tiba saja Fahri datang, Dewi langsung berhambur mendekati Fahri, mengiba.
"Sudah aku bilang jangan temui Dewi, ulah kamu hanya akan menyakitinya. Sebagai istri, kamu wajib taat pada suami, jangan membangkang!".
"Dan sebagai suami, Mas Fahri wajib melindungi aku." Handini mendesis, suaranya rendah.
"Kamu tidak apa-apa kan Dewi?"

Lembut suara Fahri, menatap Dewi penuh cinta. Isak Dewi berubah jadi tangis.
"Ini yang kamu inginkan Handini? kamu puas? aku sedang sibuk di kantor bela-belain kesini karena Dewi bilang kamu menganggunya terus, mau kamu apa sih"
Suara Fahri meninggi berbaregan dengan suara tangis Maura. Handini mendekap Maura erat. Handini tidak ingin lagi meladeni Fahri dan Dewi, Handini tidak ingin Maura menyaksikan semua ini karena akan berdampak buruk untuk kesehatan mentalnya.

bersambung ...