Menikahi Janda,… Mengapa Tidak ?!
Meski Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menganjurkan para pria untuk lebih mengutamakan perawan untuk dinikahi, bukan berarti beliau melarang seorang pria menikahi janda. Bukankah sebagian besar istri beliau juga janda?
Bagi seorang pria, menikahi janda juga bisa dijadikan pilihan. Apalagi jika ia berniat untuk menyantuni seorang wanita yang tidak lagi bersuami dan anak yatim yang kehilangan kasih sayang seorang ayah.
Jika dilakukan dengan ikhlas, semua itu insyaallah akan membuahkan pahala yang besar.
Memang harus diakui, gadis perawan tentu memiliki banyak kelebihan dibandingkan seorang janda.
Akan tetapi, janda pun punya satu kelebihan dari perawan, yaitu ia lebih berpengalaman !
Ya, karena ia sudah pernah berumah tangga. Dengan begitu, diharapkan dia bisa mengurus rumah tangganya dengan lebih baik.
Jika dulu ia pernah gagal membina keluarga bersama suami pertamanya, maka diharapkan ia bisa belajar dari pengalamannya itu untuk kemudian lebih introspeksi dan memperbaiki diri.
Sehingga jika kemudian ia menikah lagi, ia akan berusaha menjaga keutuhan rumah tangganya, agar tidak karam sebagaimana yang pertama.
Pilih yang Shalihah Jika ingin menikahi janda, seorang lelaki tetap harus memperhatikan rambu-rambu yang telah diberikan Rasululah shalallahu ‘alaihi wassalam untuk memilih calon istri.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat hal.
Karena hartanya,
keturunannya,
kecantikannya,
dan agamanya.
Maka pilihlah agamanya, (kalau tidak) engkau akan celaka.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam Syarah Muslim, Imam Nawawi menjelaskan bahwa barangsiapa yang memilih karena pertimbangan agama, maka akan mendapatkan kebaikan dan barakah serta terlindung dari berbagai mafsadat. Ini buah dari mulianya akhlak dan kebaikan wanita pilihannya.
Adapun mengenai gambaran akhlaq wanita shalihah,
adalah yang selalu menyenangkan hati suaminya bila dipandang,
selalu taat pada suaminya,
tidak pernah melanggar perintahnya serta
tidak berkhianat dalam mengelola harta suaminya.
Wanita seperti inilah sebaik-baik perhiasan dunia, yang layak dimiliki oleh lelaki yang shalih.
Untuk Para Janda Untuk para saudariku yang saat ini sudah menjanda, jangan biarkan hati kalian terus-menerus dalam kesedihan. Sungguh, meski sudah tidak punya suami, tetapi kalian masih punya Allah yang Maha Hidup.
Tetaplah menjaga kecintaan dan ketaqwaan kepada Allah, karena Allah ta’ala berfirman, إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami ialah Allah’, kemudian mereka bersikap istiqamah, maka akan turun malaikat kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’”(Fushshilat:30)
Berusahalah untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan jagalah akhlak kalian baik di dalam maupun di luar rumah. Sebisa mungkin, kurangilah aktivitas di luar rumah. Jika terpaksa harus keluar rumah, jangan lupa untuk senantiasa menutup tubuhmu dengan pakaian yang syar’i.
Jika mungkin, mintalah salah seorang mahrammu untuk menemanimu.
Ingatlah bahwa keanggunan dan kesendirianmu bisa menjadi fitnah bagi lelaki.
Karena itu, berhati-hatilah dan jangan lupa berdoa dalam memulai setiap langkahmu. Jika kamu merindukan kasih sayang seorang suami sebagaimana dulu pernah engkau miliki, maka berdoalah kepada Allah agar memberikan yang terbaik untukmu.
Sungguh Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya, akan tetapi engkau pun harus bersabar. Yang terpenting, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allahu ta’ala. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.
Tambahan faedah : Janda adalah status semata yang sama halnya dengan “menikah”, “tidak menikah”, “duda”, “perjaka”, “perawan” dan kata sandang lainnya yang beredar di masyarakat.
Terkadang dalam hidup seseorang harus berhadapan dengan pilihan yang sulit bila masalah akhirnya menyebabkan pernikahannya kandas. Atau ketika kuasa Tuhan bicara lain dari rencana sepasang manusia, dan membuat yang ditinggalkan harus menjalani hidup sendiri.
