Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

#Brother_i_love_you 1-7

#Brother_i_love_you by Khadijah Afendi
#Bagian1

"Din,,, Malam Minggu Double date yukk" ujar Santi

"Double date??? Emang kamu udah punya pacar San?" Tanyaku sambil meledek.

"Ihh,,, kamu sama Bani, aku sama kakak kamu Riyan, kan kamu Janji mau deketin aku sama Kak Riyan" ujar Santi. Sudah sejak lama Santi naksir kakak ku, dan aku berjanji akan membantu mendekatkan mereka, lagi pula Santi gadis yang baik.

Malam Minggu tiba, Santi dan Bani sudah menunggu di ruang tamu, aku masih bersusah payah membujuk kakak ku Riyan agar mau ikut. Kak Riyan orang yang Introvert dia sering berada dikamarnya untuk baca buku, atau sesekali main game, ketimbang berkumpul dengan kawan kawan. Seperti malam Minggu ini kulihat dia hanya berbaring di kasurnya sambil membaca buku. "Huhh,,, benar benar pemuda yang tak bergairah" pikirku.

"Kakk ayolaahh ikut,,, kakak gak bosen didalam kamar terus? Sesekali kaya orang orang jalan malam minggu, gimana mau punya Pacar coba" ujar ku memaksa.

"Maless ahh,,, kakak ngantuk" jawabnya singkat.

"Ya udah, aku mau pergi berdua aja sama Bani, bilang sama mama pulang malem,,, bye!" Ujarku kesal.

"Tunggu, kakak ikut, tapi kaya gini aja ya, gak usah ganti baju, cuma ke Taman depan komplek kan?" Akhirnya Kak Riyan menyetujuinya, walaupun dia hanya memakai kaos lengan pendek berwarna putih dan celana jeans biru selutut dia tetap terlihat tampan. Itu bukan hanya kata ku yang nota bene adalah adiknya, tapi banyak teman temanku juga yang mengatakan hal yang sama. Sebenarnya bukan hanya Santi yang naksir kakak ku banyak dari teman teman yang sering menitip salam kalau kakak mengantar ke Sekolah. Mereka bilang kakak ku mirip Ji Chang wook artis korea yang baru pulang wamil itu.

Di Taman, aku memberikan ruang pada Santi agar bisa ngobrol banyak dengan kakak ku. Akhirnya aku dan Bani memisahkan diri dari mereka. Sekalian mencari tempat romantis berdua.

"Dinn, kamu cantik pake baju ini" kata Bani memujiku yang memakai dress selutut berwarna Soft Pink dengan motif bunga bunga.

"Jadi cuma pakek baju ini aja aku keliatan cantik?" Ujarku kesal.

"Enggak lahh, kamu pakai baju apa aja juga cantik" ujar Bani sambil mencubit pipiku.
"Gombal" ujarku yang di dalam hati sebenarnya merasa senang ketika di puji.

Suasana malam semakin romantis apalagi terdengar suara petikan gitar yang di mainkan sekelompok anak muda yang tak jauh dari kami, Bani menatapku sambil membelai pipiku "uhhh apakah aku akan dicium?" Pikirku. Benar saja wajahnya semakin mendekat ke wajahku, "Hmmm bagaimana inii" pikiranku berkecamuk, akhirnya aku mencoba menerima dengan memejamkan mataku.

"Ekhhmmm... Din,,, ayo kita pulang" Suara itu membuyarkan suasana romantis itu, kulihat Kak Riyan sudah di depan kami, Bani hanya garuk garu kepala, tapi aku tahu itu tidak gatal.

Hari Senin di Sekolah aku penasaran apa yang terjadi antara Kak Riyan dan Santi, Aku berharap hubungan mereka ada kemajuan dari hasil double date malam minggu, walaupun adegan Romantisku ambyarr oleh kak Riyan.

"San gimana malam minggu kemarin? Ngobrolin apa? Ada kemajuan gak???" Pertanyaan ku borong akibat penasaran.

"Cuma aku aja Din yang ngobrol, kak Riyan jawab seperlunya aja, dia sibuk ngeliatin kamu sama Bani, matanya hampir gak pernah lepas memperhatikan kalian" jawab Santi dengan nada sedikit kecewa.

Kak Riyan memang sangat menjagaku, kadang juga terlalu berlebihan. Hubungan sering putus dengan pacarku karena kak Riyan sering ikut campur. Bayangkan, aku punya pacar, tapi tak sekalipun pacarku mengantarkan aku pulang kerumah, karena sering di jemput oleh kakakku. Begitupun ketika berangkat Sekolah, kak Riyan menyempatkan mengantarku sebelum berangkat kerja, bagiku itu sangat menyebalkan.

Seperti halnya ketika Malam Minggu kemarin, bukan hanya malam itu aku di gagalkan ketika akan berciuman dengan pacarku, sebelumnya pun pernah, "hmmm bibirku masih perawan" pikirku.
Pulang sekolah seperti biasa aku di jemput kakak. Dia kadang menyempatkan diri menjemputku di sela sela kesibukannya sebagai kepala toko di sebuah toko serba di kota kami.

"Malam ini kakak ada kuliah, kamu bantu mama bikin jualan ya" pinta kak Riyan
"Siap Boss!" Jawabku, kakak Tersenyum sambil melajukan kendaraan roda duanya.
Kami hanya tinggal bertiga, Aku, Mama dan kak Riyan. Papa meninggal sejak aku masih dalam kandungan. Jadi wajar bila kakak sangat over dalam melindungiku, karna sedari kecil kakak sudah terbiasa menjaga aku dan mama. Mamaku seorang penjual gorengan dan kue jajanan pasar membuka kios di sana. Kakak ikut membantu mencari uang sembari menyelesaikan kuliahnya.

Sambil membantu mama, sesekali ku buka ponselku, tapi tidak ada pesan dari Bani. Ini aneh, karena Bani setiap hari sering mengirimi ku pesan, "apa karena kejadian malam minggu itu" pikirku.
Karena penasaran dengan keadaanya aku pun mengirim pesan terlebih dahulu.
"Bani" tulisku singkat pada pesan di WA hanya centang biru dua, tapi tidak dibalas, sungguh membuatku kesal.

"Baniii, kamu kenapa?" Tulisku penasaran,,, kali ini dalam layar Wa ku tertulis "Mengetik" tanda dia membalas pesan.
"Kita putus aja Din,..." jawaban dari pesan singkat itu membuatku kaget. "Kenapa??? Apa karena dia gagal menciumku lalu dia kesal pikirku."

"Kakak mu waktu hari minggu dateng ke tempat tongkronganku, dan dia bilang untuk tidak mendekati kamu lagi" kelanjutan dari pesan WA Bani.
Aku lemas, bukan hanya kali ini aku putus gara gara kakak, "kakak... kenapaa..."

* Cerbung perdana
Mohon maaf masih banyak kekurangan, tapi saya beranikan menulis untuk bisa belajar🙏🙏


----

#Brother_i_love_you
#Bagian2

Waktu sudah menunjukan Pukul 10 malam, tapi kak Riyan belum juga pulang. Aku tidak sabar ingin menanyakan apa yang telah ia bicarakan dengan Bani hingga membuat kami putus. Mama sudah terlihat lelah, kusuruh mama berhenti mengadoni kue untuk di bawa ke Pasar besok, kasihan mama, beliau adalah Pahlawan bagi kami walaupun kak Riyan sudah bisa mencukupi kebutuhan keluarga, tapi mama menolak untuk berhenti berdagang.

