Terus semangat belajar dan berbagi ilmu sampai ke liang lahat, demi menjadi Hamba اللّهُ yang Kaffah.

Persiapan Pernikahan (perjanjian pernikahan)

Tips Penting Sebelum Hari Pernikahan Tiba

Jaga stamina tubuh
Energi dan pikiran Anda pasti akan banyak terkuas menjelang hari pernikahan. Makanlah dengan menu yang sehat dan jadwal yang baik. Lakukan olahraga yang dapat meningkatkan stamina seperti jogging atau treadmil. Minum multivitamin atau suplemen yang bisa meningkatkan stamina tubuh.


Hindari cekcok dengan pasangan
Jika di bulan-bulan lalu Anda bebas merdeka mengumbar emosi setiap kali beradu pendapat dengannya. Cobalah sekarang belajar menghalau hal-hal sepele yang jadi bahan pertengkaran (redam emosi). Simpan energi Anda untuk persiapan menikah yang menuntut ketenangan pikiran.

Banyak menghibur diri
Hari bahagia nanti sudah pasti akan memberi sinar cerah pada diri Anda. Tapi tidak ada salahnya menjelang hari H Anda banyak memberikan terapi penghibur bagi diri Anda. Lakukanlah hal-hal menarik yang bisa membuat Anda bahagia. Menonton misalnya, atau jalan-jalan ke daerah-daerah yang sejuk, karena dapat membantu meningkatkan jiwa bahagia Anda di hari terpenting dalam hidup Anda.

- Minta teman yang memiliki peralatan lengkap dan berpengalaman dalam bidang fotografi untuk menjadi fotografer dari seluruh acara pernikahan.

MENIKAH bagi sebagian besar orang adalah menyatukan dua hati yang saling mencinta. Namun, ada juga yang menikah demi status, kepentingan bisnis, mendapat tempat perlindungan, dan sebagainya.

NAMUN, apa pun alasan menikah, sebaiknya setiap pasangan mempersiapkan diri agar tidak menemukan kesulitan setelah pernikahan itu terjadi. Apalagi dengan latar belakang pernikahan yang bermacam-macam, persiapan yang matang sangat perlu dilakukan.

Persiapan tersebut tidak hanya semata-mata untuk menyempurnakan segala macam tetek bengek demi kesuksesan seluruh rangkaian upacara pernikahan itu, tetapi yang lebih penting adalah aspek hukum untuk melindungi hak masing-masing pihak.

Salah satu hal yang penting adalah perjanjian prapernikahan. Selama ini baru sebagian kecil masyarakat Indonesia yang membuat perjanjian itu sebelum menikah. Anggapan bahwa setelah menikah segala sesuatu melebur menjadi satu membuat setiap pasangan merasa enggan untuk membuat perjanjian tersebut. Padahal, perjanjian prapernikahan itu tak hanya memuat tentang urusan harta benda, tetapi juga pembagian peran dan pengasuhan anak.

Menurut pengacara LBH APIK Jakarta, M Rezfah Omar SH, posisi perjanjian sebelum pernikahan itu lebih kuat daripada peraturan-peraturan yang ada dalam UU No 1/1974 tentang perkawinan.

"Perjanjian ini melindungi hak kedua belah pihak. Jika terjadi perceraian dan sengketa di antara keduanya, perjanjian ini bisa dijadikan pegangan untuk penyelesaiannya. Bahkan, apa yang diatur oleh UU Perkawinan bisa dikesampingkan oleh perjanjian ini," kata Omar.

Namun, perjanjian prapernikahan tersebut harus disahkan di depan pihak yang berwenang, seperti notaris atau pegawai pencatat perkawinan, agar kuat di mata hukum. Jika hanya dituliskan di atas kertas bersegel atau bermeterai, tidak akan kuat posisinya.

"Walaupun ada tanda tangan saksi, juga tidak akan kuat. Perjanjian ini mau tidak mau harus dilakukan di depan petugas yang berwenang dan disahkan sebelum atau pada waktu pernikahan terjadi," Omar menegaskan.