Kalau dalam ajaran agama Islam posisi janda ini diletakkan sedemikian rupa yang harus kita hormati, rasanya tidak adil menempatkan mereka dalam kenegatifan. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun beristrikan para janda yang ditinggal suaminya meninggal di medan perang, karena beliau ingin menjaga kehormatan para wanita tersebut dan menjamin masa depan anak-anaknya.
Sedangkan dalam mayarakat beberapa dari kita menempatkan seorang janda layaknya obyek tabloid gosip.
Rasanya ganjil kalau kita timpang sebelah memberikan cap yang kurang baik pada seorang janda, sedangkan bagi seorang duda, sepertinya hal yang biasa saja. Ketika kita memutuskan untuk memberikan cap tertentu pada sebuah status, tengoklah kembali siapa diri kita sebenarnya ini.
Kenapa kita tidak bisa melihat seseorang karena dia adalah pribadi yang menarik, welas-asih, baik hati atau periang? Kenapa kita tidak bisa mengukur seseorang karena kepandaiannya memasak, merangkai bunga, ilmu dan agamanya?
Apa perlu kita mencampur adukkan status seseorang dengan kemampuannya dalam masyarakat dan memberikan nilai rendah hanya karena dia berbeda?
Status, apapun itu, apalagi seorang janda, mestinya membuat kita berpikir keras. Berpikir bagaimana si wanita itu menghidupi keluarganya, kalau dia memiliki anak . Berpikir bagaimana bisa berlaku profesional di kantor, bukannya menyulut gosip-gosip iseng tentang kawan kerja yang seorang janda.
Semestinya kita terus belajar dengan berkaca pada orang lain, karena di beberapa hal bisa jadi kita ini lebih beruntung. Terlepas dari semua itu, semua janda-muda harus memikul beban yang tidak mudah, apalagi bila mereka sudah dikaruniai keturunan. Selain harus menghidupi dirinya sendiri, sang janda muda juga harus bisa berdiri tegar untuk menghidupi anak-anaknya.
Sedangkan untuk urusan asmara, janda-muda suka dihadapkan oleh kendala penolakan dari keluarga laki-laki.
Saya sendiri suka menemukan kisah-kisah di mana para janda-muda harus rela patah hati karena keluarga pihak laki-laki menolak kehadiran mereka.
Dari berbagai alasan yang disampaikan, penolakan keluarga laki-laki atas kehadiran seorang janda-muda sedikit banyak dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat melihat sosok janda-muda itu sendiri.
Sosok seorang janda muda mau tidak mau sering dikaitkan dengan persepsi “bekas” atau “second hand“.
Akibatnya, janda-muda seperti mengalami penurunan kualitas sebagai calon pasangan hidup. Terlebih lagi bila jandanya disebabkan oleh perceraian. Saya pribadi menolak pandangan seperti ini.
Karena seorang janda muda hanyalah seseorang yang memang punya jalan hidup seperti itu, terlepas dari ditinggal mati ataupun karena bercerai. Ketika seorang wanita muda menjanda, tidak serta merta dia jadi turun kualitasnya, dan bukan pula berarti dia jadi kurang cocok untuk jadi pasangan hidup dibanding dengan wanita-wanita yang masih lajang. Memutuskan untuk meminang seorang janda muda memang punya kendalanya sendiri. Selain penolakan, kita juga harus mau berbesar hati menerima anak-anaknya, dan mungkin suatu saat harus berhadapan dengan mantan suami juga.
Hal-hal seperti inilah yang mungkin dipandang sebagai excess baggage nya janda-muda. Bagi seorang laki-laki, kondisi tersebut tentunya akan berdampak pada ketahanan psikologis, fisik dan ketahanan ekonominya.
Namun semua kembali pada pilihan. Bila sang janda-muda memang bisa memberikan yang selama ini kita cari dan bisa memberikan kedamaian hati, sudah selayaknyalah kita memperjuangkan dirinya untuk dijadikan pasangan yang akan menemani kita sampai hari tua nanti. bersabarlah dengan kesabaran yang tinggi……wahai ukhti Muslimah yang mengharapkan wajah NYA ta’ala Ingatlah firman Allah ta’ala , berikut ini : قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ .”