Suara motor kak Riyan sudah terdengar berada di halaman, aku sudah tidak sabar bertanya pegal rasanya menahan emosi. Dari luar terdengar kakak mengucap salam, aku jawab dengan ketus dan tak kubukakan pintu, biarkan dia membukanya sendiri. Melihat raut wajahku yang masam kakak malah tersenyum dia mencubit pipi sambil berlalu dari hadapanku.

"Nggak mau menjelaskan sesuatu?" Tanyaku ketus. Kak Riyan diam, dia mengambil gelas dan menuangkan air lalu meminumnya.
"Apa?,,, Bani?" Kak Riyan balik bertanya nampaknya sudah tau apa yang ingin aku tanyakan.
"Apa yang kakak bicarakan sama Bani sampai dia ngajak aku putus" tanyaku sambil menahan emosi dan air mata.

"Kakak hanya bilang, jangan menyentuh kamu berlebihan, kalau cuma main main lebih baik putus saja" ujar kakak ku.
"Kakak jahat! Semua pacarku banyak mundur karena kakak, cobalah mengerti sedikit" ujarku sambil menangis dan menutup wajah. Kak Riyan menghampiriku, memeluk sambil mengelus rambutku. "Kakak minta maaf" bisiknya padaku.

Malam itu aku tidak dapat tidur, kupikirkan bagaimana cara agar kak Riyan berhenti mengganggu hubungan percintaan ku, dalam pikiranku terlintas Santi, aku harus menjadikan hubungan Santi dan Kak Riyan agar lebih dekat. Mungkin kak Riyan seperti ini karena dia tidak tahu rasanya pacaran.
Paginya saat sarapan ku niatkan agar aku tetap marah pada kak Riyan, walaupun semalam dia sudah minta maaf, kak Riyan paling tidak tahan berlama lama bertengkar denganku setiap ada masalah. Walaupun sering aku yang berulah selalu dia yang mengalah. Sebenarnya kakak adalah sosok kakak yang terbaik, tapi kali ini aku harus kejam agar kehidupan percintaan ku tenang.

Kak Riyan keluar dari kamarnya, terlihat sepertinya baru habis mandi, bau sabunnya masih tercium wangi, wajah tampannya terlihat segar sekali. Pantas saja banyak wanita menyukainya dia memang tampan.
"Masih marah nih?" Kak Riyan bertanya sambil mencubit hidungku lalu kutepis, aku diam sambil terus mengoles selai strowberi ke roti tawar kesukaanku.

"Kakak harus gimana biar kamu nggak marah lagi?" Tanya kak Riyan. Sebenarnya pertanyaan ini yang aku tunggu tunggu, ini akan memudahkan rencana ku.
"Kakak harus pacaran sama Santi" ujarku
"Apa? Nggak,,, kakak nggak mau" jawab kak Riyan dengan tegas menolak.

"Kenapa kak, Santi itu orangnya baik, dia suka sama kakak sejak lama, cantik lagi, jangan jangan kakak nggak normal" ujarku sinis.
"Ihh enak aja, kakak gak pacaran bukan berarti nggak normal. Karena Santi baik, kakak nggak mau nyakitin hatinya" tegas kakak ku.

"Kakak pikirin dulu baik baik, kalau kakak nggak mau pacaran sama Santi, aku nggak mau maafin kakak. Aku mau berangkat sekolah, nggak usah nganter, bye!" Ujarku sambil berlalu pergi menuju Sekolah.
"Din... Dinaaa" teriak kakak ku, tapi ku abaikan.

Saat jam istirahat Sekolah seperti biasa aku dan Santi pergi makan siang ke kantin, memesan Siomay kesukaan kami. Tiba tiba Gawai Santi bergetar pesan WA masuk rupanya. Ketika Santi membuka pesan WA dia terlihat terkejut, membuat penasaran dengan apa isi pesannya
.
"Kenapa San" tanyaku penasaran
"Ini mimpi bukan? Coba kamu cubit tanganku din" ujar santi dan ku turuti kemauannya untuk mencubit tangannya.

"Aww,,, bukan mimpii" ujarnya dengan wajah terlihat senang.
"Apa sih?" Ujarku makin penasaran
"Kak Riyan ngajakin aku jalan malam ini" ujar Santi senang. Aku pun ikut senang mendengarnya, apa aku bilang kak Riyan pasti mau mendengarkan aku, rencana akan segera berhasil sepertinya.

***Seminggu kemudian***

Rencanaku menyatukan Santi dan kak Riyan berhasil, mereka akhirnya berpacaran. Tapi lucunya kak Riyan selalu mengantarkan Santi pulang dengan mengikut sertakan aku, bayangkan di motor kak Riyan ada aku dan Santi, kami jadi seperti cabe cabean. Saat pergi jalan ke Mall kak Riyan selalu mengajak aku, aku tahu ini akan membuat Santi merasa terganggu tapi kadang aku juga ingin pergi jalan jalan maklum sekarang aku jadi jomblo karena ulah kakak ku.

Saat jalan di sebuah Mall kakak mengajak aku dan Santi untuk makan di sebuah restoran cepat saji, aku memesan Hamburger kesukaan ku, saat aku makan tak sengaja mulutku belepotan oleh saus seperti anak kecil, kakak dengan cekatan mengelapnya dengan tissu. Melihat kami wajah Santi terlihat kecut, "apa dia cemburu?" Pikirku, "tapi aku kan adiknya" Gumamku dalam hati.
"Kalau melihat kalian aku iri" ujar Santi terang terangan mengatakan nya di hadapanku dan kak Riyan

"Hei, iri kenapa? Kamu kan pacarnya? Apa kakak ku tidak memperlakukanmu dengan baik?" Tanyaku langsung di hadapan mereka, kakak ku hanya diam.
"Mungkin kalian dimasa lalu adalah sepasang kekasih" ujar Santi. Spontan aku tertawa, ku pikir Santi terlalu banyak menonton Kera Sakti hingga bisa bicara tentang Reinkarnasi.
Aku berfikir selama perjalanan pulang kerumah, aku memang harus punya pacar lagi. Kasihan Santi diuntit terus olehku, masa iya aku kalah oleh Bani, yang katanya sudah punya pacar lagi dari Sekolah yang sama dengannya.

Ke esokan harinya kakak ku kedatangan teman se Kampusnya sepertinya mereka akan mengerjakan tugas bersama. Aku membawakan airdan makanan ringan ke ruang tamu, tempat kakak mengerjakan tugas bersama temannya. Kulihat teman kakak cukup tampan membuat aku malu malu saat menyajikan air dan makanan di meja, sepertinya teman kakak pun memperhatikan aku.
"Gak usah naksir Din dia playboy" ujar kakak ku sambil mengerjakan tugasnya, sepertinya dia tahu temannya memperhatikan aku.

"Gak kok saya laki laki baik" ujar temannya membela diri.
"Masuk kamar sana" ujar kakak ku, sudah kuduga dia pasti mengatakan itu.
"Saya Damar Din" ujar teman kakak ku memperkenalkan diri sebelum aku beranjak kekamar.
"Saya Dina" ujar ku sambil tersenyum.
Saat Damar akan pulang, kebetulan aku ada di terasdepan memainkan gawai ku. Damar berpamitan padaku sambil tersenyum.
"Gak usah diliatin terus si Damar udah jauh" ujar kakakku.
"Kak nanti ajakin main lagi ya kak Damar kesini" ujarku.
"Enggak,,, dasar centil, pikirin ujian kamu sebentar lagi kelulusan" lagi lagi kakak ku mengomel.
Bersambung...