Perjanjian pemisahan harta, misalnya, sebenarnya bisa dilakukan tidak saja buat orang yang akan menikah. Bagi pasangan yang masih pada tahap berpacaran pun bisa membuat perjanjian ini. Seperti yang dilakukan salah seorang klien Omar, pasangan Berga (34) dan Linda (35), bukan nama sebenarnya, yang tinggal di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.

Walaupun sekarang mereka menikah, tetapi ketika mereka masih berpacaran, keduanya sepakat membuat perjanjian tentang rumah yang mereka beli bersama di daerah Bogor, Jawa Barat.

"Kami membeli rumah tersebut untuk ditempati setelah menikah. Maksudnya biar setelah menikah kami tidak lagi tinggal di rumah orangtua. Namun, karena uang kami masing-masing tidak cukup untuk membeli rumah, akhirnya kami patungan berdua," cerita Linda.

Baik Berga dan Linda menyadari, mereka membeli rumah itu ketika masih berpacaran, dan kemungkinan berpisah bisa saja terjadi. Agar keduanya sama-sama merasa tenang, mereka berdua sepakat membuat surat perjanjian di atas meterai dan masing-masing menandatanganinya. Selain itu, ibu dan adik Berga pun diminta ikut menandatangani surat tersebut agar lebih meyakinkan.

"Kami sengaja tidak menyertakan keluarga dari pihak saya karena rumah itu atas nama Berga. Jika rumah itu atas nama saya, tentu keluarga saya yang menjadi saksi. Maksudnya agar keluarga yang namanya tercantum dalam surat rumah tidak menjadi sakit hati jika rumah itu harus dibagi dua," tutur Linda, yang mengaku tidak pernah terpikir untuk pergi ke kantor notaris.

Baik Linda maupun Berga menyatakan, pada awalnya mereka sempat merasa tidak enak hati untuk membuat surat tersebut. Namun, karena status mereka yang masih berpacaran, ada pula keinginan untuk saling menjaga perasaan pasangan dan menghindari konflik-konflik berkepanjangan yang mungkin timbul. Akhirnya mereka memutuskan membuat surat perjanjian tersebut.

SURAT perjanjian prapernikahan akan sangat membantu jika terjadi perceraian atau sengketa mengenai pembagian harta dan pengurusan anak. Menurut Pasal 35 UU Perkawinan, harta benda dalam perkawinan terbagi dalam tiga bentuk, yakni harta bersama, harta bawaan, dan harta perolehan.

Harta bersama adalah harta yang diperoleh setelah perkawinan dan diusahakan oleh masing-masing pihak (suami atau istri), atau usaha bersama kedua belah pihak (suami dan istri). Harta bawaan adalah harta yang dimiliki oleh masing-masing pihak sebelum perkawinan terjadi, baik berasal dari warisan, hibah, atau usaha mereka sendiri.

Adapun yang dimaksud dengan harta perolehan adalah harta yang diperoleh masing-masing pihak setelah perkawinan dalam bentuk hibah, wasiat, atau warisan. Pada dasarnya, penguasaan harta perolehan ini sama seperti harta bawaan, yakni suami atau istri berhak sepenuhnya atas harta ini.

Mengenai harta bawaan, Omar mengatakan, walau harta tersebut sudah berubah bentuk selama terjadinya perkawinan, misalnya, semula rumah lalu dijual dan dijadikan mobil, harta tersebut tetap merupakan harta bawaan. Harta itu tetap menjadi wewenang dari pihak yang membawanya.

"Harta tersebut hanya berubah bentuk, sedangkan uangnya tetap berasal dari harta bawaan."

Omar juga mengingatkan, walau telah membuat surat perjanjian prapernikahan dan ada peraturan yang melindungi, sebaiknya setiap pasangan mempunyai foto kopi dari setiap surat harta yang dimiliki.

"Dengan demikian, jika suatu ketika terjadi sengketa, masing-masing pihak bisa menunjukkan bukti harta apa saja yang mereka miliki, walau hanya berupa foto kopi," kata Omar. (ARN)