Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

Rumah Tangga SAMARA (2)

Dalam tulisan berjudul Rumah Tangga SAMARA, Ustadz Syamsul Balda berpendapat :

" Sakinah, mawaddah wa rahmah (Samara) adalah seuntai kata yang didamba setiap keluarga. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang melangkah membangun mahligai perkawinan tanpa mengharapkan terwujudnya ketenteraman, cinta dan kasih sayang dalam rumah tangganya kelak.


Maka demi harapan itu pulalah orang berlomba mencarinya dengan visi dan persepsinya masing-masing. Ada yang beranggapan bahwa samara akan diperoleh apabila terpenuhinya aspek material, sehingga mereka berlomba mencarinya dalam rumah-rumah megah, dalam mobil-mobil mewah atau dalam tumpukan harta yang melimpah. Sementara yang lain mengira bahwa samara ini hanya akan terwujud dengan lantunan dzikir dan untaian do'a yang tak kenal lelah, sehingga mereka tak jemu menunggunya dengan hanya bermunajat di dalam rumah.

Namun ternyata mereka tidak mendapatkan samara di dalam itu semua. Kalaupun terkadang muncul perasaan bahagia, kebahagiaan itu dirasakan semu belaka. Sebab rasa bahagia, sedih, tenang, gelisah, tenteram, galau, cinta dan kasih sayang, itu semua terletak di di dalam kalbu.

Kalbu adalah tempat bersemayamnya perasaan sakinah, mawaddah wa rahmah. Oleh karenanya, untuk mendapatkan samara, setiap pasangan perlu melakukan pra-kondisi terhadap kalbu agar siap menerima kehadirannya. Tanpa pengondisian hati atau kalbu, niscaya ia tidak mendapatkannya sama sekali. "


KERAGUAN
Keraguan 1
Apakah semua yang menikah mengharapkan keluarga yang samara ?
Dengan maraknya film ttg budaya jahiliyah dari Barat, yang gelap, hitam, kotor dan menjijikkan, tidak sedikit pemuda-pemudi dari masyarakat Islam yang gagal menjaga hati mereka, sehingga tidak sedikit pernikahan dilakukan tidak dengan motivasi, visi dan nilai-nilai yang Islami.

Terlebih budaya jahiliyah ini telah dikembangkan sehingga lebih rusak di Indonesia. Rekomendasi : lebih baik menikmati film-film Wuxia atau Gong Fu yang masih mempunyai banyak hikmah dari peradaban dan kebudayaan Cina.

Dan tidak sedikit pula, karena badai budaya materialisme dan hedonisme yang lalai akan motivasi, visi dan nilai-niali yang Islami dalam berkeluarga. Sehingga keluarga terabaikan karena perburuan karir, mobil mewah, kekuasaan, pengakuan prestasi ilmiah dll.


Keraguan 2
Apakah tanpa kecukupan material, finansial atau duniawi bisa terbangun keluarga samara ?
Nampaknya, dibutuhkan kesabaran lebih dalam keadaan demikian. Meskipun kecukupan material bukan merupakan tujuan, dan juga bukan merupakan pendukung utama membangun keluarga samara, ia merupakan kebutuhan yang strategis tuk terbangunnya keluarga samara.

Fikrah Islamiyah yaitu pemahaman yang Islami, syakhsiyah Islamiyah yaitu karakter yang Islami dan tsaqafah Islamiyah yaitu peradaban yang Islami nampaknya merupakan pendukung utama terbangunnya keluarga samara.

Tetapi tanpa kecukupan material, terlebih jika kebutuhan-kebutuhan vital seperti makan, sandang dan papan sulit terpenuhi maka upaya membangun keluarga samara membutuhkan kesabaran yang lebih.


Keraguan 3
Apakah bisa keluarga samara dibangun di antara masyarakat yang penuh kejahiliyahan, kedzaliman, dan fasad ?
Akan merupakan tantangan tersendiri. Terlebih dalam era information warfare saat ini, budaya-budaya jahiliyah menyusup ke rumah-rumah kita melalui tv dan internet. Sementara aktivitas tarbiyah Islamiyah mengalami tantangan dengan berkembangnya issue Islam dan terorisme. Di sisi lain badai budaya materialisme, hedonisme menghanyutkan masyarakat Muslim menjauh dari jalan hidup yang Islami.

Nampaknya kunci untuk bisa sukses melalui *seleksi alam* ini adalah pemilihan lingkungan pergaulan, keterlibatan dalam aktivitas tarbiyah dan kesediaan untuk selalu mengevaluasi keluarga kita seberapa dekat kita dari jalan hidup yang Islami.


PENDALAMAN
Pendalaman 1
Bagaimana mengukur seberapa samara sebuah keluarga ?
Perlu tanya nich ke Ustadz Syamsul Balda, tapi barangkali karena apa yang ada dalam qalbu sangat sulit diukur, bisa dilihat apa yang dipermukaan :

a.. suami dan istri bisa berperan sesuai peranan masing-masing.
b.. bisa beribadah dengan khusyu
c.. bisa berkembang melalui proses tarbiyah Islamiyah yang perlahan tetapi berkelanjutan dan mendalam.
d.. bisa beramal dan berkarya, mengembangkan rahmah buat semesta alam
e.. bisa berdakwah fi sabilillah
dengan tenang, tentram dan cinta.