----

#Brother_i_love_you
#Bagian3

Sebulan berlalu dari kedatangan Damar kerumahku, sebenarnya aku sudah tidak mengingatnya atau bahkan hampir melupakannya kalau saja dia tidak datang pada malam kamis ini, dia datang bukan untuk mengunjungi kakak tapi untuk bertemu dengan ku, tentu saja aku kaget dengan kedatangannya.
"Kakak belum pulang kuliah" ujarku

 "Aku tahu, aku kesini bukan untuk ketemu Riyan tapi buat ketemu kamu"
Aku tersenyum mendengar Damar bicara seperti itu, dia mengatakan padaku kalau dia tidak pernah melupakan sejak pertemuan sebulan yang lalu. Malam itu banyak yang ku bicarakan dengan Damar, tertawa bersama, dan bertukar no Handphone. Akhirnya Damar pamit pulang sebelum Kak Riyan pulang ke rumah, karena dia tahu kalau kak Riyan sangat melindungiku, apalagi dari lelaki yang Play boy macam Damar, dan Damar berjanji akan menghubungiku lagi.

Entah mengapa aku merasa tertantang untuk menaklukan Damar, lelaki itu sangat humoris, dan cukup tampan. Pantas saja banyak wanita menyukainya, karena dia memang pandai bergaul. Saking bahagianya aku malam ini rasanya aku ingin berbagi dengan sahabatku Santi, ku ambil gawaiku dan kuhubungi dia.

"Halo San,,, aku mau curhat nihh" ujarku di Telpon
"Apa Din?"
"San kamu tahu Damar teman kakak yang pernah ku ceritain itu kan?"
"Iya kenapa?" Jawab Santi singkat

"Kayanya dia Naksir aku, soalnya tadi dia kerumah, khusus buat ketemu akuu" ujarku bahagia.
Banyak yang ku ceritakan tentang pertemuanku dengan Damar, tapi bahagia ku menjadi sedih saat Santi curhat tentang hubungannya dengan kakak ku, menurutnya hubungan mereka sama sekali tidak ada kemajuan. Selama ini Santi berfikir cintanya bisa membuat hati kakak ku luluh, tapi ternyata tidak. Kakak ku tidak semudah itu, bagi Santi sikapnya terhadapku jauh berbeda ketika bersama Santi, sangat kaku dan cuek. Sampai sampai Santi bertanya apakah aku dan kak Riyan benar saudara kandung?. Pertanyaan itu terdengar sangat menggelikan di telingaku sampai aku tertawa terbahak membuat Santi kesal dan menutup telponnya.

Aku memaklumi sikap Santi, dia seperti itu karena kesal terhadap kakak ku, tapi bagaimana dia bisa berfikir konyol hingga bertanya apakah aku dan kakak adalah saudara kandung. Kakak ku adalah yang terbaik bagiku, seingatku saat kami hidup di Desa dan perekonomian keluarga belum sebagus ini kakak adalah pahlawan setelah mama.

Saat mama berdagang kakak lah yang menjagaku, pernah suatu ketika dirumah kami tidak ada nasi sepiringpun, sedangkan aku merengek lapar dan mama belum pulang berjualan, saat itu mungkin usiaku sekitar Enam tahun dan kakak Sebelas tahun. Kakak tidak mempunyai uang, tapi dia kesana kemari meminta pertolongan untuk ku yang sudah sangat kelaparan. Kakak pulang membawa satu bungkus roti dan memberikannya padaku, walaupun aku tahu dia juga lapar, pada saat itu mama tidak memasak karena tidak ada uang. Tidak hanya bagiku bagi mama pun kakak adalah anak yang baik, di usianya saat beranjak remaja kakak tidak malu untuk membantu mama berjualan. Bahkan kakak sering membawa dagangan mama ke Sekolahnya. Begitulah, mengingat hal itu membuat air mataku menetes. Begitu sulitnya kehidupan kami ketika itu, sampai ibu memberanikan diri menjual rumah kami di Desa dan pindah ke Kota. Mengenang semua itu membuatku terlelap tidur.

Aku bangun pukul Empat pagi, membantu mamaku yang siap siap akan pergi berdagang ke Pasar, dagangan mama kumasukan kemobilnya sebuah minibus buatan Jepang, Dibantu oleh Mang Osep supir mama dan kakak ku.

"Din, Yan mama berangkat ya" ujar mamaku pamit.
" iya mah hati hati" ujarku dan kak Riyan berbarengan.

Tiba tiba, pertanyaan Santi tadi Malam menggelitik, membuat aku ingin bertanya pada mama ku
"Ma tunggu, kakak beneran kakak kandung Dina kan? Tanyaku sambil menahan tawa.
Mama yang hendak masuk ke mobilnya pun terdiam sejenak, dan berbalik menatap kakak.
"Pertanyaan macam apa itu?" Ujar kakak ku tapi jelas sekali terlihat gugup. Mama buru buru masuk kedalam mobil, lalu berangkat. Melihat gestur mama dan kakak mereka begitu mencurigakan, apa iya kami bukan saudara kandung.

"Kamu kenapa nanya kaya gitu Din?" Tanya kakak ku penasaran.
"Engga apa apa, penasaran aja, kulit kakak dan aku beda" jawabku, sebenarnya memang betul kalau di pikir pikir, kulitku kuning langsat, sedangkan kakak putih bersih mirip dengan bintang Hallyu sebutan untuk artis artis Korea.
"Kulit kakak mirip papa, coba aja liat foto papa" jawab kakak ku. Sambil berlalu masuk kedalam rumah.

Jawaban kakak tidak membuatku puas begitu saja, kakak bilang kulitnya mirip papa, membuatku penasaran dan mencari foto foto lama papa di meja kamar mama, dimana di laci meja itu tersimpan foto lama dan surat surat penting. Ku temukan foto lama papa, ku perhatikan apa iya papa mirip dengan kakak, tapi foto lama tidak sebagus sekarang tidak jelas. Kucari cari foto yang lain, tapi perhatian ku justru tertuju pada surat nikah mama dan papa, aku sangat kaget ketika melihat tanggal pernikahan papa dan mama, itu sekitar Dua tahun sebelum aku lahir, sedangkan papa meninggal saat aku masih dalam kandungan. Berarti setahun setelah mereka menikah mama baru mengandung aku. Lalu kakak? Apa orang tuaku pernah menikah sebelumnya? Ataukah pernikahan mereka baru di sahkan ketika itu??? Atau jangan jangan...

Bersambung...

---

#Brother_i_love_you
#Bagian4

Banyak pertanyaan berkecamuk di pikiranku, ku pikir pasti mama menyimpan foto lama kakak juga. Kucari tapi tak kutemukan, yang ada hanya foto foto kakak sekitar usia 7 tahun padahal mama sangat suka mengabadikan moment momet tertentu, apalagi kakak adalah anak pertama akan banyak foto kakak saat masih bayi,namun tidak aku temukan satu pun.

Apakah yang dikatakan Santi benar?, apa mungkin aku memang bukan adik kandungnya.
"Din,, dinaa,,, ayo cepat kita ke klinik dekat pasar, kata mang Osep tadi mama pinsan saat turun dari mobil" suara kakak memecahkan lamunan ku. Aku dan kakak bergegas menuju klinik didekat pasar tempat mama berjualan.

Sepanjang jalan pikiran dan perasaan ku rasanya tak karuan, aku bingung dan panik.
Sampai di klinik kulihat mama terbaring lemas, kutanya Dokter bagaimana dengan kondisi mama, Dokter bilang tekanan darah mama sangat rendah, saat datang kesini jantungnya berdebar dan berkeringat dingin. Ada kemungkinan itu terjadi di karenakan mama Syok.
Karena Syok,,, "apa karena pertanyaan tadi saat mama hendak berangkat ke Pasar?" Pikirku.
"Din, Riyan, sini..." ujar mama, menyuruh aku dan kakak mendekat kesamping ranjangnya.
"Mama mau bicara" lanjut mama.