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. “(QS.AZ ZUMAR :10)
bersabar dan bertaqwalah dengan sebenar benar taqwa, yakinlah Allahu ta’ala akan memberikan yang terbaik wahai ukhti muslimah وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri, (QS Ath Thuur : 48)
Semoga memberi pencerahan sobat semuanya,
Wassalam, -- www.ayonikah.com
Memang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi seorang wanita lajang daripada seorang janda sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah dia berkata; Saya menikah dengan seorang wanita, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadaku: "Apakah engkau telah menikah?" Saya menjawab; Ya. Beliau kembali bertanya: "Dengan gadis ataukah janda?" Saya jawab; Dengan janda. Beliau lalu bersabda: "Kenapa kamu tidak memilih gadis hingga kamu dapat bercumbu dengannya?"
Namun hal demikian tidaklah selamanya karena bisa jadi seorang janda lebih utama dinikahi daripada seorang wanita lajang. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang yang memberi kecukupan kepada para janda dan orang-orang miskin, maka ia seperti halnya seorang mujahid di jalan Allah atau seorang yang berdiri menunaikan qiyamullail dan berpuasa di siang harinya."
Ketika ditinggal wafat istrinya Khadijah, Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — mengalami kesedihan hebat. Saat itulah, seorang wanita, Khaulah bintu Hakim As Sulamiyah, mengetuk pintu hati Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — dengan pertanyaannya,
“Tidakkah engkau ingin menikah lagi, wahai Rasulullah?”
Dengan nada penuh kesedihan dan kegalauan, Rasulullah balik bertanya,
“Adakah lagi seseorang setelah Khadijah?”
Khaulah pun menjawab, “Kalau engkau menghendaki, ada seorang gadis. Atau kalau engkau menghendaki, ada pula yang janda.”
“Siapa yang gadis?” Tanya beliau lagi.
“Putri orang yang paling engkau cintai, ‘Aisyah putri Abu Bakr,” jawab Khaulah.
Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — terdiam sesaat, kemudian bertanya lagi,
“Siapa yang janda?”
“Saudah bintu Zam’ah, seorang wanita yang beriman kepadamu dan mengikuti ajaranmu.” Jawab Khaulah.
Tawaran Khaulah mengantarkan Saudah bintu Zam’ah memasuki gerbang rumah tangga Rasulullah SAW. Hati beliau tersentuh dengan penderitaan wanita Muhajirah ini. Beliau ingin membawa Saudah ke sisinya dan meringankan kekerasan hidup yang dihadapinya. Lebih-lebih di saat itu, Saudah memasuki usia senja, tentu lebih layak mendapatkan perlindungan.
Malah bila menilik riwayat, kebanyakan istri Rasulluah SAW adalah Janda. Hanya satu yang dinikahi semasa masih gadis yakni Aisyah binti Abu Bakar RA. Dari kesemuanya istri-istri itu, umumnya Rasulullah SAW menikahi mereka karena pertimbangan kemanusiaan dan kelancaran urusan dakwah.
Syeikh Mustafa ar Ruhaibani menyebutkan hadits "Kenapa tidak dengan gadis sehingga kamu dapat bermain-main dengannya dan ia pun dapat bermain-main denganmu?." (Muttafaq Alaihi) dan Syeikh mengatakan,”Kecuali jika terdapat kemaslahatan lebih besar dalam menikahi seorang janda maka hendaklah dia mendahulukan janda daripada lajang dikarenakan kemasalahatan itu.” (Mathalib Ulin Nuha juz I hal 6530)
Dengan demikian, kedua pilihan tersebut –menikahi gadis atau janda– sama-sama bisa berada di garis anjuran syariat, keduanya adalah alternatif, dan siapapun berhak memilih mana yang baginya lebih ia minati. Berbagai pilihan terbentang di depan kita, dan Islam memang agama yang maslahat. Maka ketika kita dihadapkan pada pilihan-pilihan mubah tersebut, gunakanlah kebijakan analisa kita untuk dapat mencapai sebesar-besarnya maslahat bagi diri kita, agama kita, dunia dan akhirat kita secara keseluruhan. Gadis atau janda bukanlah masalah, yang menjadi masalahnya: Dengan siapakah di antara keduanya Anda merasa bisa hidup berbahagia dan sejahtera? Pilihan ada di tangan Anda. Wallaahul muwaffiq.