Pendalaman 2
Apakah keluarga sakinah bermakna keluarga bebas konflik ?
IMHO --- in my humble opinion ---, jawabannya adalah tidak. Tiadanya konflik bisa bermakna tiadanya interaksi, komunikasi dan kolaborasi. Dan karena sunatullah dalam alam ini adalah adanya diversity atau keragaman, maka mestilah ada konflik. Terlebih pasangan suami istri berasal dari latar belakang berbeda, perjalanan sejarah yang berbeda, pengalaman yang berbeda dan juga minat yang berbeda. Tantanganya, IMHO, bagaimana melakukan manajemen konflik, dan bagaimana mensinergikan aspirasi.

Contoh konflik misalnya suami yang hobby komputer --- sampai-sampai misalnya dianggap sebagai *istri kedua* :) --- dan istri yang hobby masak-masak. Jika ada keterbatasan budget, misalnya, akan ada konflik antara kebutuhan membeli microwave dan kebutuhan membeli printer. Aspirasi istri, dengan microwave bisa melayani suami dan anak dengan Quality of Service yang lebih baik. Aspirasi suami, dengan printer, bisa berkarya lebih baik --- alasan kan bisa dibuat :) ---. Nah lho ?

Contoh konflik yang lebih sederhana : Apakah istri bersedia menemani suami menjelajah toko komputer ? Sementara waktu bisa digunakan untuk belajar masak. Dan apakah suami bersedia meluangkan waktu tuk menemani istri membeli buku resep masakan, atau ke library (NLB --- National Library Board) mencari buku masakan ? Sementara waktu bisa digunakan untuk bermesraan dengan *istri kedua* ?

At the end of the day, ini merupakan pengalaman untuk memikirkan kepentingan bersama. Dan nampaknya memang keluarga samara merupakan lapangan latihan (training ground) untuk membangun ummah yang penuh ukhuwah, izzah dan rahmah.


Pendalaman 3
Mengapa keluarga samara dibutuhkan oleh ummah ?
Ummah Islam, di berbagai belahan bumi tengah menghadapi badai permasalahan, di serang oleh kekuatan-kekuatan yang ingin menghancurkan. Tetapi di dalam tubuh ummah Islam sendiri, berkembang kemalasan, kebodohan dan keterbelakangan. Sementara dari pribadi-pribadi yang mempunyai semangat, ilmu dan prestasi, belum sukses dalam memahami satu sama lain, mengedepankan persamaan, dan membangun sinergi.

Keluarga samara mestinya bisa menjadi training ground untuk terbangunnya masyarakat yang lebih padu. Dengan ketenangan, ketentraman dan kasih sayang, pribadi-pribadi yang berpadu dalam keluarga, akan bisa terus tumbuh, berkembang dan mekar. Belajar memanaje konflik, membangun agenda aksi bersama, dan mensinergikan aspirasi.

Bagaimanapun, keluarga juga bisa menjadi 'jebakan' jika setelah berkeluarga, tidak bergerak lebih jauh mempedulikan kepentingan Islam, dakwah dan ummah.


TINDAK LANJUT
Tindak Lanjut 1
Apakah kita dan pasangan kita masing-masing mempunyai visi akan keluarga samara ?
Review, apakah keluarga kita menginginkan ketentraman, ketenangan dan cinta yang dalam ? Ataukah diperbudak pada kebutuhan yang semu seperti mendapatkan mobil *mewah* dan rumah *mewah*. Ataukah hanyut dalam peradaban materialisme dimana suami dan istri berlomba mengembangkan prestasi dalam dunia karir, bisnis atau organisasi. Ataukah dalam arah yang salah dengan memburu kebahagiaan fatamorgana melalui kehidupan entertainment dengan film, jalan-jalan di mall, hura-hura dan kehidupan hedonis lain.

Lets drive our own family towards Islamic way of life ... towards true happiness : cause 'Islam inside'.


Tindak Lanjut 2
Apakah keluarga kita siap menjalani proses tarbiyah menuju keluarga samara ?
a.. Luangkan waktu lebih banyak bersama keluarga kita untuk mengikuti liqa, halaqah dan kajian Islam. Manfaatkan weekend dengan baik untuk memperkaya dengan ilmu, membina diri dan mendapatkan pergaulan yang pilihan.
b.. Belanjakan uang lebih banyak untuk membeli buku-buku, kaset dan lain-lain untuk tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islami.
c.. Belajar dari keluarga-keluarga yang sukses membangun keluarga samara --- dalam hal ini Ustadz Syamsul Balda is one of the best qudwah yang ana temukan. Dan I think nobody disagrees if i say that Aa Gym is also the best qudwah for us ---

Tindak Lanjut 3
Apakah keluarga kita mempunyai lingkungan pergaulan yang memungkinkan adanya qudwah dan nasehah untuk berkembangnya kehidupan yang samara dalam keluarga kita ?
Meskipun, kami tidak bisa mendapatkan 'kemewahan', tuk in-touch dengan best qudwah di atas, sudah sangat menyenangkan, meskipun sangat sulit dicontoh dan bahkan belum berhasil dicontoh, misalnya karena tetangga kami mempunyai suami yang pergi ke pasar, jalan kaki melalui sejumlah block tuk berbelanja di pasar tradisional. Hehehe padahal waktu mahasiswa dulu ya bisa ke pasar sendiri, sekarang kok malas ya :D

Dengan bergaul dengan keluarga-keluarga yang unggulan, Isnya Allah, based on my experience, merupakan kesempatan belajar menjadi lebih baik.

***

sumber: i-ummah.com