"Nanti saja mah bicara nya, mama masih lemas" ujar kakak ku
"Tidak Riyan, Dina harus tahu" ujar mama.

Akhirnya mama bercerita, jika aku dan kak Riyan memang bukan saudara kandung, kakak di adopsi saat aku berumur 2 tahun dan kakak berumur 7 tahun. Mama menemukan kakak disebuah jalan raya dengan bersimbah darah, dijalan raya itu baru saja terjadi kecelakaan mobil, orang tua kak Riyan meninggal seketika dalam kejadian itu. Mama membawa kakak kerumah sakit, kak Riyan nyaris meninggal karena kehabisan darah, beruntung nyawa kak Riyan masih dapat di selamatkan. Saat dirumah sakit tak satupun keluarga dari kak Riyan datang, padahal Jenazah kedua orang tuanya sudah diambil pihak keluarga dan dikebumikan. Setelah kakak siuman mama berinisiatif mengantar kakak ke rumah keluarganya, diantarlah kakak ketempat paman dan bibinya. Seminggu setelah kejadian itu mama kembali bertemu dengan kakak di tempat kejadian perkara kecelakaan tersebut. Kak Riyan sedang menangis di pinggir jalan raya, mama sangat iba melihatnya. Saat di tanya mengapa ia menangis disana, kak Riyan menjawab hanya ingin ikut bersama ibu dan ayahnya. Paman dan bibinya sangat jahat, Riyan bahkan sering di pukul dan bahkan sering tidur diluar rumah, paman dan bibinya bilang kedatangan kak Ryan hanya menambah beban saja.

Mendengar cerita itu mama menangis, bagaimana keluarganya sendiri bisa begitu jahat terhadapnya, padahal kak Riyan anak yatim piatu. Saat itu timbulah keinginan mama untuk mengadopsi kak Riyan tentu saja dengan seijin keluarganya. Mengadopsi kak Riyan adalah anugrah buat mama, kak Riyan tumbuh menjadi anak yang Tampan, pintar, baik dan sangat bertanggung jawab. Bahkan bagi mama kak Riyan bukan seperti anak angkat tapi sudah terasa seperti anak kandung sendiri.

Mama pun bercerita kenapa rumahnya di Desa saat itu dijual dan pindah ke Kota, bukan karena semata mama ingin mengadu nasib di Kota besar, tapi mama tidak ingin terganggu dengan perkataan orang yang mengatakan bahwa kak Riyan bukan anak kandung mama.

Mama bercerita sambil menangis, kak Riyan memeluk mama terlihat di matanya air mata hampir menetes, baru kali ini aku melihat kakak begitu haru. Mama meminta maaf baru memberitahuku sekarang, menurut mama hal ini tidak perlu di ungkapkan, karena mama ingin secara alami aku menyayangi kakak tanpa harus berfikir kakak bukan kakak kandungku.

Setelah kondisi mama membaik, mama menginginkan kembali ke Pasar untuk berjualan, mama memang begitu, baginya dirumah hanya akan membuat dirinya semakin sakit. Dan jika mama sudah kekeuh seperti itu aku dan kak Riyan tidak bisa melarang.

Aku kini tahu bahwa kakak bukan saudara kandungku, tapi perasaan ku tak berubah terhadapnya. Aku beruntung mempunyai kakak, dia adalah panutanku.

****sebulan berlalu****

Rutinitas pagi seperti biasa, sebelum kakak bekerja kakak mengantarku ke Sekolah. Sebelum naik kemotor perdebatan kecil terjadi diantara kami, aku menolak memakai helm dengan alasan tidak akan ada razia kendaraan, tapi kak Riyan memaksaku untuk mengenakannya.
"pakai helm itu bukan karena takut Razia Din, tapi untuk keselamatan" ujar kakak ku sambil memakai kan helm ke kepala ku.

"Iya bawel" ujarku sinis. Kakak tersenyum melihatku mau memakai helm walaupun terpaksa.
Sesampainya di Sekolah, aku bilang agar kakak tidak perlu menjemput, aku akan main dulu kerumah Santi. Padahal itu bohong, sepulang sekolah ini Damar akan menjemputku.

Hubungan ku dengan Damar semakin dekat tapi kami belum pacaran, aku dan Damar sama sama senang menjalani hubungan tanpa setatus ini, saling mengingatkan kabar, bicara soal rindu dan menanyakan hal hal sepele seperti sedang apa?, sudah makan atau belum?, itu sangat menyenangkan bagiku.

Sepulang Sekolah Damar menepati janjinya dia menungguku di gerbang sekolah, terlihat dia bergaya sangat Necis, dengan bersandar pada mobil Hinda Bria berwarna putih miliknya.
"Mau kemana Din?" Tanya Damar sambil mempersilahkan ku masuk kedalam mobil.
"Terserah, eh nonton aja yuk" jawabku memberi saran.

"Ya sudah pake dulu sabuk pengamannya, entar aku di marahin komandan besar Riyan gunawan" ujar Damar sambil tertawa.
Sampai di Mall, kami menuju Bioskop dan memilih film bergenre komedi, kami sengaja memilih film itu, karena memang suka. 160 menit film selesai di putar. Sebelum pulang Damar mengajak ku ke Restoran cepat saji untuk makan terlebih dahulu. Saat menikmati makan tiba tiba gawaiku berdering. Kulihat pesan WA dari Santi.

"Din kamu dimana??? Ini ada Riyan nyari kamu kerumahku" tulis Santi dalam pesan WA, sontak aku kaget dan mengakhiri makan ku. Damar yang saat itu sedang menyantap makanan pun aku tarik untuk segera berlari.
"Din,,kenapa Din?" Tanya Damar.

"Kakak mencariku di rumah Santi" jawabku sambil terus menarik tangan Damar.
Sampai dirumah Santi hatiku merasa sangat kacau, ini lebih kacau dari meletusnya balon hijau di lagu anak anak itu. Aku takut kakak marah, karena aku berbohong.
"Tenang Din ada aku" ujar Damar coba menenangkan.

Kami keluar dari Mobil, terlihat kakak berdiri di kursi depan bersama Santi.
" kamu dari mana?, kamu bilang mau pergi main kerumah Santi kenapa bisa bareng sama Damar" tanya kak Riyan dengan wajah masam.
"Aku...aku... minta maaf, tapi kak aku cuma pergi nonton aja" ujarku gugup.

"Pulangg!!" Ujar kakak ku dengan nada sedikit tinggi.
"Yan, Dina nggak kemana mana kok, di cuma pengen nonton" ujar Damar mencoba membelaku.
"Masalahnya dia nonton sama kamu, dan saya ngga percaya sama kamu" ujar kak Riyan pada Damar.
"Kamu memang nggak akan percaya Yan pada laki laki mana pun yang dekat sama Dina, kamu bersikap seolah olah Dina itu milik kamu" ujar Santi tiba tiba menambahkan.
"Dina adik aku, aku menjaganya" ujar kakak menegaskan.
Sambil menarik tanganku kanan kakak membawaku pergi, tapi tiba tiba Damar menarik tangan kiriku.
"Karena aku yang membawanya, biarkan aku yang membawanya pulang sambil minta maaf kepada mamanya karena membawanya tanpa ijin" ujar Damar.

Bersambung...

-----

#Brother_i_love_you
#Bagian5

"Gak apa Damar, aku pulang bareng kakak aja, makasih banyak" ujarku kepada Damar. Aku memilih pulang bersama kakak agar situasi tidak semakin memanas, aku tahu Damar bukan Bani yang di gretak sedikit lalu nyalinya ciut, mungkin karena Damar dan kakak ku sebaya jadi ia lebih berani.
Di perjalanan pulang kakak hanya diam, tidak bicara sedikit pun. Aku pun bingung ingin berbicara apa dan mulai dari mana, sampai di rumah kak Riyan langsung naik kekamarnya di lantai 2.
"Yan makan malam udah siap, ayo makan dulu" ujar mama.

"Enggak mah, nanti aja Riyan masih kenyang" ujar kakak ku sambil terus berlalu ke kamarnya.
"Kakak mu kenapa Din?, kamu kenapa jam segini baru pulang?" Tanya mama padaku
"Kakak marah soalnya Dina bohong bilang main kerumah Santi, tapi Dina pergi nonton sama Damar,,, hehe" jawabku jenaka, agar mama tidak ikut marah.

"Kamu itu,, kaya nggak tahu kakak mu" ujar mama sambil menjewer kupingku.
"Aaahhh,, sakitt" ujarku, sebenarnya jeweran mama tidak sakit tapi cukup membuat kupingku merah.
Esok pagi ku bulatkan tekad untuk meminta maaf pada kakak, sambil kusiapkan sarapan kesukaannya roti panggang dengan isian telur dan sosis di campur mayonais dan saus tomat. Selesai ku buat sarapan kakak tak kunjung turun dari kamarnya, aku mulai kesal dan tak sabar. Aku pun bergegas ke kamar kakak dan mendorong pintu kamarnya keras keras. Betapa kagetnya aku mendapati kakak yang hanya memakai celana boxer dan bertelanjang dada.

"Aduuh maaf.." ujarku sambil menutup wajah dengan kedua tangan.
"Ketuk pintu dulu, gak sopann" ujar kakak ku sambil menutup pintu.

Aku berlari menuju meja makan, sambil beringsatan, "duuuhh malunya akuuu" gumamku. "Aku kan nggak liat apa apa, kenapa mesti malu" ujarku terus bergumam.
"Biasanya kalau kamu ke kamar ketuk pintu dulu" ujar kakaku, suaranya sontak membuatku kaget.
Selesai sarapan aku bergegas pergi ke Sekolah, seperti biasa di antar kakak dan sebelum naik motor di pakaikan helm.

"Kak, aku minta maaf" ujarku
"Iya dimaafin, sini kepalamu" pinta kakak, aku pun menyodorkan kepalaku yang sudah pakai helm, lalu kakak meletakan tangan dikepalaku, dan memejamkan matanya.
"Kakak ngapain?" Tanyaku yang merasa aneh dengan sikapnya.
"Mau mengambil ingatan kamu, yang di kamar kakak tadi" jawab kakak konyol.

"Iiih apa sih, bukan itu" ujar ku malu, sambil menepis tangannya.
Ku jelaskan aku meminta maaf, karena kelakuan ku kemarin, berbohong saat pergi bersama Damar, lagi lagi alasan kakak bersikap seperti itu karena mengkhawatirkan aku, dan aku pun memakluminya. Walaupun pikirku aku sudah besar dan tidak perlu di jaga berlebihan.

Sampai sekolah aku bertemu Santi, dia membawa cup cake buatannya dan menyuruh kakak ku untuk turun dari motornya dan mencoba. Kakak pun meng iyakan, dan mencoba cup cake buatan Santi. Kakak membagi cup cake buatan Santi dengan ku, terlihat jelas dari wajah Santi dia kecewa dan aku pun menolaknya.

"Kalau kalian bukan kakak beradik aku bisa salah faham" ujar Santi. Sontak membuat aku dan kak Riyan terdiam.
Setelah selesai memakan kue kakak berpamitan padaku dan Santi. Setelah kakak pergi aku penasaran mengapa Santi harus salah faham dengan aku dan kakak jika kami bukan saudara kandung.
"San, kenapa kamu bisa salah faham kalau aku dan kak Riyan bukan saudara kandung?" Tanyaku penasaran.

"Aku punya saudara yang juga punya kakak laki laki, sama perhatian tapi nggak keterlaluan kaya kakak mu" ujar Santi.
"Keterlaluan bagaimana?"tanyaku penasaran.
"Ketika bersamaku pun Riyan sangat antusias ketika membicarakan kamu Din" jawab Santi.
"Tapi semua kakak memang seperti itu kan, walaupun kakak ku bukan kakak kandung" ujar ku keceplosan

"Jadi benar Riyan bukan kakak kandung kamu?!" Tanya Santi kaget.
"Yaa,, iyyy,,, yyaaa,,, tapi kan dia tetap kakak ku" ujarku terbata.
Santi pergi begitu saja, nampaknya ia kesal, entah apa yang ada dalam pikirannya. Kupanggil pun ia tidak menoleh ke arah ku.

Sepulang Sekolah, Santi buru buru pulang, di kelas pun dia tidak menyapaku, begitupun ke Kantin dia tidak makan denganku. Ku kejar hingga ke jalan Raya depan sekolah, aku butuh penjelasan mengapa sikapnya seperti itu. Setelah dekat dengannya ku raih tangan Santi dan ku pegang erat meskipun dia berusaha menepis.

"Kamu kenapa sih San??" Tanyaku sambil mengatur nafas karena lelah mengejarnya.
"Sudah lah Din aku mau pulang!" Ujar Santi, sambil melepaskan genggaman tanganku.
"Jelasin dulu, kamu kenapa?" Tanyaku yang penasaran akan sikapnya.
Ketika Santi hendak berjalan menyebrang jalan Raya kutarik tasnya, membuat Motor di hadapan kami oleng dan kami terjatuh karena berusaha menghindar agar tak tertabrak. Tiba tiba terdengar suara kakak ku.

"Kamu nggak apa apa Din liat telapak tangan kamu lecet" ujar kakak sambil membersihkan telapak tanganku yang lecet karena jatuh terkena aspal. Kulihat luka Santi lebih parah, lutut kakinya terkena aspal hingga berdarah.
"Kamu tanya kenapa aku begini kan Din?, aku hanya nggak bisa menerima kenyataan,,, ternyata benar pikiranku selama ini" ujar Santi sambil mencoba berdiri dengan tertatih.

"Dan kamu Riyan, pikirkan sikap mu terhadap Dina selama ini, apakah itu Cinta kepada seorang wanita atau kah murni kasih sayang kakak terhadap adiknya. Dan mengenai hubungan kita, kurasa aku sudah tidak sanggup, percuma menjalani hubungan dengan laki laki yang tidak pernah membuka hatinya untuku." Ujar Santi sambil menangis, dan berjalan tertatih tatih.

Kusuruh kak Riyan mengejarnya, tapi kelihatannya Santi menolak ajakan kakak untuk mengantarnya pulang.

Semenjak kejadian itu kak Riyan sikapnya berubah padaku, yang awalnya sangat berlebihan dalam memperhatikanku, sekarang jadi terkesan cuek. Kadang aku menggodanya dengan mengatakan aku akan di jemput Damar sepulang sekolah, tapi dia hanya mengatakan agar aku berhati-hati dan menjaga diri.

Ini aneh bagiku, aku biasa di manja dan di perhatikannya tapi kali ini dia berbeda. Ketika akan berangkat sekolah ku biarkan rambutku yang sebahu tergerai dan acak acakan belum di sisir. Roti kubiarkan menyumpal mulutku, dan ku berikan sisir padanya. Biasanya jika seperti ini kakak akan menyisir rambutku bahkan menguncirnya. Tapi kali ini tidak, kakak malah mengambil roti ku dan menaruhnya di piring

"Sisir sendiri" ujar kakak ku.
"Menyebalkan, ada apa kakak tidak seperti kakak ku" gerutuku.
Berhari hari sikap kakak sangat aneh kepadaku, apa mungkin ini karena kakak putus dengan Santi. Sedih rasanya Santi sahabatku menjauh, dan sikap kakak begini.
"Din makan malam dulu" panggil mama

Aku pergi keluar kamar menuju meja makan, disana sudah ada kakak dan mama menungguku.
Di meja banyak tersaji makanan, sepertinya mama masak banyak hari ini. Ku ambil menu pavoritku cumi asin cabe ijo dan mulai menyantap makanan.
"Ma habis makan ini Riyan mau bicara sesuatu" ujar kakak.

"Boleh, Riyan mau cerita apa? Pacar ya?" Tanya mama tersenyum menggoda kakak.
Selesai makan kakak dan mama menuju ruang tamu, aku tetap di meja makan. Kulihat mama duduk di kursi, dan kaka duduk dibawah menyeder di kursi dekat kaki mama.
"Ma Riyan minta maaf" ujar kakak ku membuka pembicaraan.
"Tentang apa?" Tanya mama, percakapan mama dan kakak terdengar olehku, karena jarak meja makan dan kursi tamu memang tidak begitu jauh.

"Sepertinya Riyan mencintai Dina ma" ujar kakak ku sontak membuat aku dan mama kaget.
"Maksud kamu cinta kakak terhadap adiknya kan?" Ujar mama meyakinkan.
"Bukan, tapi cinta laki laki terhadap perempuan" ujar kakak sambil menunduk.
Kakak tidak tahu perasaan itu tumbuh sejak kapan, kakak pun baru menyadarinya saat Santi mengatakannya waktu itu. Perasaan itu tumbuh begitu saja awalnya kakak berfikir itu adalah hal yang wajar, tapi memang agak berlebihan untuk seorang kakak terhadap adiknya.

Mama menangis, kakak pun menagis di kaki mama dan memohon maaf, mama mengusap kepala kakak. Aku hanya terdiam dan tidak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.
"Riyan akan pergi dari rumah ma, Riyan tidak bisa terus bersama mama dan Dina, perasaan ini akan sulit terbendung jika Riyan masih tinggal disini" ujar kakak
Mama lagi lagi menangis kali ini tangisnya pecah.

"Maafkan Riyan ma, rasanya Riyan sudah tak tau diri dan lancang" lanjut kakak sambil menangis.
Aku tidak sanggup melihat adegan ini, aku berlari ke kamar dan menangis disana. Sungguh menyesakkan mendengar kakak akan pergi dari rumah, "tidak bisakah kita menjadi kakak beradik yang normal seperti orang lain?" Pikirku. Semoga ini adalah mimpi buruk dan besok ketika aku bangun semuanya akan kembali Bahagia seperti dulu.

Bangun tidur, mataku bengkak karena menangis tadi malam. Sepertinya aku kesiangan, "apakah mama sudah pergi kepasar?" Pikirku. Aku membasuh muka dan turun untuk membuat sarapan, sepertinya aku enggan Sekolah hari ini kepala ku begitu pusing.
Pagi ini meja makan sudah penuh dengan makanan, "siapa yang masak?" Gumamku.

Kulihat mama sedang menata piring di meja makan.
"Sudah bangun Din?, ayo makan panggil kakak mu" ujar mama.
Sepertinya semalam itu benar hanya mimpi, buktinya aku bangun dengan indah, aku bergegas ke kamar kakak, ku ketuk pintunya.
"Masuk" ujar kakak dari dalam.

Saat ku buka pintu kakak terlihat sedang memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Air mataku mengalir begitu saja, "semalam memang bukan mimpi" gumamku.
Kakak menghampiriku dan memelukku sambil berkata, "kakak minta maaf"
"Tidak bisa kah kakak tetap disini" tanyaku.
Kakak menggelengkan kepalanya, air mata ku berjatuhan, rasanya begitu menyesakkan, bahkan seperti mencekik leherku kakak yang sangat aku sayangi harus pergi dari rumah ini.
Sebelum meninggalkan kamar, kakak berdiri memandangi kamarnya sepertinya hendak menyimpan kenangan dalam ingatan.

Setelah makan kakak pamit, lagi lagi mama menangis di pelukan kakak. Membuat air mataku keluar deras. Kakak memeluk mama dengan erat.
"Jaga mama dan dirimu baik baik"ujar kakak sambil memeluku, tangis ku pecah.

Bersambung...


----


#Brother_i_love_you
#Bagian6

Setelah kepergian kakak dari Rumah, aku merasakan sangat kesepian, sepertinya separuh dariku ikut hilang. Begitu juga dengan mama, seringkali atau bahkan hampir setiap hari mama selalu membersihkan kamar kakak. Saat aku bertanya mengapa mama sering membersihkan kamar kakak, mama menjawab, "agar terasa seperti Riyan ada di rumah kita".

Mama dan kakak masih sering berkabar lewat telpon, bahkan kakak masih sering mentransfer uang setiap bulannya ke rekening mama, kadang mama menolak dan mengembalikan karena khawatir kakak kekurangan uang, tapi kakak pasti mengembalikannya lagi. Yah begitulah kakak, tidak ada yang berubah darinya. Kami hanya terpisah tempat tinggal.

Malam itu saat makan malam Handphone mama berdering, "Dari kakak mu" ujar mama tersenyum bahagia. Karena penasaran aku menghampiri mama dan menempelkan kuping ke Handphonenya. Lalu mama bertanya pada kakak, "mau bicara dengan Dina?". Tapi kakak menolak.

Sebenarnya aku begitu merindukan kakak,rindu perhatiannya, rindu suaranya, rindu semua yang ada pada dirinya. Saat ini untuk berangkat ke Sekolah pun aku diantar mang Osep supir mama, terkadang Damar menjemputku atau mengantarku pulang. Tapi hubungan kami sama sekali tidak ada kemajuan, aku semakin malas berpacaran aku pikir aku akan fokus ke ujian akhir saja dan mendapatkan Universitas yang bagus.

Hubunganku Santi menjadi dingin, kami kadang bertegur sapa, tapi tidak se akrab dulu, sedih sebenarnya saat orang orang yang aku kasihi pergi menjauh.

****

Ujian Akhir pun telah selesai, aku mendapatkan nilai yang lumayan. Teman temanku sibuk memilih akan meneruskan kuliah kemana, aku pun sama, pilihan ku jatuh ke bidang Keperawatan. Aku suka bekerja di Rumah Sakit tapi tidak ingin menjadi Dokter ataupun Bidan, profesi Perawat atau Suster sudah ku inginkan sejak masih kecil, ketika aku dan kakak di belikan mainan Dokter dokteran, saat itu kakak menjadi Dokter dan aku jadi Susternya.

Santi memilih Kuliah di bidang Psikologi, aku fikir itu sangat cocok dengannya karena dia pandai menilai seseorang, teringat saat aku dan kakak masih bersama dia yang menyadari ada yang aneh dengan hubungan kakak beradik kami.

Pagi ini aku tidak sekolah, karena ini sudah masa tenang. Sudah bebas mau masuk sekolah apa tidak, aku menyiapkan sarapan untukku dan untuk mama. Karena hari ini mama tidak berjualan ke Pasar karena kepalanya pusing dari semalam. Ku antarkan Roti ke kamar mama, ku bangunkan mama yang berbaring di tempat tidur nya.

"Ma... ini sarapan dulu habis itu minum obat" ujar ku sambil membangunkan mama.
Mama terbangun dan bersandar pada tempat tidur, sambil menikmati roti yang ku buatkan.
"Din, semalam kakak mu telpon, katanya dia mau berangkat ke Jepang, belajar disana ikut sama Bosnya" ujar mama, sontak membuatku kaget. Sekarang makin jauh kakak dan aku semakin tipis kemungkinan untuk bisa bertemu dengannya.

"Semoga kakak baik baik aja ya ma, dimanapun berada" ujarku mendoakan kakak.
"Aamiin, semalam dia bilang dia mau ganti no luar negri, nanti di kabari lagi. Din,,, kalau mama suatu saat nggak ada jangan jual rumah ini takutnya Riyan pulang" ujar mama, membuatku sedih. Begitu sayangnya mama terhadap kakak sampai mama berkata seperti itu terhadapku, mungkin di dalam hatinya mama menginginkan kakak kembali pulang.

Siang harinya ku ajak mama ke Dokter, karena mama merasakan tangannya gemetar, Diare dan keringat yang berlebihan, saat di periksa tekanan darah mama ada 160/80 sangat tinggi kata Dokter.
"Ya Allah sembuhkan lah mama" gumamku dalam hati. Setelah ku pulang dari Berobat ke Dokter aku mengantarkan mama ke Kamarnya.

"Din, mama mau tidur dulu, kalau kamu butuh uang itu ada di laci lemari" ujar mama sambil menunjuk kelemari di samping tempat tidurnya.
"Ya sudah mama tidur saja, Dina masih ada uang kok mah tenang aja." Ujarku sambil membetulkan bantal mama.

Kututup pintu kamar dengan hati hati, karena takut mama terganggu. Kunyalakan Televisi di ruang keluarga, ku tekan tombol remote tv mencari acara yang seru tapi tidak kutemukan, mata akhirnya mulai terasa berat untuk di buka dan aku tertidur di sofa depan Televisi.

Saat ku terbangun waktu menunjukan pukul 5 sore sekitar 3 jam tertidur setelah pulang dari Dokter, aku langsung teringat mama apakah sudah lebih baik atau belum. Kuketuk pintu kamar sebanyak tiga kali tapi tidak ada jawaban. Pintu kubuka, terlihat mama masih terbaring di ranjangnya, ku pikir harus di bangunkan karena sudah sore.

"Ma,, bangun sudah sore" ujarku membangunkan mama, sambil memegang bahunya. Mama diam saja, ku coba kembali membangunkan nya, "Ma,, bangun ma". Tapi kembali tidak ada respon.
Ku pegang tangannya, sepertinya lemah tak berdaya, pikiran buruk melintas di benakku.
"Ma, mama... bangun maa..." pekik ku sambil mengguncangkan bahu mama tapi tidak ada respon, aku mulai panik dan ketakutan. Ku pegang kaki mama terasa dingin walaupun tangannya masih terasa hangat. Ku beranikan mendengarkan detak jantungnya tapi sudah tak ada irama.

Aku berlari keluar rumah dan berteriak meminta tolong, sontak tetanggaku berhamburan keluar dan bertanya dengan apa yang terjadi. Beberapa dari mereka sigap menjemput Dokter di dekat lingkungan tempat ku tinggal.

Air mataku berjatuhan aku sungguh sungguh panik dan ketakutan, saat Dokter datang beliau bertanya kronologinya aku pun menceritakan tentang kondisi mama, Dokter menyatakan mama meninggal karena serangan jantung. Dokter menjelaskan tekanan darah yang tinggi bisa menyebabkan penebalan arteri dinding pembuluh darah yang disebut Aterosklerosis. Kondisi ini menyebabkan penyumbatan pembuluh darah pada akhirnya memicu penyakit jantung, yang menyumbat pasokan Oksigen pada organ tersebut.

Aku menangis sejadi jadinya, Duniaku serasa runtuh ketika itu, aku merasa sangat bersalah karena aku tidak menemani mama di saat sakaratul maut. Aku mulai menyalahkan diri sendiri entah berapa kali aku pinsan, aku tidak ingat. Tetangga datang melayat dan mengucapkan bela sungkawa, aku hanya menangis di samping jenazah mama. Ku paksakan mengaji di dekatnya walaupun suaraku parau dan terbata bata.

Ku lihat Santi dan Damar datang melayat, Santi memelukku dan menangis haru, menguatkan dan menggenggam erat tanganku. Aku masih sangat tak percaya dengan apa yang terjadi, sungguh ini tahun terberat dalam hidupku. Kepergian kakak dari rumah dan kepergian mama ke Alam baka menjadi pukulan bertubi tubi. Aku seperti kehilangan arah tujuan, entah hidupku kedepan harus bagaimana.

Aku tak mau pemakaman mama di tunda, Kuantarkan mama kepusaranya, dengan derai tangis air mata. Berjalanpun rasanya langkah ku goyah, hingga harus dipegangi Santi dan Damar. Aku tak sadarkan diri saat jenazah mama di masukan keliang lahat. Saat tersadar aku sudah berada dirumah dengan Santi berada di sampingku.

"San,,, tadi siang mama bilang mama mau tidur, aku tidak tahu kalau mam... mammaaa" bicaraku terputus putus tak sanggup kulanjutkan, aku tak tahu yang di maksud mama tidur adalah tidur selamanya, jika aku tahu maksudnya mungkin aku akan berada disisinya membimbing kalimat tauhid agar terucap di mulut mama untuk yang terakhir. Santi memelukku dengan erat, sambil punggungku di usapnya sambil berkata, "yang tegar Din kamu adalah orang yang kuat".

Bersambung...

----


#Brother_i_love_you
#Bagian7

Hari hari ku jalani seperti hampa, kadang jika aku teringat mama air mataku menetes tak terasa. Hidupku biasa di manja mama dan kakak tapi tiba tiba hilang begitu saja. Ku beranjak dari ranjang menuju jendela, ku tatap Dunia luar dari dalam kamarku, melihat anak anak sedang bermain, beberapa ada yang sedang di suapi mama nya, yang lainnya bermain sepeda, tertawa riang tak ada beban. Aku merindukan suasana itu, suasana saat aku mama dan kakak bersatu, tapi apalah daya nyatanya takdir tak memihaku.

Mama merencanakan keuangan dengan sangat baik, Pendidikanku sudah di asuransikan hingga aku selesai perguruan tinggi, untuk makan sehari hari ada kos kosan dan rumah kontrakan, bahkan mama meninggalkan uang dan buku rekening di laci lemarinya seperti yang ia wasiatkan kepada ku. Jika mengingat itu lagi lagi air mata mengalir deras di pipi.

Santi dan Damar selalu hadir menemani hari hariku, terkadang Santi datang untuk menginap mamanya pun tak keberatan, karena mungkin iba terhadap keadaan ku.

Setelah mama meninggal, aku, Santi dan Damar menjadi begitu akrab. Kami membagi kebahagiaan dan kesedihan bersama seperti layaknya sahabat. Aku merasa nyaman menjadi sahabat dengan Damar ketimbang menjadi seorang kekasih. Aku heran mengapa aku dulu menyukainya bahkan hingga aku berbohong kepada kakak hanya untuk bertemu dengannya. Sifatnya yang konyol sangat menghibur tapi jika untuk di jadikan kekasih lebih baik aku mundur teratur.

Seperti saat ini kami bertiga pergi ke Mall, Santi mengajakku agar tidak melulu di rumah, aku pun menyetujuinya, Damar memaksa ikut, aku dan santi mengiyakannya.
"Damar Kenapa sih kamu maksa pengen ikut?" Tanyaku penasaran.
"Aku suka aja berada di antara wanita wanita cantik, biar kaya Suami, istri, ama pelakor. Hahahaha" ujar Damar, aku dan Santi tertawa terbahak bahak sambil menjewer kupingnya.

Semangatku seperti pulih kembali karena disampingku ada sahabat terbaik. Sambil kuliah ku sempatkan bekerja di restaurant keluarga Santi, aku tidak mungkin terus menggunakan uang peninggalan mama, aku juga harus bekerja sambil menterapi diriku, karena hidup harus terus berjalan. Aku bukan Dina gadis manja, aku Dina gadis mandiri.

Waktu waktu berlalu begitu cepat. Tahun tahun berlalu setelah kepergian mama. Kini aku bekerja di sebuah Rumah sakit di kotaku, menjadi seorang Suster atau Perawat.
"Suster Dina, coba tolong chek kondisi pak Burhan yang di kamar Melati" ujar salah satu Susrer di Rumah Sakit tempatku bekerja.

"Ohh, ok" jawab ku sambil pergi ke kamar Melati.
"Selamat sore Pak Burhan, gimana kondisinya sudah lebih baik? Apa masih pusing?" Tanyaku kepada Pasien yang dibawa kemarin sore, dalam kondisi pinsan.
"Pusingnya sudah hilang Sus, kira kira kapan saya boleh pulang" tanya Pasien.

"Nanti kita tunggu Dokter ya pak, sekarang bapak tensi dulu" jawab ku, sambil memasang alat Sfigmomanometer di tangan Pasien.
Setelah memeriksa kondisi Pak Burhan aku, kembali mengechek Pasien yang lain, tiba tiba Suster Diah berlari menghampiriku.

"Suster Dina, di panggil Dokter Bambang ada Pasien Darurat di ruang ICU coba lekas kesana" ujar Suster Diah.
Aku berlari menuju ruang ICU, "cepat cepat Suster Dina bantu saya tangani ini" kata Dokter Bambang menunjuk ke Pasien Laka Lantas.

Betapa kagetnya aku ketika yang Kulihat adalah sosok yang sangat ku kenal, badan ku gemetar tanganku menutupi mulut tak percaya dengan sosok yang ku kenal di hadapanku. Dia kakak yang selama ini ku Rindukan, tapi kenapa kami bertemu dengan kondisi seperti ini. Dengan kepalanya yang bersimbah darah.

"Suster Dina!" Pekik Dokter Bambang
"Mamm... maaaff Dok Pasien kakak saya" ujar ku terbata bata.
"Fokus! kalau kamu tidak sanggup, saya panggil Suster yang lain". Ujar Dokter

Aku memilih di gantikan Suster yang lain, karena aku tidak sanggup melihatnya bersimbah darah seperti itu, ku perhatikan dari kaca ICU, Jantung kakak beberapa kali dipacu oleh alat kejut Jantung. Aku menahan tangisku, sambil berdo'a agar ia bisa Selamat.

"Ini ruang ICU nya ya Sus?" Tanya seorang wanita, memakai rok selutut, dan Blezer berwarna hitam, Memakai lipstik merah dengan rambut lurus sebahu.
"Ooh iya" jawabku singkat.

Wanita itu mengintip dari kaca Ruang ICU, terlihat jelas sekali dia sangat mengkhawatirkan kakak. Membuatku bertanya tanya ada hubungan apa dia dan kakak.
"Maaf anda siapanya pasien?" Tanyaku memastikan.

"Saya teman dekatnya Riyan Gunawan Sus" jawab wanita itu. Teman dekat? Pacar maksudnya? Hebat sekali kakak, punya waktu pacaran tapi tidak pernah ada waktu mengabariku. Mengapa aku tak senang mendengar pernyataan bahwa dia teman dekat kakak ku, harusnya aku senang karena selama ini kakak ada yang menemani.

Dokter Bambang keluar dari ruang ICU, dia menjelaskan kakak sudah melewati masa kritisnya dan akan segera di pindahkan ke ruang perawatan.

Wanita itu menangis sambil memeluk kakak, aku memandangnya dari luar kamar. Bagiku kakak sudah melewati masa kritisnya itu yang terpenting. Setelah di pindahkan ke ruang perawatan kakak terus di dampingi wanita yang mengaku teman dekatnya. Sebenarnya aku ingin menemani kakak tapi jika aku tiba tiba berkata kalau aku adalah adiknya apakah wanita itu akan percaya.

Malam menunjukan pukul 10 tapi aku tidak mau pulang, aku ingin mengetahui kondisi kakak selanjutnya. Malam ini aku putuskan bermalam di Rumah Sakit.

Esoknya aku masuk ke kamar Kakak, aku memang bukan Suster yang menanganinya tapi aku ingin tahu bagaimana kondisi nya saat ini, ku lihat wanita itu tidak ada di kamar. Apa mugkin sudah pulang? Pikirku. "Biarlah agar aku bisa leluasa menjenguk kakak" gumamku.

Ku menatap wajah kakak yang terbaring lemah, wajahnya tidak berubah, ku genggam tangannya, ku usap pelan kepalanya yang dililit perban. Tak terasa Air mataku jatuh menetes.
"Kak, ini aku Dinaa.." ujarku membisikan di telinganya.

"Krekk" bunyi suara pintu dibuka, aku buru buru bangun dari tempat tidur kakak. Rupanya wanita teman dekat kakak masuk.

"Pagi Suster, saya habis sarapan dari bawah, Bagaimana kondisi Riyan Sus?" Tanyanya padaku, tentu saja aku tidak tahu karena bukan aku yang menanganinya. Buru buru ku chek denyut nadi di pergelangan kakak.

"Makin baik, semoga bisa segera sadar" ujar ku. Sambil permisi untuk pergi.
"Kamu sih, aku bilang jangan naik motor terus, untuk apa punya mobil kalau nggak pernah di pakai" gerutu wanita itu pada kakak ku.

Tentu saja kak Riyan tidak mau mengendarai mobil, karena kakak selalu teringat masa kecilnya, yang hampir tewas bersama kedua orang tuanya. Kali ini pun dia hampir tewas, sungguh luar biasa kakak sudah 2 kali lolos dari maut.

Saat aku berjalan di koridor aku berpapasan dengan Suster Diah Dan Dokter Bambang.
"Kakak mu sudah siuman, barusan wali Pasien menghubungi" ujar Dokter Bambang, sambil bergegas kekamar kakak, aku pun mengekor di belakangnya.

Aku melihat mata kakak memang sudah terbuka, Dokter Bambang memeriksa dengan seksama. Kakak tersenyum ke arah ku, aku menunduk. Dokter Dan Suster Diah keluar, aku pun mengikutinya.
"Din,,, kamu nggak mau nemenin kakak?" suara kakak ku menghentikan langkah ku, aku pun kembali ke hadapannya.

Kakak ku mencoba untuk duduk, aku membantunya, kakak ku memegang tanganku. Matanya Mengisyaratkan agar aku duduk di sebelah ranjangnya.
"Bagaimana kabar mu???" Tanya kakak. Aku menangis, sikap kami membuat bingung wanita teman kakak ku. Kakak ku memelukku dia membelai rambutku sambil meminta maaf, aku menjelaskan kalau mama sudah meninggal tak lama setelah kakak pergi dari rumah.

"Kakak sudah mendengarnya Din, setelah kakak pulang dari Jepang" ujar kakak ku, pantaslah setiap aku nyekar ke makam mama, selalu ku temukan Bukket bunga di atas pusara mama.
"Lalu kenapa kakak tidak menemuiku" tanyaku

"Kakak tidak sanggup Din untuk menemui kamu, kakak hanya memperhatikanmu dari jauh" ujar kakak, aku pun memukuli bahunya dia sangat jahat mengapa selama ini tidak menemuiku.

Teman wanita kakak hanya diam memperhatikan kami, kakakku pun menyadarinya, "Dia Dina, adiku" ujar kakak mengenalkanku pada wanita itu.

Wanita itu menyodorkan tangannya sambil tersenyum padaku, "Aku Bella, sekertaris nya Riyan".
Sekertaris? Bukankah dia mengaku kepadaku semalam sebagai Teman dekatnya kak Riyan, apakah teman dekat itu maksudnya Sekertaris? Pikirku.

Bersambung...

---